Gyantara Abhiseva Wijaya, kini berusia 25 tahun. Yang artinya, 21 tahun telah berlalu sejak pertama kali ia berkumpul dengan keluarga sang papa. Saat ia berusia 5 tahun, sang ibu melahirkan dua adik kembar laki - laki, yang di beri nama Ganendra Abhinaya Wijaya, dan Gisendra Abhimanyu Wijaya. Selain dua adik kembarnya, Gyan juga mendapatkan sepupu laki-laki dari keluarga Richard. Yang di beri nama Raymond Orlando Wijaya. Gracia Aurora Wijaya menjadi satu-satunya gadis dalam keluarga mereka. Semua orang sangat menyayanginya, tak terkecuali Gyan. Kebersamaan yang mereka jalin sejak usia empat tahun, perlahan menumbuhkan rasa yang tak biasa di hati Gyan, yang ia sadari saat berusia 15 tahun. Gyan mencoba menepis rasa itu. Bagaimana pun juga, mereka masih berstatus sepupu ( keturunan ketiga ) keluarga Wijaya. Ia pun menyibukkan diri, mengalihkan pikiran dengan belajar. Mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin Wijaya Group. Namun, seiring berjalannya waktu. Gyan tidak bisa menghapus
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Apa Gyan Terobsesi Padaku?
Gyan sungguh merasa sakit hati mendengar ucapan Cia, yang menganggap perasaan pria itu hanya sebuah kesalahan.
Memang apa salahnya mencintai saudara sepupu sendiri? Apakah itu sebuah dosa besar?
Gadis itu tidak mau mengerti sedikit pun tentang rasa cinta yang Gyan miliki padanya. Hubungan mereka pun kini semakin merenggang. Cia benar - benar menghindari pria itu.
"Apa kamu dan Cia sedang bertengkar?" Tanya ibu Gista pada Gyan sembari meletakkan secangkir teh di hadapan pemuda itu.
Sang putra sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya. Sisa pekerjaan yang ia bawa dari kantor. Mereka kini tengah duduk di atas sofa yang ada di lantai tiga rumah mewah itu.
"Kenapa ibu beranggapan seperti itu?" Tanya Gyan dengan menatap kearah sang ibu.
Ibu Gista menghela nafas pelan, kemudian menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.
"Sepertinya sudah lama ibu tidak mendengar kamu menjemput Cia. Renatta juga mengatakan jika gadis itu sekarang suka membawa mobil sendiri. Apa kalian bertengkar?"
"Untuk apa bertengkar, Bu?" Gyan berbalik melempar tanya.
Pria itu kemudian mendesahkan nafas berat. "Mungkin Cia ingin belajar hidup mandiri." Imbuhnya lagi.
"Kamu tidak keberatan? Itu artinya, kamu siap jika Cia memiliki seorang kekasih." Ucap sang ibu.
"Tidak harus memiliki kekasih 'kan?"
"Memangnya kenapa? Jangan katakan jika kamu cemburu."
"Jangan mengulangnya lagi, Bu. Lagipula untuk apa aku cemburu?" Potong Gyan dengan cepat. Meski dalam hati pemuda itu sangat membenarkan ucapan sang ibu.
"Kalau begitu, tidak ada salahnya jika kamu juga memiliki kekasih." Celetuk ibu Gista.
"Apa hubungannya dengan aku? Aku belum ingin memiliki kekasih, Bu." Tukas Gyan.
"Apa alasan kamu belum ingin?" Tuntut wanita paruh baya itu.
"Ya belum ingin saja. Aku masih ingin fokus belajar mengurus perusahaan." Jawab Gyan dengan yakin.
Sang ibu hanya mampu menghela nafas berat. Ia tidak puas dengan jawaban pemuda itu. Seandainya, Gyan mau berbagi cerita dengan dirinya.
Putra sulungnya itu sangat tertutup, dan jarang mau berbagi cerita dengan dirinya.
"Ini sudah malam. Sebaiknya ibu pergi tidur. Ayah pasti sudah selesai menonton siaran berita kesukaannya." Gyan kembali berbicara. Tangan pemuda itu terulur meraih cangkir teh di atas meja, kemudian menyesap isinya.
"Kamu juga jangan bergadang terlalu larut malam. Besok kamu masih harus pergi ke kantor."
Gyan mengangguk pelan. Ibu Gista kemudian bangkit, dan sebelum pergi ia pun mengecup kepala sang putra sulung.
"Permisi mbak Cia, ini ada kiriman makan siang untuk mbak."
Cia mendongak ketika mendengar suara seseorang di dekat kubikelnya. Kening gadis itu berkerut halus saat melihat seorang **OB** berdiri sembari membawa sebuah kantong plastik berisi kotak makanan.
"Dari siapa, mas?" Tanya gadis itu sembari meraih kantong plastik itu dengan ragu.
"Kurang tau, mbak. Tadi ada ojek online yang membawa sampai di resepsionis." Jelas petugas kebersihan pria itu.
Cia mengangguk paham. "Terima kasih, mas."
Ia kemudian melihat isi di dalam kantong plastik setelah **OB** itu pamit pergi.
"Gyan." Gumam Cia ketika melihat kotak makanan di dalam kantong.
Tertera nama salah satu restoran langganan mereka di atas tutup kotak makanan. Dan diantara orang terdekatnya, hanya Gyan yang tau tempat itu. Karena mereka sering datang saat kuliah dulu.
Belum saatnya istirahat makan siang. Maka, Cia pun menyimpan kembali kotak makanan itu. Dan melanjutkan pekerjaannya.
"Ekhm. Sudah saatnya makan siang, Bu Menejer." Suara pak Bima menginterupsi. Membuat Cia kembali mendongak.
"Ya. Selamat makan siang, pak Bima." Ucap gadis itu.
Padahal, sang Kepala Devisi bermaksud mengajaknya untuk makan siang bersama.
"Kalau begitu, ayo. Sepertinya, makan bakmie siang ini tidaklah buruk." Ajak pria berusia tiga puluh tahun itu.
"Maaf, pak. Untuk siang ini, saya makan disini, karena sudah mendapatkan kiriman makanan dari saudara saya." Cia menunjuk kantong plastik di sudut kiri meja kerjanya.
Gadis itu tidak berbohong, ia memang mendapatkan kiriman makanan dari saudaranya 'kan?
"Ah, sayang sekali." Pak Bima berpura - pura sedih. "Baiklah, kalau begitu saya pamit untuk makan siang dulu."
"Silahkan, pak."
Cia kembali duduk setelah kepergian pria itu.
"Sepertinya pak Bima suka sama kamu, Cia." Ucap rekan kerja Cia yang duduk di sebelah kanan gadis itu.
"Jangan bergosip, mbak. Nanti yang lain salah paham." Balas Cia.
"Kelihatan kok, Cia. Pak Bima gencar sekali mendekati kamu. Hati - hati, dia itu *playboy* cap kapak." Imbuh wanita itu lagi.
Namun Cia tak menanggapi. Ia memilih membuka makan siangnya. Baru menyantap satu suapan, gadis itu teringat sesuatu.
'*Apa jangan - jangan Gyan mengirimkan makanan supaya aku tidak makan siang bersama pak Bima*?'
Gadis itu berdecak pelan. Ia tak habis pikir dengan kelakuan Gyan.
Setelah menikmati makan siangnya, Cia menghabiskan waktu istirahat dengan bermain ponsel. Ia membuka aplikasi berbalas pesan, namun tetap mengabaikan pesan dari Gyan.
"Senja apa kabar? Gara - gara Gyan mengatakan hal itu, aku jadi mengabaikan gadis itu juga." Gumam Cia.
Rencana Cia mendekatkan mereka pun menjadi berantakan hanya karena Gyan.
Ia kemudian mengirim pesan pada sekretaris pemuda itu. Hanya sekedar bertanya kabar.
Menutup aplikasi berbalas pesan karena Senja belum memberikan balasan, Cia pun membuka aplikasi media sosial lainnya.
Unggahan Gyan muncul paling atas. Pemuda itu menggunggah foto makanan yang sama dengan yang ia makan.
Cia pun berkunjung ke halaman media sosial pria itu. Banyak unggahan foto dirinya disana, dengan *Caption* tanda hati.
"Apa dia terobsesi padaku?"
Gadis itu menjadi teringat sesuatu. Semua aplikasi, kartu **ATM**, kode akses pintu apartemen, sandi ponsel dan laptop Gyan menggunakan tanggal lahir Cia.
Jika dulu ia akan bersikap santai dan biasa saja. Namun sekarang Cia baru menyadari sesuatu. Gyan terobsesi padanya. Bukan karena mencintai gadis itu.
"Gyan, kamu membuat aku semakin takut sama kamu. Kenapa bisa seperti ini, Gy?"
...\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*...