Anak yang semula dipinta untuk diaborsi saat mengetahui menderita penyakit bawaan, ternyata tumbuh dengan baik. Dengan kejeniusan si kembar membalas dendam perlakuan ayah mereka dengan mengambil alih perusahaan ayahnya diusianya 10 tahun.
"Gugurkan mereka....! Aku tidak sudi membesarkan anak penyakitan!" titah Rama.
"Tidak. Mereka darah daging kita. Jika kamu tidak menginginkan mereka. Aku sanggup membesarkan mereka!" tegas Alea.
"Ayo kita cerai!"
Saat mengetahui istrinya berhasil hamil, Rama begitu bahagia. Namun sayang, ketika kehamilannya mencapai lima bulan, kandungan Alea yang hamil kembar ini mengalami masalah.
"Maaf nona! sepertinya calon bayi kembar anda memiliki kelainan. Sebaiknya anda melakukan aborsi sebelum mereka berhasil dilahirkan. Jika bertahan, mereka akan tumbuh dengan penyakit bawaan," ucap dokter membuat langit seakan runtuh seketika.
Rama tidak bisa menyembunyikan kesedihannya dan langsung beranjak meninggalkan Alea yang masih mematung di tempatn
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sindya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Alea Histeris
Dari atas sana, tuan Mark dan Barack melihat keadaan Apartemen itu sudah dilalap oleh si jago merah dengan api yang sudah mengelilingi gedung apartemen mewah itu.
Suara dentuman dari dalam gedung yang berasal dari pipa gas itu yang menyemburkan pecahan kaca yang meloncat keluar.
Beruntunglah tidak ada korban jiwa di peristiwa kebakaran itu. Hanya saja saat ini mengalami kerugian materi yang berjumlah miliaran dollar mengingat penghuni apartemen itu sangat berkelas.
Sambil menunggu helikopter tiba di rumah sakit miliknya, Mark memeriksa keadaan Azira. Dia berusaha menekan jantung gadis kecil itu yang terlihat sangat pucat dengan wajah cemong dan rambut berantakan. Belum lagi ujung dress Azira setengah hangus terbakar. Kulit gadis itu mengalami kemerahan.
"Sayang. Tetap bersama Daddy. Tolong jangan pergi...! Daddy mohon..! Daddy sangat mencintaimu nak, kau dan saudara kembarmu Abrar," batin Mark terasa sangat sesak saat ini.
Helikopter sudah mendarat di atas atap rumah sakit mewah tersebut. Tim dokter spesialis bedah dan suster sudah menjemput Mark yang membawa si kembar untuk diberi tindakan secepatnya.
"Pasien mengalami serangan jantung dan tolong siapkan kamar operasi!" titah Mark yang tidak peduli dengan keadaannya.
"Tuan Mark. Tangan anda melepuh. Sepertinya tuan tidak bisa melakukan operasi pada Azira," cegah dokter Agatha.
"Ini tidak berarti apapun untukku. Aku hanya ingin melakukan operasi pada putriku sendiri. Kau mengerti?!" tekan Mark membuat dokter Agatha membisu.
Jika tidak melihat perbedaan wajah Mark dengan si kembar yang mencolok antara asia dan Amerika, mungkin orang akan mengira si kembar adalah anak kandung dari tuan Mark.
Di ruang operasi sudah ada persiapan antara dokter dan suster yang mencuci tangan mereka hingga bersih dan suster membantu mengenakan baju pelindung pada tim dokter hingga kaos tangan dan penutup kepala serta masker.
Mark yang sudah memeluk Islam ini, mulai berdoa hanya dengan membaca surah Al-fatihah karena ia yakin dengan kekuatan surah itu. Operasi siap dilakukan oleh Mark yang membedah dada Azira dari lapis demi lapis.
Sementara di ruang ruang berbeda Abrar dan bibi Sari mendapatkan tindakan dokter sesuai dengan tingkat keseriusan cedera yang mereka alami saat ini. Keduanya disuntik obat penenang untuk menghilangkan mimpi buruk malam ini.
Tidak terasa waktu sudah memasuki pukul empat pagi. Alea yang sedari tadi di landa mimpi buruk mulai terlihat gelisah. Kepalanya yang bergerak dari kanan kiri dan sebaliknya seakan sedang menyaksikan hal buruk.
Butiran keringat sebesar biji jagung menghiasi kening dan pelipisnya. Suster yang ditugaskan Mark untuk menunggu wanitanya malah ditinggal tidur.
"Abrar... Azira! Sayang...! Keluar dari situ, nak..! Sayang...! Tinggalkan tempat itu. Jangan mendekati api..! Jangan..pergiiii....Abrarrrr...aziraaaa..!"
pekik Alea yang melihat anak kembarnya berteriak ketakutan dalam Kobaran api yang sudah melahap tubuh kecil mereka.
"Tidakkkk....!" Alea terbangun dari tidurnya dengan posisi duduk tegak sambil memperhatikan di sekitarnya.
Suster yang tadi terlelap ikut terbangun saat mendengar teriakannya Alea. Alea menatap sang suster dengan nafas yang memburu seakan dikejar para penjahat. Wajahnya terlihat pucat dengan lidah yang terasa kelu.
"Di mana dokter Mark?" tanya Alea saat tidak melihat Mark di sekitar ruangan itu.
"Itu...itu .. tuan Mark sedang ada urusan mendadak. Jadi, saya ditugaskan untuk menjaga nyonya," sahut suster Kimy.
"Di mana ponselku?" Alea turun dari brangkarnya mencari tasnya.
"Nyonya. Biar saya saja yang mengambilnya. Anda berbaring saja. Anda bisa jatuh kalau tidak hati-hati!" pinta suster Kimy segera mengambil tas Alea.
Wanita ini mencari kontak anaknya dan tidak aktif. Lalu beralih pada bibi Sari yang juga tidak aktif.
"Kenapa tidak aktif? Biasanya bibi Sari selalu bangun untuk sholat tahajud. Kenapa malah ...-" Tidak. Aku harus pulang..!" Alea melepaskan jarum infus dari punggung tangannya menimbulkan rasa sakit membuatnya meringis sesaat.
"Nona ..! tolong jangan lakukan itu! Saya akan di marahi oleh tuan Mark. Tolong mengertilah!" pinta suster Kimy bingung sendiri karena Alea seperti punya firasat buruk pada anak kembarnya.
"Aku akan bertanggungjawab atas dirimu. Diam dan jangan mengaturku, paham?!" kecam Alea sedikit membentak suster itu dengan mata melotot.
"Maaf nyonya!" Suster itu tertunduk dan tidak ingin melihat lagi wajah kelam Alea seakan ingin memakannya hidup-hidup.
Alea mengenakan mantelnya dan juga sepatu boot miliknya karena udara di luar sangat dingin. Ia berjalan cepat menelusuri koridor rumah sakit hingga akhirnya ia berpapasan dengan Mark yang baru keluar dari lift.
Tuan Mark memindai penampilan Alea yang terlihat berantakan dengan wajah bantalnya.
"Alea..! kamu mau ke mana, sayang?" tanya Mark langsung merengkuh pundak Alea.
"Aku mau pulang Mark. Barusan aku mimpi buruk tentang anak kembarku. Sepertinya keadaan mereka sedang tidak baik-baik saja. Aku sudah menghubungi ketiganya namun tidak diangkat sama sekali. Aku harus pulang. Hatiku tidak tenang saat ini," ucap Alea tanpa henti.
"Masya Allah. Ikatan batin seorang ibu tidak akan pernah diingkari. Hebat...!" batin Mark.
"Baiklah. Kita akan menemui mereka. Tapi tidak di apartemen karena...-"
Mark terlihat ragu untuk menyampaikan kabar buruk ini. Ia takut kesehatan Alea drop lagi.
"Katakan Mark! Di mana aku harus menemui anak kembarku?" Alea mulai curiga dengan Mark yang sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
"Aku harap kamu tidak syok mendengar apa yang akan aku sampaikan ini ya sayang?!" bujuk Mark.
"Kenapa kamu lama sekali menjawab pertanyaanku? Ada apa hah?!" pekik Alea tidak sabaran.
"Mereka baru saja mengalami musibah kebakaran, sayang," ucap Mark sambil menjaga Alea agar tidak mudah jatuh.
"Apaaa..?" Alea terlihat melemah dengan tubuh terhuyung ke belakang membuat Mark segera menahan pinggang wanitanya.
"Di mana anak kembarku, Mark? Bawa aku kepada mereka! Aku harus pastikan sendiri mereka baik-baik saja. Mereka baik-baik sajakan?" cecar Alea.
"Sayang..! Ku mohon kamu tenang...! Ayo kita ke kamar mereka. Ajak Mark pada Alea langsung berjalan menuju kamar si kembar yang sengaja di satukan. Kamar yang sama yang dulu pernah mereka dirawat.
Mark menggendong wanitanya yang tidak sanggup lagi melangkah. Alea mengalungkan lengannya ke leher kokoh Mark yang menggendongnya ringan.
"Mark...!" serak Alea.
"Iya sayang. Mereka sudah ditangani dengan baik. Aku baru menyelesaikan operasi bypass pada Azira. Dan satu lagi. Ada kabar baik yang harus kamu lihat sendiri saat ini," ucap Mark membuat Alea penasaran.
Pintu kamar dibuka oleh Alea dan tampaklah wajah si kembar yang tampak terlelap dengan wajah yang sudah bersih namun terlihat memerah karena melewati api. Dokter sudah meminta suster untuk mengoles krim wajah dan bagian tubuh lainnya untuk mencegah iritasi.
Mark menurunkan Alea di samping brangkar Abrar. Asisten Barack langsung keluar hanya dengan melihat tatapan Mark yang tidak ingin ada pengganggu.
"Mereka sudah disuntik obat penenang. Biarkan mereka istritahat! Alhamdulillah mereka bisa selamat dalam kebakaran itu. Bibi Sari ada di kamar sebelah," lapor Mark.
"Terus. Di mana kabar baiknya Mark?" Alea seakan menagih ucapan Mark padanya tadi.
"Nanti saja kalau Abrar bangun," jawaban ambigu Mark membuat Alea makin bingung.
👍❤❤❤❤
👍❤