Anaya White memaksa seorang pria asing untuk tidur dengannya hanya untuk memenangkan sebuah permainan. Sialnya, malam itu Anaya malah jatuh cinta kepada si pria asing.
Anaya pun mencari keberadaan pria itu hingga akhirnya suatu hari mereka bertemu kembali di sebuah pesta. Namun, siapa sangka, pria itu justru memberikan kejutan kepada Anaya. Kejutan apa itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irish_kookie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hmmm?
Apartemen Anaya mendadak terasa sempit ketika gadis kecil berambut cokelat itu melangkah masuk seenaknya, seperti tempat itu sudah jadi rumah keduanya.
Anaya bahkan belum sempat bernapas ketika sang gadis menghempaskan tubuh mungilnya ke sofa, menyilangkan kaki dengan gaya percaya diri yang persis seperti Celline.
“Kau Anaya, kan? Kekasih Uncle yang baru?” ulang gadis itu lagi tanpa malu, seolah-olah mereka sedang dalam acara talkshow.
Bibir Anaya terbuka, lalu tertutup, lalu terbuka lagi.
“A-aku? Iya. Tapi, kenapa kau ada di sini? Bagaimana kau menemukan—”
“Mudah saja. Aku tinggal meminta asisten Mami dan meminta dia untuk merahasiakannya. Cukup katakan, aku mencari Anaya White karena harus ada yang aku bicarakan dengan dia dan ini penting,” potong gadis itu cepat dengan angkuh.
Tangannya bahkan mengayun-ayun ponsel dengan wallpaper unicorn. “Aku rasa kau juga tau, kata penting itu adalah kunci. Orang akan menganggap ini masalah bisnis. Semudah itu, kok."
Anaya mengerjapkan kedua matanya. Anak yang ada di hadapannya kini, bukanlah seorang gadis kecil biasa yang akan mudah dibohongi.
“Aku akan tinggal di sini mulai sekarang,” lanjut gadis itu lagi dengan santai. “Dan jangan beritahu Mamiku! Dia pasti akan datang menyusulku ke sini sambil berlinangan air mata."
Anaya mendengus, lalu tersenyum sedikit kesal. "Kau tidak bisa seenaknya begitu! Kau tetap harus memberitahu ibumu dan aya-, maksudku, uncle-mu!"
Gadis itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Memangnya kau tau siapa aku?"
"Huh! Tentu saja! Kau sudah memberikan petunjuk di awal! Kau itu Kanaya Hudson, putri tunggal Celline Hudson yang manja dan merepotkan!" kata Anaya tak mau kalah.
Lalu, Anaya berkacak pinggang. Dia merendahkan tubuhnya dan berbisik, “Sebelum itu, jawab pertanyaanku dulu. Apa kau kabur?"
Kanaya mengangkat bahunya dengan anggun. “Aku hanya ingin bertemu Uncle. Sudah tiga bulan dia tidak memelukku. Tidak ada video call. Tidak bertanya aku sudah makan atau belum, sedang apa, bagaimana hariku,” tatapannya mulai bergetar, tapi bibirnya tetap bertahan untuk tetap terlihat angkuh.
Untuk pertama kalinya, Anaya merasa jantungnya turun ke perut. Dia merasa bersalah karena sudah memisahkan Kanaya dengan Josh.
Rasa bersalah itu menusuk seperti duri, perlahan tapi pasti. Seharusnya dia tahu dan sadar, kalau kehadiran seorang ayah sangat berarti di hidup putrinya.
“Aku hanya ingin melihat wajah Uncle,” lanjut Kanaya lagi, suaranya merendah. “Aku merindukan dia. Bagaimana pun juga, dia ayahku walaupun dia bukan ayahku. Kau paham, kan?"
Anaya menelan ludah dan mengangguk cepat, tak tahu harus memeluk atau menegur.
“Sini,” kata Anaya akhirnya, lalu duduk di tepi sofa. “Kau boleh menunggu Josh di sini. Tapi aku harus mmberitahu dia kalau kau ada di sini.”
“No!” Kanaya menatapnya tajam, seperti Josh saat sedang menginterogasi orang di ruang rapat.
“Kalau Uncle tahu aku di sini, dia pasti memintaku untuk pulang. Tapi, kalau saat dia datang ke sini dan menemukanku, dia pasti bisa aku ajak berdiskusi. Aku ingin melakukan negosiasi dengannya," lanjut gadis berusia 13 tahun itu lagi.
Anaya tercekat. Anak sekecil ini sudah tahu strategi menekan orang dewasa.
Di tengah kecanggungan itu, pintu apartemen kembali berbunyi.
Anaya spontan berdiri. Jantungnya melonjak seperti terlempar ke tenggorokan.
Kanaya ikut berdiri, matanya langsung berbinar. "Itu pasti Uncle Josh!"
Anaya menghela napas panjang. "Bisakah kau ten-, ...."
Kalimat Anaya terputus karena Kanaya sudah melesat seperti angin, membuka pintu sebelum Anaya sempat mendekat.
Dan di ambang pintu itu, berdirilah Josh dengan wajahnya yang pucat, napasnya tersengal, dan rambutnya berantakan. Seolah dia berlari sejauh satu kota.
Begitu melihat putrinya, Josh terdiam. Betul-betul terdiam. “Kakak? Kok bisa ada di sini?”
Suaranya parau, serak, dan penuh rasa bersalah yang tidak bisa disembunyikan.
Kanaya memeluk Josh dengan erat. "Aku mencarimu, Uncle. Aku merindukanmu."
Di belakang mereka, Anaya membeku. Melihat dua orang itu saling menatap seperti dua hati patah yang belum sempat diperbaiki, membuatnya ingin menghilang.
Josh memeluk putrinya erat—erat sekali,bseolah hendak menebus seluruh hari ia tidak hadir.
Anaya menatap pemandangan itu sambil menutupi bibirnya dengan tangan, berusaha menahan campuran emosi lega, bersalah, dan sedikit takut.
Lalu Kanaya berkata, suara kecilnya teredam di dada Josh, “I Miss you, Uncle.”
Dan Josh akhirnya pecah. “Maafkan aku, Kak.” bisiknya. “Aku terlalu sibuk sampai tidak punya waktu untuk bersamamu lagi."
Tidak ada air mata yang mengalir di pipi Kanaya. Hanya ada anggukan kecil dan cengkeraman pelukan yang semakin erat.
Tak lama, Kanaya melepaskan pelukannya. “Uncle, boleh aku tinggal di sini malam ini?”
Josh menatap putrinya, lalu menatap Anaya yang ternyata sedang menatapnya juga.
****