NovelToon NovelToon
Mengejar Cinta Gadis Bercadar Gamon

Mengejar Cinta Gadis Bercadar Gamon

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Duda / CEO / Cinta Paksa / Beda Usia
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Cengzz

KISAH PERJUANGAN SEORANG LAKI-LAKI MENGEJAR CINTA GADIS BERCADAR YANG BELUM MOVEON SAMA PRIA MASA LALUNYA.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11

Setelah menangis, Bella menerima telepon dari Sabrina yang mengajaknya ke rumah. Tanpa pikir panjang, ia menyetujui dan segera berangkat menuju mansion megah milik adiknya itu. Usai melaksanakan sholat Ashar, keduanya sibuk dengan aktivitas masing-masing di dalam kamar.

Kini, jarum jam menunjukkan pukul empat sore. Bella masih setia duduk di tepi ranjang, jemarinya lembut membalik halaman Al-Quran, berusaha menenangkan hati yang gundah. Sementara itu, Sabrina sibuk di walk-in closet, mengenakan croptop putih ketat yang dipadukan dengan celana training panjang berwarna senada. Setelah selesai, ia melangkah keluar dan menghampiri Bella.

"Mbak," panggilnya lembut.

Bella segera mengucap "Shodaqollahul adzim", lalu menutup Al-Qurannya. Matanya yang teduh menatap Sabrina yang berdiri di hadapannya—lekuk tubuhnya terpampang jelas lewat pakaian ketat yang dikenakannya.

"Astaghfirullah, Dek. Kamu mau kemana? Pakaiannya ketat sekali," Bella mengelus dada, menggeleng pelan.

"Mau nge-gym, Mbak. Hehe!"

"Astaghfirullah, yakin pakai baju begitu? Kalau ada laki-laki yang tergoda gimana? Ganti dong, jangan pamerkan tubuh," pinta Bella lembut. Dalam hati, ia mengakui betapa proporsional tubuh adiknya—bak gitar Spanyol, idaman banyak wanita. Sungguh perfect, Pantas saja arhan tak mau berpaling dari istrinya. Sesempurna ini ternyata adiknya. Pikir Bella sedih.

"Astagaa, aku kan nge-gym di rumah! Lagian Mbak belum pernah lihat aku olahraga sore ya?" Sabrina menggaruk tengkuk, heran.

Bella menggeleng. Sabrina memang sering olahraga di rumah dengan pakaian terbuka, tapi selama ini Bella tak pernah menyaksikannya.

"Yaudah, ikut aku nge-gym yuk, Mbak! Sekali-sekali boleh dong. Banyak manfaatnya!" bujuk Sabrina antusias sebelum Bella sempat menolak.

Bella tersenyum. "Boleh. Tapi olahraga ringan saja, ya."

"Gas! Ganti baju dulu, Mbak. Pakaian kayak aku juga gapapa, kan di sini gak ada laki-laki."

Bella mengangguk, lalu berjalan ke walk-in closet. Tak lama, ia keluar dengan croptop hitam dan celana training serupa, rambutnya dikuncir rapi. Sabrina terpana—di balik pakaian tertutupnya, ternyata Bella memiliki tubuh yang tak kalah memesona.

"Wah, body Mbak bagus banget!" puji Sabrina, mengakui body Bella goals.

"Masih kalah sama kamu," balas Bella malu-malu.

"Ah, bisa aja. Pantas aja Bang Lucky suka, cantik, paham agama, body oke pula!" goda Sabrina sambil menyeringai.

"Dih, bahas dia terus. Lagian Mbak juga gak suka sama dia," Bella mencubit pipi Sabrina.

"Kasihan Loh bang lucky, mbak. Ditolak lamarannya sama kamu." Ucap Sabrina teringat video yang dikirim digrup.

"Bukan urusan mbak. Lagian, mbak nggak suka sama dia. "Bella mengedikkan bahunya, tak peduli. Tak ada sedikitpun sorot ketertarikan pada sosok lucky. Baginya lucky hanya laki-laki liar yang berani menyentuh wanita, seolah itu hal biasa saja, istilahnya sembarangan. Padahal, bagi Bella. Tak semua wanita suka disentuh dengan cara sembarangan, ada batasan, ada larangan dan dosa. Setiap sentuhan harus disertai ikatan sah. Jangan hanya karena lucky pengusaha dan tampan bisa seenaknya melakukan tindakan seperti itu. Bella risih sama lucky.

"Terus suka sama siapa?" Tanya Sabrina melambaikan tangannya didepan wajahnya. Sebab Bella hanya diam saja.

"Sama almarhum suamimu." Jawab Bella terhenyak, memasang wajah biasa saja. Namun, beda dengan hatinya yang tiba-tiba berdenyut.

"MBAK!!"

Sebelum Sabrina mencubitnya, Bella sudah kabur. Keduanya saling kejar-kejaran, tawa riang memecah kesunyian dilantai 2.

"Gak boleh ada yang suka sama almarhum suami aku! Sini kamu, mbak. aku mau pukul!" teriak Sabrina, cemburu buta.

"Bercanda, Dek! Mbak beneran bercanda doang. Mbak gak pernah suka sama dia!" Bella tertawa terengah. Menyembunyikan perasaannya. "Dia sudah meninggal, gak mungkin aku...." Gumam Bella nyaris berbisik. Hatinya getir.

"Awas aja kalau beneran! Aku siap ribut sama mbak! Aku nggak peduli walaupun mbak itu saudara kandungku sendiri! Siapapun yang berani suka sama kak arhan! Aku ributin, apalagi mencoba merebutnya. Aku gak akan segan-segan menghabisi dia" ancam Sabrina serius dengan mata melotot, penuh amarah.

"Nggak dek, nggak bakalan kakak ngerebut dia. Aneh-aneh saja kamu ini. Laki-laki didunia ini masih banyak." Bella terkekeh geli, menutupi perasaannya sendiri. Jantungnya berdebar kencang, ketakutan mendengar ancaman. Tersebut. Setegas dan seposesif itu Sabrina? sampai-sampai tidak akan membiarkan arhan direbut oleh wanita manapun?

Setelah berdamai, mereka menuju gym pribadi. Bella memilih dumbel ringan, sementara Sabrina langsung mengangkat beban lebih berat. Meski berbeda intensitas, keduanya menikmati sesi olahraga itu.

Usai gym, tubuh mereka basah oleh keringat. Sabrina mengusap wajah dengan handuk, lalu memberikan botol air pada Bella.

"Jazakillah Khair," ucap Bella.

"Alhamdulillah, seger ya," Sabrina tersenyum, lalu tiba-tiba curhat tentang masa lalunya—bagaimana ia hamil di usia muda, tekanan dari orang tua yang menyuruh menggugurkan atas dasar tidak setuju dengan Sabrina yang menggantung tanpa adanya sosok suami. hingga keputusannya mempertahankan bayi itu karena cintanya pada Arhan. Saat itu Sabrina mengatakan jika dirinya tak memberitahukan bahwa yang menghamilinya arhan melalui jebakan orang-orang jahat.

Bella terkejut. "Mama-Papa gak marah?"

"Awalnya mau kugugurkan, tapi aku gak tega. Aku sayang banget sama kak Arhan. Aku siap mengandung anaknya, meski aku gak mau ngasih tau bahwa dia yang menghamiliku, kak. Semuanya bukan salah dia. Biarkan orang-orang nggangep aku terlalu naif karena gak mau meminta pertanggung jawaban darinya, aku gak peduli. Aku sayang sama dia, aku gak mau jadi orang egois ingin memilikinya dengan cara itu. Ini hidup aku, pilihan aku..... Aku ngedesak mamih sama papih agar membiarkan aku mengandung hingga akhirnya mereka mendukung," Sabrina menghela napas.

'kenapa dia nggak ngambil kesempatan itu? Kalau aku pasti sudah mengambil ya. Takdir selalu mendukung kamu, sabrina. Kamu bisa memiliki segalanya, termasuk arhan.' batin bella. Hatinya hancur berkeping-keping mendengar pernyataan itu. Hamil diluar nikah? Dan Arhan orangnya. Nafasnya tercekat, dadanya sesak seolah diremuk sekuat-kuatnya. Sakit tak berdarah.

"Tapi… semenjak Arsa ngusir dan nggak nggangep kak Arhan lagi sebagai ayahnya. sampai dia meninggal… aku mulai benci sama sikap anakku sendiri."

Air matanya menetes. Bella segera memeluknya dengan perasaan berkecamuk.

"Dek, jangan salahkan Arsa. Semua sudah takdir." Suara Bella tercekat, matanya memejam. Dadanya bergemuruh, seakan bisa merasakan betapa sakitnya hati arhan saat Arsa tidak menggangap lagi pria itu ayahnya perkara fakta pahit yang tak pernah dia inginkan terjadi.

"Mbak ngomong gitu Gampang banget, mbak. Kalau Mbak yang ngalamin, pasti—"

Ting nong!

Bel rumah berbunyi. Sabrina mendengus kesal, tapi bangkit, berjalan tergesa-gesa menuju meja. Sementara Bella hanya terdiam, air mata menetes tanpa bisa ia tahan. Hanya dua yang membuatnya sedemikian, rasa perih dan tak rela.

'kamu terlalu beruntung dek. Hiks.... Aku memperbaiki diri, bersungguh-sungguh dalam segala hal. Menjaga hati, menjaga sikap, menjaga diriku sendiri demi dia. Bahkan aku Menyelipkan nama dia dalam doa. Tapi apa? Aku tidak bisa memilikinya.' batinnya, air mata Bella mengalir deras, membasahi pipinya.

'Sakit banget. Aku hancur dek. Perasaanku tidak terbalaskan sama sekali. Aku pakai jalur langit untuk dia, aku titip perasaan ini ke tuhan, berharap kalau dia memang untukku, dia bakal kembali. Tapi ternyata, dia tidak bersatu denganku. Justru, Dia disatukan sama kamu lewat takdir. Tak peduli seberapa keras aku berjuang dan berdoa, takdir tetap memilih kamu, dek. Bukan aku. Sehebat apapun caranya. Tetaplah takdir yang menjadi pemenang.' lanjutnya membatin. Bahu Bella bergetar, hatinya berguncang hebat seolah menggambarkan betapa runtuhnya perasaannya. Perasaan ini sungguh sulit untuk dikontrol, seolah menguasai dirinya, menyuruhnya menghalalkan segala cara demi mendapatkan dia (arhan). Namun sebisa mungkin Bella mencegahnya, mencoba meredakan perasaan, meski kewalahan sendiri menghadapinya.

Bella mengusap air matanya dengan kasar. Sorot matanya menajam ditujukan pada Sabrina yang tengah memunggunginya didepan sana.

Bella mengira cintanya lah yang paling lama, yaitu 7 tahun untuk arhan. Tapi perkiraannya salah. Masih ada Sabrina, ternyata cinta adiknya jauh lebih dulu tumbuh. di banding dirinya, sudah 17 tahun lamanya sabrina mencintai arhan.

'aku selalu terlambat dan kalah darinya.' gumam Bella dalam hati, menghapus air matanya. Memasang wajah tenang kembali, berusaha seceria mungkin didepan Sabrina. Ia bukan benci, bukan juga dendam. Tapi merasa iri dengan Sabrina yang bisa mendapatkan arhan, selebihnya ia tak peduli.

Sabrina menghampirinya. Mengajak Bella turun tanpa mencurigai kakaknya yang sehabis menangis. Disepanjang perjalanan Sabrina mengatakan livy dan Eva datang kesini. pintu terbuka. Ternyata Livy dan Eva, sahabatnya, datang berkunjung.

"Wah, ini Mbak Bella? Cantik banget! Body kalian sama kerennya!" seru Livy kagum.

"Iya, mirip banget kalian berdua. Jadi susah bedainnya!" timpal Eva.

"Gampang, kok. Aku pakai putih, dia hitam," Sabrina tertawa.

"Tapi tetep aja, susah beb! Body kalian bagus banget. Nikin kita berdua iri!" Livy mengeluh. "Caranya gimana sih beb? Body Lo dari dulu bagus banget! Triknya apaan?"

Sabrina menggeleng. "Genetik, Liv. Bawaan lahir."

"Pantesan, Tante Aluna juga masih cantik!" Eva tersenyum.

"Nah, itu kuncinya: jaga pola makan, hindari gula, minyak, tepung berlebihan, dan rajin perawatan," Sabrina memberi tips sambil tersenyum.

"Sulit banget! Gue kalau nggak makan gituan, keknya gak bisa deh beb! Beda sama Lo, dah terbiasa." Jawab livy.

"Aku tetap ngonsumsi gula, tepung, minyak dan jarang perawatan dek. Kok bisa?" Tanya Bella heran.

"Mungkin emang genetik kali. Asumsi aku doang ya. Soalnya aku juga bingung. Emang gen mamih bagus banget tau, mbak. Padahal, mamih udah berumur loh!"

"Bener dek. Mamih sudah berumur, tapi mukanya masih muda banget." Jawab Bella mengakui bahwa Aluna masih sangat-sangat cantik. Wanita itu tidak kelihatan seperti 50 tahunan. Bagi Bella, rupa Aluna seperti wanita berusia 25 tahun.

Livy tiba-tiba Duduk dan menyeletuk, "Om Roy juga masih ganteng, ya? Gagah banget—"

"Eh, Lo mau ngerebut bokap gue? Pengen jadi pelakor? Awas aja kalo sampe kejadian. Siap-siap, nih piring gue timpuk ke muka Lo Liv!" Sabrina duduk sambil menggenggam piring, mengancam tak main-main.

"Jadi keinget kak lucky yang banting gelas!" Celetuk Eva, membuat semua tertawa.

"Bercanda, beb! Gue masih belum move-on sama Kevin kok," Livy Menghela nafas berat, menyesap air mineral dengan perasaan campur aduk.

Ah!

Ucapan livy barusan, berhasil memicu perasaannya kembali pada arhan, hal itu membuatnya sedikit pusing.

"Move-on emang sulit," Sabrina menghela napas, lalu tersenyum.

"Apalagi kalau keinget kenang-kenangan sama dia.... Rasanya kayak ditarik ke masa lalu.... Ngebuat kita sulit banget ngelupain. Kadang sering banget muncul sendiri. Hati tiba-tiba nyeri, air mata netes aja." Ucap livy lirih.

Bella menghela nafas berat, berusaha menenangkan kegundahan hatinya. "Va! Boleh nanya?"

"Nanya apa mbak?" Kata Eva mengerutkan kening, tumben.

"Kamu pernah pacaran?" Tanya Bella serius.

"Eva nggak pernah pacaran mbak! Dari dulu juga dia mah sendiri Mulu. Sampe kita-kita kuliah pun dia gak pernah pacaran. Padahal, banyak yang manfessin dia tau!" Sabrina yang menjawab, Eva terkekeh.

"Kalian kuliah juga? Sama siapa aja dek? Eva, livy?" Tanya Bella penasaran. Mencoba menggali-gali tentang arhan yang siapa tau kuliah juga, kalau dijawab.

"Iya, mbak. Aku kuliah bareng livy, Raka, Eva sama Kevin. Kami berempat satu kampus." Jawab Sabrina lagi, menyeka keringat dipelipisnya dengan handuk.

"Suami kamu?" Tanya Bella mengerutkan alisnya.

"Nggak, mbak. Dia mah nggak kuliah. Setelah lulus dia pindah ke Bali. Lanjutin hidup, bangun bisnisnya."

"Bali? Kamu pernah kesana?"

"Pernah, mbak. Rumah dia gede banget. Tapi gak Segede rumah ini. Pokoknya mewah banget, rame. Adem juga. Itu rumah mamahnya yang dia beliin sendiri. Kata dia gitu. Bukan kata dia juga sih, tapi kata mamah Ranti (ibu mertua)." Jelas Sabrina serius.

"Kaya banget ya dia. Bisa beli rumah, untuk ibunya lagi!" Kata Bella tersirat kekaguman didalam hati.

"Duitnya banyak banget, mbak." Jawab Sabrina terkekeh, tak curiga dengan Bella yang menyukai suaminya.

"Sabrina sering di transferin tuh, mbak. Tiap bulan dikasih 5 milliar waktu dia masih kuliah!" Celetuk livy ingat jelas. Sabrina memutar bola matanya, sengit malah diceritain.

"5 m? Serius?" Ucap Bella terbata-bata, tak percaya.

"Dua rius, mbak. Sabrina sama kak arhan masih sering kontak-kontakan walau jauh. Dan disitu, kak arhan yang masih umur 19 tahunan, ngasih transferan duit. Milliaran Mulu, sampe-sampe Raka curiga waktu itu.  'jangan-jangan arhan ngajak Sabrina check in.' Tapi itu bohongan mbak. Kak arhan aja gak pernah ketemu sama kita-kita, jangankan kita, sama Sabrina aja gak pernah ketemu waktu itu. Gimana mau berbuat itu. Sabrina juga bukan cewek yang seperti itu. Dia aja sampe nolak duitnya, tapi kak arhannya gak peduli. Malah bilang santai aja, ini buat kamu. Kalau diinget-inget kek suami istri tau, ngasihnya banyak banget." Jelas Eva membuat Bella tertegun.

"Semakin tahun, semakin naik tau, mbak. Pernah sampe ditransferin 10 m setiap bulan. Gila sih, beb! Jadi iri gue!" Celetuk livy, mendorong lengannya pelan.

"Sekaya itu dia?" Gumam Bella lirih, merasa sesak dan terluka. Ia membayangkan Sabrina yang tiap bulan ditransfer. Padahal, belum jadi istrinya.

"Kaya banget, mbak. Tapi kita semua gak tau itu duit darimana, kata dia kerja. Masalahnya kerja dimana yang ngasilin duit sebanyak itu. Gak taunya ya, perusahaan dia saat umur 20 tahunan udah dipuncak, nomor 1 dinegara ini, nomor 2 didunia cuman disembunyiin aja sama dia. Pantesan kaya banget. Ngasih duit 10 m, kayak ngasih daun!" Cerocos livy.

Bella terdiam. Hatinya bergetar hebat. Sungguh dia semakin terpana dengan arhan. Apa kekayaan dia bersumber dari sedekah tulus yang ia beri? Kalau iya, dia bener-bener orang yang pantas buat diidolakan orang-orang kebanyakan. Pikir Bella tak henti-hentinya kagum.

"Beda banget sama Raka, Kevin. Jaman-jaman itu mereka masih kuliah! Sama kayak kita-kita" Kata eva

"Dua orang itu lengket banget dari dulu, kemana-mana ngikut, berduaan terus." Celetuk Sabrina.

Bella mengulas senyum dan berkata. "Kayak Cowok-cowok idaman kampus gitu ya? Duaan terus?"

"Wih, Mbak. Raka sama Kevin primadona dikampus loh. Dua cowok jajaran paling atas tercakep. Banyak yang naksir, terutama Raka. Sering disamperin cewek-cewek, dimenfesin, ditembak langsung, bahkan diajakin pacaran juga sering, sering banget. Hampir tiap hari. Tapi dianya gak pernah mau." Jelas livy excited.

"Bagi kalian cakep gak?" Tanya Bella.

"Nggak sih, biasa aja. Bosen lihat mereka," jawab Eva, livy dan Sabrina.

"Misalnya, kalau almarhum ngampus, bisa ngalahin mereka nggak secara ketampanan?" Tanya Bella tersenyum.

'mbak Bella kok nanya gitu?' batin Sabrina heran, tanpa berani mengutarakan langsung.

"Bisa! Bisa banget! Mungkin, Kevin sama Raka kalah telak dari segi ketampanan." Eva melirik Sabrina. "Untung aja kak arhan nggak ngampus beb! Bayangin kalo dia ngampus, tiap hari tuh dia dikerubungin sama cewek-cewek, terus Lo langsung prangat-prungut, cemburu ujung-ujungnya ribut sama mereka, kayak jaman-jaman SMP dan SMA, hahahah!"

'wajar! Dia tampan banget! Kalau aku jadi Sabrina pun, cemburu! Bisa berantem! Meski aku bukan siapa-siapanya.' batin Bella. Diam-diam tersenyum tipis.

"Tapi tenang beb! Lo kan primadona kampus. Cewek paling cakep number one dikampus. Kalo Lo dideketin cowok-cowok secara nekad, pasti kak arhan juga cemburu berujung gelut sama mereka-mereka. Ah, gue lupa. Dia gak pernah gelut! Disitu dia mah kalem aja, mendem perasaannya sama Lo, beb!" Jawab livy tepuk jidat, kelupaan.

'arhan nyimpen perasaan sama Sabrina? Be-berarti dari dulu dia sudah cinta sama adikku?' batin Bella, menunduk kecil, mendadak sendu, galau.

"Mbak Bella, kamu kenapa?" Tanya Eva khawatir.

Bella tersentak. Kepalanya diangkat dan menggelengkannya cepat. "Nggak apa-apa." Jawabnya memaksa tersenyum.

"Serius nggak apa-apa?" Tanya Sabrina.

Bella mendesah pelan. "Santai aja dek. Kakak cuman nunduk doang kok, ngedengerin."

"Kiran saya nunduk sambil mikirin babang lucky!" Celetuk seseorang membuat semua orang menoleh.

Revan berdiri diambang pintu dengan pakaian kantor yang masih melekat ditubuhnya, tak lupa tersenyum jail. Livy spontan tersenyum, Bella mendengus kesal, Eva ngakak, Sabrina hanya bisa geleng-geleng kepala. Kedatangan Revan bak jelangkung itu meluruhkan dan menggantikan suasana. Sedetik kemudian.

Revan menatap Bella dan Sabrina bergantian. Ia menelan ludahnya susah payah kala tak sengaja melihat tubuh perfect mereka.

"Kamu kenapa bisa ada disini, kak! Saya sama sama Sabrina lagi nggak menggunakan pakaian seperti ini!" Teriak Bella, meraih bantal sofa dan menutupi tubuh Sabrina dan dirinya yang menampilkan aurat.

"Astaghfirullah! Demi Allah gue gak sengaja!" Ucap Revan lalu berbalik badan, memegang dadanya yang berdebar tak karuan. Sumpah Revan bener-bener tidak menyangka dengan tubuh Bella yang begitu bagus, terlebih sabrina, ternyata dibalik penampilannya yang tertutup, ada tubuh yang begitu menggoda.

Sabrina dan Bella buru-buru pergi dan kembali dengan pakaian tertutupnya. Bella kesal, sama, Sabrina juga kesal dengan Revan yang melihat tubuh mereka.

"Lain kali kalau Dateng kerumah orang ketuk dulu kak! Bikin malu aja!" Dumel Eva.

"Gak sengaja! Beneran gak sengaja! Aku kesini mau jemput kamu doang, va." Jawab Revan dengan wajah serius, mengatupkan kedua tangannya.

"Modus itu, mbak. Parah banget Lo kak! Sengaja banget kan? Lo pasti ngeliat tete. Jujur?" Tanya livy blak-blakan.

"Suudzon Mulu Lo!" Revan melirik takut-takut ke arah Bella dan Sabrina. "Gede!"

"Apanya yang gede kak?" Tanya Eva memicing, sementara Bella dan Sabrina menggeram kesal.

Revan menggaruk tengkuknya, gugup. "Gede nyalinya bang lucky! Sampe-sampe ngelamar mbak Bella. Ya walaupun Kena tolak!" Alih Revan sengaja membawa-bawa nama lucky. Sekalian promosi.

Bella mendelik tajam sambil geleng-geleng kepala. Lucky terus, lucky terus, memuakkan.

"Hahahaha!" Livy spontan ngakak mengingat penolakan.

"Mana mecahin gelas lagi!" Eva menimpali.

"Vas bunga dirumah dipecahin juga nggak, mbak?" Tanya Sabrina penasaran.

"Nggak dek. Cuman gelas doang." Bella beralih menatap Revan kesal. "Abang kamu tuh. Maksa terus, megang-megang saya melulu, ngerangkul, nggengam. Padahal, saya sudah bilang, jangan sentuh-sentuh. Tapi dia nya ngeyel banget. Sikapnya sembarangan banget, kasih tau dong jangan gitu lagi! Saya nggak suka digituin!" Tegas Bella membuat yang lain terbungkam dengan keseriusannya.

"Serius di sentuh, mbak?" Tanya Sabrina.

"Iya, dek. Jujur kakak risih banget. Kadang, kakak sampe marah sama dia. Gimana geh, kakak kesel banget sama sikap dia. Dia kira semua cewek mau disentuh-sentuh kali!" Oceh Bella memberengut, melipat tangannya.

"Maaf, mbak. Nanti saya bilangin ke bang lucky. Maafin Abang saya ya. Saya kira dia gak pernah nyentuh, mbak." Revan mengatupkan tangannya, meminta maaf mewakili, selalu adik. Bella hanya terdiam.

"Bang lucky ngapain sih gitu-gituin cewek! Genit banget!" Gerutu Revan pelan.

"Ngaca! Kamu juga sama aja kak! Matanya jelalatan gak karuan! Udah punya istri, masih aja lirik-lirik cewek lain!" Omel Eva mencubit lengannya.

Revan mengulas senyum. "Kamu cemburu?"

"Dih! Pede banget! Siapa juga yang cemburu!" Eva memutar bola matanya.

"Ihay! Cemburu bilang aja. Gak usah di tutup-tutupin." Sahut Revan mencolek pipi Eva, menggodanya.

Eva menyunggingkan senyum. "Nah gini dong, kak. Asik, seru, meski nyebelin. Dari pada diem-dieman, dingin terus! Jangan berubah lagi ya!" Eva memelas.

"Nggak tau!" Wajah Revan tiba-tiba dingin kembali, teringat kepergian arhan.

"Sok-sokan cool Lo! Gak cocok banget orang kek Lo dingin, pan! Karakter lu tuh rewelnya gak karuan! Absurd totalitas!" Celetuk lucky yang entah sejak kapan sudah ada disini.

Kompak mereka semua menoleh. Revan memegang dadanya kaget, Eva melongo, livy terkejut, Sabrina terbungkam, Bella melotot. Sedetik kemudian, pandangan Bella berubah menjadi dingin, tatapannya tajam menusuk lucky. Namun pria itu tak menghiraukannya.

"Bang sejak kapan Lo ada disini?" Tanya Revan masih kaget, menelisiknya dari atas sampai bawah.

"Barusan nyampe!" Jawab lucky dengan mata yang langsung tertuju ke arah Bella, ia melempar senyum manis. Bella tak membalas, ia berdiri tegak. Urat lehernya menegang dibalik cadar, sorot matanya mengeras. hatinya membara mengingat lucky yang sembarangan berbicara, sembarangan muncul, sembarangan menyentuh, bahkan sikap lucky yang sangat memaksa membuat amarahnya memuncak seketika.

Lucky mengalihkan pandangannya, nyalinya ngedadak ciut melihat Bella yang tampak marah kepadanya. Dalam hati lucky bertanya-tanya. Kenapa jadi Bella yang marah? Seharusnya ialah yang marah pada gadis itu. Kalimat-kalimat menyakitkan itu cukup membekas dihati dan benaknya. Sulit disembuhkan, butuh waktu.

"Bang gelas pecah!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!