NovelToon NovelToon
Tantrum Girl

Tantrum Girl

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Cintamanis / Teen School/College / Basket
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Daisyazkzz

⛔ jangan plagiat ❗❗
This is my story version.
Budayakan follow author sebelum membaca.

Oke readers. jadi di balik cover ungu bergambar cewek dengan skateboard satu ini, menceritakan tentang kisah seorang anak perempuan bungsu yang cinta mati banget sama benda yang disebutkan diatas.
dia benar-benar suka, bahkan jagonya. anak perempuan kesayangan ayah yang diajarkan main begituan dari sekolah dasar cuy.
gak tanggung-tanggung, kalo udah main kadang bikin ikut pusing satu keluarga, terutama Abang laki-lakinya yang gak suka hobi bermasalah itu.
mereka kakak-adik tukang ribut, terutama si adik yang selalu saja menjadi biang kerok.
tapi siapa sangka, perjalanan hidup bodoh mereka ternyata memiliki banyak kelucuan tersendiri bahkan plot twist yang tidak terduga.
salah satunya dimana si adik pernah nemenin temen ceweknya ketemuan sama seseorang cowok di kampus seberang sekolah saat masih jam pelajaran.
kerennya dia ini selalu hoki dan lolos dari hukuman.

_Let's read it all here✨✨

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisyazkzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

•Bukan milikmu•

Kehidupan yang monoton, pemandangan menyebalkan di daerah ramainya kampus, suara klakson di jalan raya.

Zyle berhasil melewati semuanya sendirian. Ia terus menutup telinga dengan headset mendengar beberapa lagu yang melantun lembut selama sepekan.

selain kamarnya yang kosong, kamar sebelah pun mulai terdengar sepi. Rupa-rupanya, Gwen sudah keluar dari sana untuk melanjutkan proses pernikahan resminya dengan sang kakak, Ren.

Kakaknya itu sudah sukses, mempunyai kerja tetap, bayarannya tinggi, namun agak sibuk.

Dua hari sebelum acara pesta besar, dimana kedua mempelai sama-sama mengucap janji, Ayah dan bunda datang ke sini demi melihat hari berbahagia yang Meraka tunggu-tunggu selama puluhan tahun.

Zyle juga ikut senang. Gwen yang ia kenal sebagai perempuan hebat ternyata malah terikat garis takdirnya dengan sang kakak sampai di langkah terakhir mereka akan resmi menjadi pasangan.

"Kakak..nikah..." Senyum Zyle memandangi undangan berupa animasi yang dikirim padanya.

Seakan mengedipkan mata, waktu berjalan, terus berputar secepat detik jarum jam. Melewati dan mengubur masa-masa sekolah yang bahagia, membawa kita keluar dari zona nyaman sampai akhirnya berhasil di tengah kerja keras masing-masing.

'Trrrr...' hp Zyle berbunyi. Bertuliskan nomor dengan nama, 'kak Ren Zizi'.

"Halo?"

"Gimana? Adik kakak mau datang kan?"

Suara Ren membuat Zyle hampir berjingkrakan, senang. "Iya! Iya mau!! Kak, minta ayah bunda jemput Zizi ya!"

"dasar anak manja. Tapi tidak apa-apalah, ayah dan bunda katanya memang mau bertemu kamu di tempat acara."

Zyle memprotes, "hah, kok di acara sih? Gak dijemput nih Zizi?"

"kamu bareng Damara ya. Devano sudah ada disini dari siang." kata Ren, seketika membuat jantung Zyle berdetak cepat.

"o-oke. Yaudah. Sebentar lagi Zizi mau berangkat." telfon langsung buru-buru ditutupnya.

"Zyleeee~~" Damara muncul dari balik selimut, bergelung bagai kucing.

Ya, semenjak Gwen pergi dan kamarnya sepi Damara jadi sering menginap di kamar Zyle, dia benar-benar tidak suka keheningan.

"Kapan sih acaranya??" tanya Damara memelas, "semoga tidak sampai malam.."

"ayo dong bangun, mandi!!" gantian Zyle marah-marah menyeret tubuh Damara yang beratnya empat puluh delapan kilo.

Ren memang sengaja memilih mengadakan acara pernikahannya di hari Minggu, agar para tamu bisa datang tanpa kesibukan. Contohnya Zyle sendiri yang terkadang masih ada kuliah di hari Sabtu.

***

"BUNDAAAAAA!!! AYAHH!!!!"

Gadis kecil mereka kini berlarian diatas lantai marmer berlapis karpet indah bertabur kelopak-kelopak bunga.

Dalam sekejap melompat lagi ke dalam pelukan kedua orang tersayang yang sudah lama tidak dilihatnya.

"Bunda, bunda, Zizi bawa hadiah buat kakak!!"

Sang ibu menitikkan air mata lembut, nyaris tak terlihat, memeluk erat putrinya. "Zizi, bunda kangen kamu sayang...kamu cantik banget, bunda sampai pangling!"

Bagaimana tidak? Kali ini seorang Zyle tampil dengan balutan dress putih anggun berhias konsep peri, di dandani super mempesona oleh Damara.

"Bunda, Zizi juga bawa sk-" ia urung mengatakannya. Bisa-bisa momen haru ini berubah kacau.

Ayah juga maju mengelus rambut halus Zyle. "kamu sehat Zyle? uang jajannya kurang?"

Zyle melepas bundanya, lanjut memeluk lengan ayah. "nggak ayah, udah. Kebanyakan. Walaupun Zizi sering jajan banget."

"masa? Kalau kurang-"

"cukup sayang. Zyle harus belajar hemat." potong bunda. Lantas menggandeng Zyle sekaligus menarik lengan sang suami.

Mereka bertiga disambut hangat di depan pintu masuk acara. Sebuah aula gedung yang disewa Ren.

ada karpet merah panjang digelar di tengah sampai depan panggung tempat pengantin, di sebelah kiri disediakan tempat khusus keluarga kedua mempelai dengan meja jamuan tersendiri, beserta berbagai macam dessert enak, membuat Zyle ngiler setengah mati.

Semua bangku tamu penuh, hiasan-hiasan disusun meriah berkesan mewah, Zyle berusaha menebak kira-kira berapa biaya yang kakaknya habiskan untuk semua ini.

Acara dimulai setelah kedatangan bunda, Ayah, dan Zyle. Gadis itu memberi tepuk tangan paling heboh begitu kakaknya mengucap sumpah di depan semua tamu sambil mencium dahi Gwen.

Wanita yang menjadi istri sah Ren mulai detik ini, dia seperti mutiara indah dengan gaun penuh kemerlap aksesori kecil, memberi senyum lebar pada Zyle di bangku paling depan.

Zyle tertawa, menatap semua kesenangan ini, ayah, bunda, wajah yang perlahan berubah itu mulai menunjukkan kerutan bahagia kembali. mereka berdua merasakan luapan kebahagiaan yang lebih besar.

"Lempar!" pembawa acara memeriahkan acara itu dengan meminta mempelai wanita melemparkan bunga tangan miliknya pada penonton.

namun, Gwen malah turun dari panggung sambil mengangkat gaun lebar itu, menghampiri Zyle, kemudian berjongkok, "Zyle, relakan kakakmu untukku ya?"

Tangan Zyle digenggam, hangat, merasakan balutan sarung tangan putih Gwen.

Dia malah menangis, mengeluarkan tetesan air mata. mengangguk, menerima uluran tangan Gwen yang memberinya bunga.

Serentak semua tamu bertepuk tangan. Gwen tersenyum puas, kembali naik ke atas panggung untuk pemotretan.

Hari itu, Zyle merasa dibelah dua. Setengah bahagia, setengah lagi sedih. Tapi, tidak apa-apa demi sang kakak.

Tangan besar itu bukan lagi menggandeng dirinya, bukan lagi menggendongnya, bukan juga menjadi sandaran. Sekarang terus menggenggam erat tangan sang istri penuh cinta.

Zyle menunduk, sambil asyik mengunyah dessert. "enak ya...nikah.."

Jangan tanya Damara kemana, karena setelah memberi hadiah dan mengucapkan selamat dia langsung pergi karena ada shooting iklan brand ambassador. Zyle jadi malas pulang sendirian.

Untungnya ada bunda dan ayah. penginapan mereka dekat apartemen Ren.

Tapi, sialnya, beberapa jam setelah acara selesai, Zyle tiba-tiba merasa mual, terlalu banyak makan manis.

Gadis itu berlari ke toilet gedung di belakang untuk muntah, malah tidak keluar sama sekali. Rasanya muntah itu tertahan. Zyle tak ambil peduli meskipun perutnya terasa tidak enak, tapi yang penting ia mau pulang dulu.

Saat Zyle keluar setelah keribetan memakai heelsnya dari toilet, dia mencari bunda dan ayah, tapi keberadaan mereka dimana-mana tidak terlihat. ketika ditanyakan ke Ren, dia bilang bunda dan ayah sudah pulang duluan.

Zyle merasa agak kecewa ditinggal, mana keadaannya sedang kurang fit. Alhasil, Ren yang khawatir meminta tolong Devano mengantar Zyle ke penginapan orang tua mereka yang letaknya juga tidak jauh dari apartemen Devano sendiri.

Takut, cemas, khawatir segera menggerayangi pikiran Zyle. Tapi ternyata Devano mau melakukan itu tanpa berkata apapun.

Dia berjalan di depan, menghentikan sebuah mobil taksi diluar gerbang gedung, jalan raya besar.

memandang punggung lebarnya saja membuat Zyle menelan ludah. takut tiba-tiba dia marah dan meninggalkannya di jalan.

tanpa banyak gaya lagi, Zyle masuk ke dalam mobil, agak kesusahan dengan gaunnya kalau bukan karena Devano yang membantu.

Mobil pun mulai berjalan, kencang, namun tak lama mereka terjebak kemacetan di tengah-tengah. Zyle merasa kantuk menyerang, perlahan mulai tertidur tenang.

Dia sama sekali tidak tahu kalau Devano menatapnya, bahkan menyentuh lengannya yang terasa dingin. lalu cowok itu memakaikan Zyle blazer tebal yang hangat mengeluarkan harum parfum khas Devano. Seolah dia sedang memeluknya.

lantunan suara rintik gerimis diluar sana membuat Zyle semakin lelap tertidur. Sementara Devano terdiam menyandarkan kepalanya di kursi sambil berkali-kali mendengus lelah.

Akhir-akhir ini jadwalnya begitu padat, kantor sedang sibuk menjelang peluncuran produk baru. Ada banyak yang harus diurus.

"Sudah sampai, nak muda."

Suara sang sopir taksi menyadarkannya, mobil berhenti di depan palang masuk ke parkiran apartemen elite.

"terima kasih pak." Devano turun duluan, menyerahkan uang sejumlah tarif.

"Nak, apa kau bertengkar dengan istrimu?" tanya si sopir.

"Tidak. Tidak apa-apa.." Devano memberi senyum tipis, lantas dengan hati-hati dia menggendong Zyle di punggung lebarnya dengan heels di tenteng di tangan sambil menutup pintu mobil.

Zyle mulai merasa ada yang aneh. Gadis itu mulai membuka mata, tiba-tiba perutnya bergolak, dan detik selanjutnya ia mengeluarkan muntah di leher kemeja Devano.

Devano terkejut, "Zyle, kau muntah?!"

"MAAF! MAAF!!! AKU BENAR-BENAR NGGAK SENGAJA!!" Tak kalah panik, Zyle meronta-ronta rusuh berusaha mengelap muntah itu dengan bawah gaunnya.

Devano cuma mendengus ringan, mengencangkan gendongan. "Diam Zyle. ayo kita ke rumahku dulu."

Entahlah, Zyle sendiri merasa jijik melihat muntahnya sendiri. Masih untung Devano nggak sejahat itu reflek melemparnya jatuh.

Depan baik banget... gimana aku bisa nggak suka...Lirih Zyle, setengah senang karena akhirnya bisa melihat apartemen Devano.

perlu menaiki lift, melewati dua lantai. Sepanjang perjalanan di lobi beberapa orang memandangi mereka. lebih tepatnya terpesona.

Devano membuka pintu apartemennya dengan kartu khusus, lalu mereka berdua masuk dalam keadaan yang lumayan kacau.

Zyle didudukkan diatas kursi dekat meja makan, gaun putih itu berantakan. Sementara Devano berdiri melepas kemejanya yang terkena muntah di dalam kamar mandi.

"semoga Depan gak ilfeel.." kikuk Zyle, merasa malu sekaligus bersalah.

Gadis itu menunggu di depan pintu kamar mandi.

Begitu Devano keluar, kedua mata mereka saling bertemu.

"J-jorok ya?!! Sini Zizi aja yang cuci!" spontan Zyle

"tidak perlu. Sudah kucuci. Apa kamu masih mual? pusing? ganti gaun itu dengan baju ini, aku akan ambilkan obat." Devano menyodorkan pakaian kaus hitam bergambar kucing putih, kemungkinan milik Damara.

Zyle mengangguk senang. Akhirnya ia bisa melepas gaun sialan itu.

Setelah berganti baju, Zyle keluar menghampiri Devano yang masih sibuk memasak sesuatu.

Zyle duduk di kursi, menatapnya dari belakang. Padahal baru pulang, memang nggak capek?

"Sudah selesai? Minum obatnya. Harus aku suapi?"

Zyle terkekeh, "nggaklah. Gak lihat Zizi udah gede begini?"

Devano balas tersenyum tipis disertai dengusan kecil. "ingat aku pernah menyuapi kamu obat dulu?"

"i-itu kan udah lama! Depan kebiasaan bikin orang malu!" Zyle manyun, memukul meja.

"Sudah matang." Devano mengambil mangkuk, menuangkan bubur sereal original tanpa gula yang masih hangat. "makan ini."

"Hah, buat Zizi? Depan makan apa?"

"Aku mau membereskan berkas dulu.."

"Depan, segitu sibuknya ya? Zizi minta maaf.....waktu itu bikin rusuh. Depan marah?"

Yang ditanya malah memasang wajah lupa. "Hm? Tidak masalah, aku sudah biasa menangani masalahmu."

Zyle berdecih. Dasar, seakan aku yang paling bermasalah di dunia ini.

Gadis itu lalu mencoba bubur bikinan Devano, rasanya enak juga meskipun agak tawar. Ditambah minum air hangat dari dispenser.

malam semakin larut, Zyle diperbolehkan tidur di kamar Devano. Sementara sang empu memilih tidur di ruang kerjanya setelah nyaris bergadang sibuk mengerjakan sesuatu di depan laptop.

Kamar ini benar-benar nyaman, berselimut wangi khas Devano. kemewahannya bisa membuat Zyle lumayan terkesan, apalagi sangat rapi.

***

Alarm berdering. Gadis berambut dicepol bulat itu cepat-cepat beringsut bangun, keluar kamar, membuka tirai jendela yang menampilkan langit cerah di pagi hari.

Niatnya Zyle gantian ingin memasakkan sarapan untuk sang tuan rumah, nekat saja, kan ada banyak resep di gadget.

Makanan pertama yang dibuatnya adalah pancake simpel dengan madu berbentuk hati, sialnya malah jadi macam kertas lusuh. Tapi tak apalah, lanjut ke menu kedua yaitu roti manis yang dipanggang.

bentuk pancake itu tidak menarik, tapi Zyle berusaha hati-hati meletakkannya diatas piring dihias strawberry dari kulkas Devano. Tinggal mengangkat roti di dalam oven.

"Panas gak ya?" sambil menggigit bibir bawahnya, Zyle berhati-hati mengeluarkan loyang dengan sarung tangan anti panas.

"uh, berhasil.." gumam Zyle senang, menyusun satu di piring, dan satu lagi, perlahan penuh hati-hati.

'PRANG!'

Zyle meringis, loyang panas itu jatuh mengenai punggung kakinya.

Serentak sang tuan rumah muncul dengan wajah panik. Terbangun.

"Zyle! loyangnya panas ya?!" Devano mendekat, meraba kaki Zyle yang memerah. "apa lagi yang kamu lakukan?"

Gadis itu takut-takut menunjuk ke atas meja. "itu....buat Depan.."

Devano memandang dua piring makanan, bentuknya kacau, saat ia melihat ke atas kitchen set pun, semuanya berantakan. Tepung dimana-mana.

Devano geleng-geleng, menatap lembut Zyle. "Kenapa semuanya begini zi?"

"Kan cuman mau masakin. Zizi juga mau masakin buat Depan...aku bukan anak kecil lagi...."

Mendengar jawabannya, Devano terkekeh. "semuanya harus dipelajari Zi. Gak cukup cuma berdasarkan membaca, memasak itu ilmu praktek." dengan sabar Devano mengambilkan olive oil, dioleskan pada kaki gadisnya.

"iya, tapi Zyle kan mau surprise." masih saja menjawab.

"aku udah kaget melihat kekacauan ini." ucap Devano disusul senyum menahan emosi.

"ya, maaf dong pak dosen. pak, bantuin bikin tugas dong~" pinta Zyle mengalihkan topik.

"kamu mengajakku kerjasama? Tidak bisa. Tidak adil." tolak Devano tegas.

Saatnya Zyle mengeluarkan jurus terakhir, sudah teruji ampuh pada Ren. Jurus legendaris.

wajah imut, mata mengerjap-ngerjap ala kartun jepang, dengan tangan memohon di dagu, "Pwisss???"

Devano yang lemah dengan kelakuan unik begini langsung mengusap wajahnya yang berubah memanas.

"Yaaa~~? Boleh kan? Iya?"

"sana makan dulu."

Zyle meloncat-loncat kegirangan. "akhirnya Boleh!"

Mereka pun menikmati sarapan hasil masakan eksperimen Zyle.

Devano memandangnya sedang makan dengan lahap, pipi bulat seperti bakpao. Dia terus begitu.

Devano menarik nafas. Padahal selama ini ia menunjukkan sedikit sisi tegasnya pada gadis itu agar dia tidak terbiasa bergantung pada orang lain dan menunjukkan pesonanya sendiri. Tapi ternyata kebiasaan sulit diubah sepenuhnya.

Setidaknya Zyle lebih bisa mengendalikan diri.

Selesai makan, Devano menunggunya di ruang tamu menyiapkan materi yang akan dibahas. Bisa dibilang les privat dadakan. Tentu saja setelah membersihkan sisa kekacauan tadi.

"Depan lucu pakai kacamata." Zyle iseng menggoda. Toh memang nyatanya begitu.

"jangan lihat aku. Lihat saja kertasnya."

Zyle malah mengulum senyum. Ucapan itu mengingatkannya pada tiga tahun lalu.

***

1
Jeremiah Jade Bertos Baldon
Ngangenin
Daisyazkzz: baca terus ya!
total 1 replies
Aono Morimiya
karya ini bikin gue ketagihan baca terus!
Daisyazkzz: makasih💌
jangan lupa baca karya author yang lain juga ya!
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!