NovelToon NovelToon
Jodoh Tak Akan Kemana

Jodoh Tak Akan Kemana

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:277
Nilai: 5
Nama Author: EPI

Asillah, seorang wanita karir yang sukses dan mandiri, selalu percaya bahwa jodoh akan datang di waktu yang tepat. Ia tidak terlalu memusingkan urusan percintaan, fokus pada karirnya sebagai arsitek di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Namun, di usianya yang hampir menginjak kepala tiga, pertanyaan tentang "kapan menikah?" mulai menghantuinya. Di sisi lain, Alfin, seorang dokter muda yang tampan dan idealis, juga memiliki pandangan yang sama tentang jodoh. Ia lebih memilih untuk fokus pada pekerjaannya di sebuah rumah sakit di Jakarta, membantu orang-orang yang membutuhkan. Meski banyak wanita yang berusaha mendekatinya, Alfin belum menemukan seseorang yang benar-benar cocok di hatinya. Takdir mempertemukan Asillah dan Alfin dalam sebuah proyek pembangunan rumah sakit baru di Jakarta. Keduanya memiliki visi yang berbeda tentang desain rumah sakit, yang seringkali menimbulkan perdebatan sengit. Namun, di balik perbedaan itu, tumbuhlah benih-benih cinta yang tak terduga. Mampukah Asillah dan Alfin mengatasi perbedaan mereka dan menemukan cinta sejati? Ataukah jodoh memang tidak akan lari ke mana, namun butuh perjuangan untuk meraihnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EPI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Membangun mimpi bersama

Setelah menikah, Asillah dan Alfin memulai kehidupan baru mereka di sebuah rumah yang mereka desain bersama. Asillah, dengan latar belakangnya sebagai arsitek, merancang rumah itu dengan penuh cinta dan perhatian. Rumah itu menjadi simbol dari cinta dan harapan mereka.

Alfin tetap setia dengan profesinya sebagai dokter. Ia bekerja di sebuah rumah sakit ternama di kota itu, mengabdikan dirinya untuk membantu orang lain. Asillah sangat bangga dengan Alfin. Ia selalu mendukung Alfin dalam segala hal.

Asillah sendiri memutuskan untuk fokus pada penyembuhan trauma yang dialaminya. Ia mengikuti terapi dan konseling untuk mengatasi rasa takut dan cemas yang masih menghantuinya. Alfin selalu berada di sisinya, memberikan dukungan dan cinta tanpa syarat.

"Kau tidak perlu terburu-buru, Asillah. Aku akan selalu ada di sini untukmu. Kita akan melewati ini bersama-sama," kata Alfin, setiap kali Asillah merasa putus asa.

Dengan dukungan Alfin, Asillah perlahan-lahan mulai pulih. Ia mulai berani keluar rumah dan berinteraksi dengan orang lain. Ia mulai menikmati hidupnya kembali.

Suatu hari, Asillah merasa ada yang berbeda dengan dirinya. Ia merasa mual dan pusing di pagi hari. Ia juga merasa lebih cepat lelah dari biasanya.

Asillah kemudian memeriksakan dirinya ke dokter. Setelah melakukan beberapa pemeriksaan, dokter memberikan kabar gembira.

"Selamat, Asillah. Kau hamil!" kata dokter itu, dengan senyum yang lebar.

Asillah terkejut dan bahagia mendengar kabar itu. Ia tidak sabar untuk memberitahu Alfin tentang kehamilannya.

Saat Alfin pulang kerja, Asillah menyambutnya dengan senyum yang lebar. "Aku punya kejutan untukmu," kata Asillah, dengan nada yang misterius.

"Kejutan apa?" tanya Alfin, penasaran.

Asillah kemudian memberikan hasil pemeriksaan dokter kepada Alfin. Alfin terkejut dan bahagia melihat hasil pemeriksaan itu.

"Kita akan menjadi orang tua!" teriak Alfin, dengan mata yang berbinar-binar.

Alfin memeluk Asillah dengan erat. Ia merasa sangat bahagia dan bersyukur atas anugerah yang diberikan Tuhan kepadanya.

"Aku janji, aku akan menjadi ayah yang baik untuk anak kita," kata Alfin, dengan nada yang penuh haru.

Asillah tersenyum kepada Alfin. Ia tahu Alfin akan menjadi ayah yang hebat.

Selama masa kehamilan, Alfin selalu menjaga dan merawat Asillah dengan penuh perhatian. Ia tidak ingin Asillah merasa kelelahan atau kekurangan apapun.

"Kau harus banyak istirahat, Asillah. Jangan terlalu memaksakan diri. Aku tidak ingin kau sakit," kata Alfin, setiap kali Asillah ingin melakukan sesuatu.

Asillah merasa sangat dicintai dan dihargai oleh Alfin. Ia merasa beruntung memiliki Alfin sebagai suaminya.

Setelah sembilan bulan mengandung, akhirnya tiba saatnya bagi Asillah untuk melahirkan. Alfin dengan setia menemani Asillah di rumah sakit.

Setelah berjuang selama beberapa jam, Asillah akhirnya melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik dan sehat. Alfin tidak bisa menahan air matanya saat melihat bayi perempuannya.

"Dia sangat cantik, Asillah. Dia mirip denganmu," kata Alfin, dengan nada yang terharu.

Asillah tersenyum kepada Alfin. Ia merasa sangat bahagia dan lengkap.

Mereka berdua kemudian memberikan nama yang indah untuk bayi perempuan mereka. Nama itu memiliki arti yang sangat mendalam bagi mereka.

Kehadiran sang buah hati semakin mempererat hubungan Asillah dan Alfin. Mereka berdua belajar untuk menjadi orang tua yang baik. Mereka saling membantu dan mendukung dalam membesarkan anak mereka.

Asillah dan Alfin hidup bahagia dan harmonis. Mereka saling mencintai dan saling menghargai. Mereka berhasil membangun rumah tangga yang kuat dan bahagia, meskipun pernah diterpa badai yang

Kehadiran bayi perempuan mereka, yang mereka beri nama Aisyah, membawa warna baru dalam kehidupan Asillah dan Alfin. Namun, seperti pasangan baru lainnya, mereka juga harus beradaptasi dengan rutinitas baru yang cukup menguras tenaga, terutama di malam hari.

Malam pertama setelah membawa Aisyah pulang, Asillah dan Alfin sudah merasakan "nikmatnya" begadang. Aisyah menangis tanpa henti, membuat mereka berdua kelimpungan.

"Alfin, coba kamu gendong. Mungkin dia lebih nyaman sama kamu," kata Asillah, yang sudah menguap berkali-kali.

Alfin dengan sigap mengambil Aisyah dari gendongan Asillah. "Sini, sayang. Sama Papa, ya. Cup... cup... cup..." Alfin mencoba menenangkan Aisyah dengan berbagai cara, mulai dari mengayun-ayunkan tubuhnya hingga bersenandung lagu nina bobo yang liriknya sudah berantakan.

Namun, Aisyah tetap menangis. Bahkan, tangisannya semakin kencang.

"Aduh, gimana ini? Kok malah makin kencang?" tanya Alfin, panik.

"Coba dicek popoknya, Alfin. Siapa tahu dia pup atau pipis," saran Asillah.

Alfin dengan hati-hati membuka popok Aisyah. "Wah, benar! Penuh!" seru Alfin, sambil menutup hidungnya.

"Ya sudah, cepat diganti. Aku sudah ngantuk banget," kata Asillah, sambil memejamkan matanya.

Alfin dengan cekatan mengganti popok Aisyah. Meski awalnya merasa jijik, lama-kelamaan ia mulai terbiasa dengan kegiatan "wajib" para orang tua baru itu.

Setelah popoknya diganti, Aisyah akhirnya berhenti menangis. Alfin menggendong Aisyah dengan hati-hati dan membawanya ke tempat tidur.

"Nah, gitu dong. Anak Papa pintar," kata Alfin, sambil mencium kening Aisyah.

Namun, belum sempat Alfin merebahkan tubuhnya di samping Asillah, Aisyah kembali menangis. Kali ini, tangisannya terdengar lebih merdu dan memilukan.

"Aduh, kenapa lagi, ya?" tanya Alfin, bingung.

"Mungkin dia lapar. Coba disusui," kata Asillah, yang sudah membuka matanya lebar-lebar.

Alfin mengangguk dan memberikan Aisyah kepada Asillah. Asillah kemudian menyusui Aisyah dengan penuh kasih sayang.

Sambil menyusui Aisyah, Asillah dan Alfin saling bertukar cerita tentang pengalaman mereka hari ini. Mereka tertawa bersama, meski mata mereka sudah sayu karena kurang tidur.

"Ternyata jadi orang tua itu berat, ya. Tapi, aku senang bisa menjalaninya bersamamu," kata Alfin, sambil menggenggam tangan Asillah.

"Aku juga senang, Alfin. Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpa kalian berdua," jawab Asillah, sambil tersenyum.

Selain begadang, Asillah dan Alfin juga sering terlibat dalam perdebatan-perdebatan kecil yang lucu. Salah satunya adalah tentang siapa yang lebih pintar dalam mengurus Aisyah.

"Aku yang lebih pintar, dong. Aku kan seorang dokter. Aku lebih tahu tentang kesehatan dan perkembangan bayi," kata Alfin, dengan nada sombong.

"Enak saja! Aku juga pintar, tahu! Aku kan seorang arsitek. Aku lebih tahu tentang bagaimana membuat lingkungan yang nyaman dan aman untuk bayi," balas Asillah, tidak mau kalah.

"Tapi kan, aku yang lebih sering mengganti popok Aisyah," kata Alfin, mencoba mencari alasan lain.

"Itu karena kamu yang lebih tahan bau!" seru Asillah, sambil tertawa.

Perdebatan mereka selalu berakhir dengan tawa dan canda. Mereka tidak pernah benar-benar bertengkar. Mereka hanya saling menggoda dan menunjukkan rasa sayang mereka satu sama lain.

Suatu malam, saat mereka sedang begadang menjaga Aisyah, Alfin tanpa sengaja keceplosan tentang sesuatu yang seharusnya menjadi rahasia.

"Dulu, waktu kita masih pacaran, aku sering diam-diam datang ke rumahmu hanya untuk melihatmu dari jauh," kata Alfin, sambil menguap.

Asillah terkejut mendengar pengakuan Alfin. "Apa? Jadi, selama ini kamu menguntit aku?" tanya Asillah, dengan nada yang tidak percaya.

Alfin tersadar bahwa ia telah

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!