Kejadian satu malam dengan pria yang sangat membencinya membuat Vara memutuskan untuk meninggalkan kota dan mengubur harapannya dalam-dalam untuk melanjutkan pendidikan.
Kehidupan baru yang Vara kira akan tenang dan melupakan peristiwa buruk yang dialaminya ternyata hanya sementara saja. Hadirnya dua malaikat kecil di hidupnya membuat Vara mendapatkan cacian dari warga sekitar dari masa kehamilan sampai kedua anaknya lahir.
Setelah empat tahun berlalu Ibu yang mendapatkan tawaran untuk mengelola cafe milik kakaknya mengajak Vara untuk kembali ke kota. Ternyata nasib baik tidak berpihak kepada Vara. Setelah enam bulan ia pun dipertemukan kembali dengan Rangga ayah dari kedua anaknya. Perjalanan hidup baru Vara pun di mulai dengan terbongkarnya rahasia yang diketahui Rangga bahwa ia memiliki anak kembar dari Vara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Fero
Vara termenung memikirkan pertanyaan Rangga tadi siang yang masih terngiang di telinganya. Anak-anak sudah tidur dari satu jam yang lalu. Vara berdiri di depan jendela kamarnya melihat langit yang bergemuruh malam itu, sepertinya akan turun hujan, pikirnya.
Kapan kita akan menikah?
Pertanyaan itu selalu saja berputar-putar di kepalanya. Vara memejamkan kedua matanya diikuti helaan nafas yang kian memberat. Apakah menikah dengan Rangga adalah solusi yang tepat untuk saat ini, pikirnya. Mengingat anak-anaknya yang begitu bahagia bertemu ayahnya, rasanya Vara ingin melihat anak-anaknya selalu bahagia seperti itu setiap harinya.
Deringan ponsel mengalihkan Vara dari lamunannya, langsung saja ia menyambar ponsel yang berada di dekat meja jendela kamarnya. Dilihatnya nama Fero tertera di sana. Langsung saja Vara menggeser ikon bewarna hijau di layar ponsel miliknya.
"Hallo, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam, apa gue ganggu waktu tidur lo, Ra?"
"Enggak kok, kebetulan aku belum tidur Fer."
"Aku pikir kamu sudah tidur tadi, Ra. Biasanya jam segini kamu kan sudah tidur."
"Aku belum bisa tidur Fer, hehehe. Oh iya ada apa kamu menelefon Fer?"
"Begini Ra, apa besok kamu ada waktu? Ada yang ingin aku bicarakan bersama kamu Ra."
"Kenapa tidak datang seperti biasa saja ke cafe, Fer?"
"Bagaimana jika kita berbicara di luar saja Ra, apa kamu bisa?"
"Baiklah, ketemu di taman biasa saja ya Fer! Jam empat aku tunggu di sana."
"Baiklah Ra, aku tutup dulu ya! Mimpi indah ya, Ra!"
"Terimakasih Fer"
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh."
Vara meletakkan kembali ponsel yang digenggamnya setelah percakapannya bersama Fero berakhir. Tumben-tumbenan Fero mengajaknya bertemu di luar, pikirnya.
Hujan sudah pulai turun malam itu, diikuti suara gemuruh dan petir setelahnya. Vara menutup gorden jendela yang ia buka sebagian. Angin malam yang terasa menusuk kulitnya pun membuat tubuh Vara bergetar kedinginan. Vara memutuskan untuk merebahkan tubuh lelahnya di ranjang miliknya dan mulai memejamkan mata secara perlahan berharap saat pagi menyambut ia sudah mendapatkan keputusan yang tepat untuk masa depan kedua anak-anaknya.
***
Pengunjung cafe tampak ramai siang itu, Vara nampak kerepotan membantu pelayan melayani pengunjung dari kalangan mahasiswa yang berdatangan tak seperti biasanya. Sepertinya ada traktiran besar-besaran dari salah satu anak pejabat di kota itu yang sedang ulang tahun hari ini, kesimpulan yang Vara tangkap setelah Vara mendengarkan beberapa ucapan selamat yang datang dari teman-temannya.
Suasana cafe tampak ricuh oleh canda tawa mahasiswa yang sudah selesai menikmati sajian makanan yang dipesan mereka. Raut wajah Vara yang sedang menikmati pemandangan yang ingin sekali dirasakannya waktu itu pun berubah sendu, seandainya ia bisa melanjutkan pendidikannya waktu itu, pasti ia akan merasakan nikmatnya menjalani hari-hari menjadi seorang mahasiwa. Tapi pemikiran itu dengan cepat ditepisnya tatkala melihat kedua buah hatinya yang sedang berjalan kearahnya, sepertinya mereka baru saja bangun dari tidur siangnya.
Yura langsung merentangkan kedua tangan mungilnya meminta digendong Vara. "Bunda, Yula mau minum syusyu." Rengek Yura sembari menyandarkan wajahnya di bahu Vara.
Vara tersenyum melihat tingkah gadis kecilnya itu yang selalu saja menggemaskan setiap harinya. "Sebentar ya bunda buatin dulu, kakak Aidan mau minum susu juga sayang?" Gofa Vara yang tau jika putranya itu sangat tidak suka minum susu sama seperti dirinya.
Aidan memutar bola matanya melihat bundanya yang selalu suka menggodanya itu. "Tidak, bunda." Ucapnya jengah.
Vara mengelus rambut Aidan yang selalu berantakan sehabis tidur. "Ya sudah, bunda ambilin air putih saja ya buat Aidan." Ucap Vara lembut.
"Terserah bunda saja." Jawabnya datar.
Anaknya itu memang sangat irit dalam bicara, wajah dinginnya selalu saja mengingatkan Vara akan ayahnya. Sepertinya darah Rangga memang sangat deras mengalir di tubuh Aidan, pikirnya. Vara terkekeh sendiri dengan pemikirannya itu.
Vara beranjak menuju dapur setelah mendudukkan Yura dikursi yang tadi ditempatinya. Untung saja Yura tidak merengek meminta ayahnya untuk menemuinya hari itu. Vara pun sudah memberi pengertian sejak pagi kepada anaknya tentang Rangga yang tidak bisa menemui mereka hari ini. Karena tadi pagi sebelum berangkat ke cafe Rangga sudah menghubungi Vara jika hari ini dia sangat sibuk dengan proyek besar yang akan ditanganinya.
Jam sudah menunjukkan pukul tiga. Vara yang baru sadar akan janjinya bertemu dengan Fero hari ini pun langsung bergegas bersiap-siap karena waktu perjalan menuju taman memakan waktu setengah jam jika tidak macet.
"Loh, kamu mau kemana Ra?" Tanya ibu yang heran melihat anaknya yang sangat tergesa-gesa.
Vara memakaikan helm di kepalanya dengan cepat. "Mau bertemu dengan Fero di taman bu." Jawab Vara cepat.
Ibu menyerngit heran. "Loh, kenapa tidak bertemu di sini saja, Ra? Biasanya juga dia sering bertemu kamu dan anak-anak di sini."
Vara mengangkat kedua bahunya. "Entahlah bu, mungkin ada hal yang memang harus dia bicarakan berdua tanpa adanya anak-anak bu. Ibu kan tau jika Fero datang Yura langsung duduk bersamanya." Ucap Vara menjelaskan.
Ibu mengangguk mengerti. "Baiklah Ra, kamu hati-hati ya di jalan. Janga terlalu lama pulangnya. Nanti Yura bisa mengamuk mencari keberadaan kamu." Ucap ibu sambil mengelus bahu Vara.
"Vara usahakan tidak pulang malam bu, kalau gitu Vara titip anak-anak ya bu! Sekarang mereka lagi bermain bersama teman-temannya di ruko sebelah."
"Kamu tenang saja, Ra. Ibu akan menjaga mereka dengan baik jika Yura tidak memunculkan taringnya." Ucap ibu terkekeh.
Vara ikut terkekeh mendengar ucapan ibunya. "Ibu ada-ada saja, Vara berangkat dulu ya bu." Ucap Vara setelah mengucup pipi ibunya.
"Iya, Ra. Jangan ngebut!"
Vara mengangguk dan berlalu dari hadapan ibu menuju motor kesayangannya.
***
Panasnya sinar matahari masih terasa sore itu, sesekali Vara menyerngit akan cahaya yang menembus masuk ke dalam kaca helmnya. Vara melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Untung saja anak kuliah belum pulang, jadi ia bisa mengendarai motor sembari menikmati pemandangan di sekitar jalan yang ia lalui dengan tenang.
Sesampainya di taman, dilihatnya Fero sudah menunggunya dengan kemeja kerja yang masih melekat di tubuhnya. Vara melirik jam tangannya, masih kurang 10 menit dari waktu yang dijanjikan. Dengan langkah cepat Vara menghampiri Fero dan duduk bersebelahan setelah tersenyum kepada Fero terlebih dahulu.
"Sudah lama Fer?" Tanya Vara tidak enak.
Fero tersenyum melihat raut tidak enak dari wajah pujaan hatinya. "Belum, gue juga baru nyampe, Ra." Jawab Fero.
"Apa kamu gak kerja Fer?"
Fero menggeleng sembari merapikan rambut Vara yang sedikit berantakan. "Gue lagi gak terlalu sibuk hari ini Ra. Sebelum kesini kerjaan gue udah beres, jadi ya tenang aja.
Vara berdehem menyadarkan Fero akan perbuatannya.
"Eh, maaf." Ucap Fero tidak enak.
Vara hanya mengangguk dengan rona merah yang sudah muncul di kedua pipi mulusnya. "Jadi ada apa yang ingin kamu bicarakan bersamaku Fer?" Tanya Vara mengalihkan rasa gugupnya.
"Ini tentang kita, Ra." Ucap Fero yang membuat Vara tersentak mendengarnya.
RANGGA KAMU SALAH MENILAI VARA YG MSH LUGU SUCI