 
                            ''Di balik malam yang sunyi, sesuatu yang lama tertidur mulai bergerak. Bisikan tak dikenal menembus dinding-dinding sepi,meninggalkan rasa dingin yang merayap.ada yang menatap di balik matanya, sebuah suara yang bukan sepenuhnya miliknya. Cahaya pun tampak retak,dan bayangan-bayangan menari di sudut yang tak terlihat.Dunia terasa salah, namun siapa yang mengintai dari kegelapan itu,hanya waktu yang mengungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ellalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
다린 (darin)
"Sudah seminggu sejak Rael menutup dirinya dari Jae-hyun, dan selama itu pula dunia di antara mereka terasa membeku. Tak ada sapa, tak ada senyum, hanya tatapan yang sengaja dihindari seolah udara pun enggan menjadi perantara.
Setiap kali Jae-hyun mencoba bicara,meski hanya satu kalimat sederhana,Rael memilih diam. Kadang ia berlalu tanpa menoleh, kadang hanya menatap jendela dengan wajah tanpa ekspresi, seperti sedang memandang sesuatu yang jauh di luar jangkauan manusia.
Hari-hari mereka di sekolah pun berubah. Di setiap jam istirahat, kursi Rael kosong, seolah gadis itu terhapus dari ruang yang mereka bagi. Jae-hyun menunggu di koridor, berharap Rael muncul dari tikungan seperti dulu, tapi yang datang hanya bayangan orang lain, dan langkah-langkah yang bukan milik Rael.
Ia mencarinya ke halaman belakang, ke tangga yang jarang dilalui, ke tempat-tempat yang mungkin disukai Rael,namun selalu berakhir dengan kesunyian. Tidak ada tanda keberadaannya.
Setiap malam, Jae-hyun mencoba mengingat kapan senyum gadis itu terakhir kali muncul. Ia menyesap keheningan itu, berharap menemukan alasan mengapa Rael menjauh, tapi yang ia rasakan hanyalah jarak yang semakin membentang.
Rael seolah menjadi sosok lain dingin, asing, dan rapuh di balik ketenangan yang dibuatnya.
" Jae-hyun memandangi langit malam yang tak berbintang dari balik jendela kamarnya.
Udara terasa berat, begitu pekat hingga setiap tarikan napas seolah menusuk ke dada.
Sudah seminggu berlalu sejak Rael berubah,dingin, asing, seolah roh yang menempati tubuhnya bukan lagi gadis yang ia kenal.
Ia merindukan tawa kecil Rael yang dulu sering memecah sunyi.
Ia merindukan tatapan mata nakalnya yang selalu berani menantangnya dengan senyum setengah ejek.
Namun yang tersisa kini hanyalah sosok dingin tanpa emosi, menatap tanpa jiwa.
“Ahh… aku merindukan tingkahnya yang nakal,” gumamnya lirih, suaranya nyaris tak terdengar di tengah hembusan angin malam.
Rasanya sepi menampar keras dari segala arah.
Hingga tiba-tiba, telinganya menangkap sesuatu......
sebuah suara lembut, samar, namun anehnya terdengar begitu jelas di antara kesunyian.
Senandung… suara perempuan.
Melodi itu tidak asing, tapi terasa seperti berasal dari masa yang bukan miliknya.
Nada-nadanya bergetar aneh, lirih namun menusuk, seperti lagu duka yang pernah dinyanyikan dalam ritual pemanggilan roh.
Tubuh Jae-hyun menegang. Ia berdiri perlahan, menajamkan pendengarannya.
Suara itu datang dari luar. Dari halaman rumah.
Tanpa berpikir panjang, ia berjalan menuruni tangga, langkahnya terbungkus kehati-hatian.
Lampu-lampu rumah telah padam, hanya cahaya bulan yang menembus tipis tirai jendela.
Saat ia membuka pintu, angin malam menyapu wajahnya,dingin, menusuk tulang.
Dan di tengah halaman yang diterpa cahaya remang bulan, ia melihatnya.
Rael.
Gadis itu berdiri di antara pepohonan yang bergoyang pelan.
Rambutnya terurai, berkilau pucat di bawah sinar bulan, dengan hiasan indah melingkar di kepala nya, membuat aura nya terlihat seperti gadis bangsawan.
Tubuhnya terbalut hanbok putih sederhana,namun tampak terlalu tenang untuk gadis seumurannya.
Langkahnya pelan, tapi pasti,Setiap gerakan terasa seperti bagian dari ritual kuno,indah sekaligus menyeramkan.
Jae-hyun terpaku.
Senandung itu… datang dari bibir Rael.
Nada yang sama, tetapi kini terdengar lebih jelas.
Bukan bahasa yang ia kenal, tapi ritmenya seperti mantra lama yang menembus dinding waktu.
"jae-hyun sedikit terpaku menatap rael yang terlihat sangat cantik dengan hanbok sederhana yang membalut tubuhnya, yang jelas terlihat hanbok itu milik eomma nya, entah bagaimana dia bisa mengambil hanbok kesayangan eomma nya itu.
“Rael?” panggilnya pelan.
Namun gadis itu tak menjawab.
Kepalanya sedikit menunduk, matanya kosong.
Ketika akhirnya Rael menoleh, pupil matanya berwarna merah darah.
Seketika napas Jae-hyun tercekat.
Jantungnya berdegup cepat, tapi kakinya tak bisa bergerak,Senyum kecil muncul di wajah Rael,senyum yang bukan miliknya.
Senyum yang terlalu dingin, terlalu asing, namun terlihat sangat cantik menurut jae-hyun.
"“Cihh… takdir yang buruk…” gumam Rael, bibirnya melengkung dengan senyum yang membuat darah Jae-hyun hampir membeku. Mata Rael menyala merah, menatapnya tanpa berkedip, seakan menelan seluruh keberaniannya.
Jae-hyun menggerakkan bibirnya, tapi suaranya nyaris tercekat. “Rael… apa yang terjadi padamu?”
Tiba-tiba, langkah cepat terdengar di halaman mendekati jae-hyun. Eomma Jae-hyun berlari keluar dari rumah, matanya melebar melihat putranya melangkah ke arah Rael.
“Hyun-ah! Jangan… jangan dekati dia!” teriaknya, suaranya pecah di malam yang pekat." ahh kenapa dia memakai baju itu.... " lirih nya sedikit kesal.
Jae-hyun berhenti sejenak, menatap ibunya yang berdiri terpaku, wajahnya pucat namun matanya bersinar penuh ketakutan dan kekesalan.
“Dia bukan dewa kebangkitan! Dia bukan Rael !” Eomma Jae-hyun melangkah lebih dekat, suaranya terdengar menahan panik.
“Dia sudah dirasuki… 다린… Darin! Dewa pemakan mimpi! Mundur, Jae-hyun! Kau harus pergi, jangan sampai Darin mengenalimu!!.... " ucap eomma jae-hyun langsung melangkah mendekati jae-hyun berharap jae-hyun mendengar kan nya.
"Eomma Jae-hyun menarik napas panjang, matanya menatap putranya dengan campuran ketegasan dan kesedihan. Suasana malam semakin pekat, hanya suara gagak dan angin dingin yang menemani.
“Hyun-ah… kau harus mengerti,” ucapnya pelan, suaranya seperti bergetar menembus udara malam. “Rael… dia bukan manusia lagi. Tapi ingat… dia pernah menjadi manusia. Jiwa itu… meskipun kini terperangkap dalam tubuh yang bukan miliknya, tetapi masih menyisakan serpihan kemanusiaan dalam jiwa nya.”
Jae-hyun menelan ludah, bibirnya gemetar. “Lalu… Darin? Kenapa Darin bisa merasuki Rael? Bukankah Darin hanya bisa merasuki manusia?”
Eomma menunduk, menatap bayangan Rael yang masih berdiri di halaman. “Rael… memiliki mimpi yang kuat. Mimpi untuk kembali menjadi utuh, kembali menjadi manusia. Dan Darin… dia pembisik yang memanfaatkan rasa ingin itu. Iblis yang bisa menyusup ke manusia yang menyimpan jejak jiwa gelap, atau jejak iblis yang terperangkap dalam manusia. Rael… kesalnya, kemarahannya, dan dendamnya terhadap Haeun maupun dirimu… itulah celahnya dan sebenarnya alasan darin bisa merasuki rael, sebenarnya itu juga karena haeun.”
Jae-hyun menggigit bibir bawah, hatinya sesak. " eomma, apa yang kau bicarakan,kenapa dengan haeun?”
" Itu karena haeun juga ingin rael mati, dan dia membuka celah tersebut, meskipun dia tidak terlihat di sini namun dia adalah orang yang paling dekat dengan rael, dia pasti tahu apapun kegiatan rael, karena mereka satu.... " ucap eomma jae-hyun kembali membuat jae-hyun bingung.
Apa maksud perkataan eomma nya, bukankah haeun tidak tahu apa yang terjadi dengan nya, jae-hyun mengingat percakapan dia dan haeun pada malah haeun kembali ke tubuhnya namun perkataan haeun sangat berbeda dengan apa yang eomma nya bicara kan, sungguh aneh pikir jae-hyun.
" apa maksud eomma, haeun tidak mungkin seperti itu, bahkan sekarang jiwanya terperangkap, bagaimana mungkin dia bisa melakukan itu,..... jae-hyun terdiam sesaat..... " kecuali ada yang membantunya.... " sambung jae-hyun kembali.
Eomma mengangguk pelan, wajahnya semakin muram. “benar sekali hyun- ah, Ada tangan lain yang menggerakkan segalanya. Seseorang yang ingin Rael menjadi makhluk tanpa mimpi, tanpa harapan, tanpa jejak manusia di dalam dirinya. Darin dan haeun hanyalah alat… pembuka pintu, penyulut api, tapi tujuan akhir… jauh lebih gelap daripada yang kau bayangkan.”
Hening sejenak, hanya suara malam yang menyalakan ketegangan. Jae-hyun memandang Rael, tubuhnya tetap kaku, senyum dingin masih terukir, namun aura Darin menelusup ke setiap pori tubuhnya.
“Hyun-ah… jangan anggap Rael sepenuhnya hilang. Jiwa yang tersisa… yang masih menginginkan kemanusiaannya, itulah yang membuat Darin bisa masuk. Tapi jangan salah, niat Rael tetap liar, gelap, dan berbahaya. Setiap langkah kita malam ini harus hati-hati… karena jejak mimpi dan kemarahan bisa menghancurkan segalanya.”
Jae-hyun menarik napas dalam, mencoba meredam amarah dan ketakutannya. “Eomma… aku akan menyelamatkannya. Seperti apapun yang tersisa dalam dirinya… aku tidak akan membiarkan dia hilang sepenuhnya..... aku juga tidak akan membuat jiwa haeun hilang.... " gumamnya kembali dengan suara sendu dan dingin.
" putraku sudah dewasa rupanya... " gumam eomma jae-hyun dalam hati menatap jae-hyun dengan wajah yang sulit di artikan.
"Sebenarnya, siapa yang hatiku pilih?
Mengapa aku merasa terbagi, terseret antara dua bayangan yang tak sama, namun sama-sama membutuhkan aku?
Ahh, terkadang aku ingin menyerah pada kepastian, tapi setiap detik yang kulewati membuatku semakin tenggelam dalam tanya.
Di satu sisi, ada yang memanggil namaku dengan lirih, menuntut perlindungan.
Di sisi lain, ada yang terjebak dalam luka dan kesepian, menunggu aku menembus gelap untuk menjemputnya.
Aku berdiri di antara cahaya dan bayangan, di antara rasa dan kewajiban,
Tak tahu harus memilih yang mana, ataukah aku akan terus berjalan, menanggung beban yang tak tampak,
Sambil berharap semua luka dan rindu menemukan jalannya sendiri.
"SAD BOY
(kang jae hyun)
 
                     
                    