Berdalih Child Free, Aiden menutupi fakta dirinya yang mengalami hipogonadisme.
Namun pada malam itu, gairah seksualnya tiba-tiba memuncak ketika dirinya mencoba sebuah obat perangsang yang ia buat sendiri.
Aiden menarik Gryas, dokter yang tengah dekat dengannya.
"Tenang saja, kau tidak akan hamil. Karena aku tidak ingin punya anak. Jadi ku mohon bantu aku."
Namun yang namanya kuasa Tuhan tidak ada yang tahu. Gryas, ternyata hamil setelah melewatkan malam panas dengan Aiden beberapa kali. Ia pun pergi meninggalkan Aiden karena tahu kalau Aiden tak menginginkan anak.
4 tahun berlalu, Anak itu tumbuh menjadi bocah yang cerdas namun tengah sakit.
"Mom, apa Allo tida atan hidup lama."
"Tidak sayang, Arlo akan hidup panjang. Mommy akan berusaha mencari donor yang sesuai. Mommy janji."
Akankah Arlo selamat dari penyakitnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membawa Benih 21
"Tadi itu siapa ya? Profesor baru kita apa sudah beristri? Dan apakah tadi itu istrinya?"
"Mungkin saja. Mereka mungkin sedang ada masalah."
"Sepertinya kita tidak boleh ikut campur. Rumornya, Profesor Aiden adalah orang yang sulit dihadapi. Dari pada nanti nilai kita anjlok dan terancam tidak lulus mata kuliahnya dia, lebih baik kita diam saja. Kita tidak perlu mencampuri sesuatu yang bukan urusan kita."
Beberapa dari orang yang disana jelas melihat apa yang tengah terjadi. Gryas yang tiba-tiba berlutut di depan Aiden, menjadi tontonan yang akhirnya membuat mereka penasaran.
Namun, para mahasiswa itu hanya sebatas itu saja. Mereka memilih diam karena memang tidak ingin ikut campur sesuatu yang bukan urusan mereka.
Lihat, dengar dan lupakan. Sudah hanya sebatas itu saja yang perlu mereka lakukan.
Sedangkan Aiden, hingga malam tiba, dia masih ada di kampus dan belum memiliki keinginan untuk pulang. Pikirannya tengah kacau saat ini. Dia memang menyetujui permintaan Gryas untuk melakukan tes kecocokan sebagai donor. Akan tetapi sekarang ini, dirinya malah menjadi sangat ragu sekali tentang keputusannya itu.
"Atas nama kemanusiaan, lakukan semua itu atas nama sesama manusia. Aku mohon."
Ucapan Gryas yang itu terngiang ditelinga Aiden. Gryas tak kukuh memaksa Aiden untuk mengakui Arlo sebagai buah hatinya. Ia hanya ingin Aiden melakukan tes untuk melakukan donor.
"Apa dia sungguh tidak ingin ada aku di dalam hidupnya?"
Pria ini agaknya sungguh gila. Atau mungkin dia yang merupakan profesor itu tidak bisa mencerna ucapan orang lain. Atau malah dia tidak bisa mencerna isi kepalanya sendiri.
Padahal Gryas dengan sangat jelas berkata bahwa dalam hidupnya tidak pernak ada laki-laki selain dirinya selama ini. Seharusnya dengan itu saja dia sudah bisa menarik kesimpulan bahwa Gryas tidak memiliki maksud seperti yang dipikirkannya.
Haaah
Aiden membuang nafasnya kasar. Dia akhirnya memutuskan untuk pulang. Dia belum bisa stay di laboratorium karena saat ini dirinya masih mengajarkan materi dan belum masuk ke dalam ranah melakukan eksperimen ataupun pengenalan bahan kimia.
Sepanjang jalan menuju ke rumah, Aiden terus memikirkan semua yang Gryas katakan kepadanya. meskipun ragu tapi setidaknya dia sudah berjanji tadi untuk datang ke rumah sakit besok.
Ckiiit
Drap drap drap
"Aiden, apa tadi Gryas menemui mu?"
Hendrik berlari ke arah Aiden saat Aiden baru saja keluar dari taksi. Kini Aiden tahu bahwa Hendrik lah yang memberitahu terkait dengan keberadaan dirinya.
"Iya, dia datang."
"Lalu, apa yang dia katakan Aiden?"
Aiden menceritakan segalanya terkait percakapannya dengan Gryas kepada Hendrik. Tidak ada satu pun yang ia lewatkan, bahkan soal dirinya yang setuju untuk menjalani tes kecocokan sebagai pendonor.
"Syukurlah, jadi kamu bersedia kan Aiden?"
Diam, Aiden tidak menjawab apa yang ditanyakan oleh Hendrik. Meski begitu, Hendrik tahu apa yang saat ini ada di kepala Aiden.
Hendrik menghela nafasnya panjang. Keraguan di wajah Aiden sungguh sangat jelas tergambar. Dan Hendrik sungguh tidak habis pikir mengapa Aiden masih bersikap demikian. Padahal dari cerita yang ia dengar, Gryas sudah mengatakan segalanya kepada pria ini.
"Seperti yang Gryas katakan, lakukan ini demi menolong sesama manusia. Jika kamu memang tidak percaya dan tidak pernah akan percaya kalau Arlo itu adalah putramu, maka lakukan tes ini dengan menganggapnya seorang anak kecil yang membutuhkan pertolongan untuk bisa hidup lebih panjang lagi. Aku pulang dulu Aiden, pikirkan lah lagi. Pikirkan apa yang baru saja aku katakan ini."
Hendrik sungguh tidak masuk ke dalam rumah. Dia melenggang pulang dan membiarkan Aiden untuk berpikir lebih dulu.
Dia tahu kalau Aiden membutuhkan waktu untuk memikirkan segalanya. Hendrik paham keterkejutan yang dirasakan oleh Aiden. Hanya saja saat ini mereka memang berpacu dengan waktu. Aiden harus segera mengambil keputusannya.
Bruuk
Selepas mandi, Aiden menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Lehernya terasa sangat kaku sekarang.
Dia belum pernah merasa selelah ini. Meskipun bekerja nonstop seharian, Aiden tak pernah merasa lehernya kaku seperti sekarang.
"Kenapa rasanya sangat lelah sekali."
Aiden memejamkan matanya. Tidak terasa, lambat laun dia pun terlelap. Rasa lelah yang hati dan pikirannya rasakan itu membuatnya tidur lebih cepat dari biasanya.
Srak srak srak
"Lho, aku dimana? Bukannya aku sedang tidur? Tapi, ini dimana? Ini rumah sakit? Itu Gryas?"
Aiden sedikit kebingungan. Dia yakin dirinya tadi tidur di kamarnya. Tapi, ia sekarang membuka matanya di sebuah tempat yang belum pernah dilihat dan dikunjunginya.
Tapi hanya dengan melihat ke sekeliling, Aiden tahu dimana dia berada. Terlebih di depan sana, dia melihat Gryas.
Wanita itu tengah berdiri di sisi brankar. Dan yang membuat Aiden bingung adalah Gryas menangis. Suara tangisnya itu begitu memilukan.
Tap tap tap
Secara perlahan Aiden melangkahkan kakinya untuk menghampiri Gryas. Suara tangis itu semakin jelas dan juga keras di telinga Aiden.
Tap
"Gry," panggil Aiden sambil menepuk bahu Gryas. Bisa Aiden rasakan hawa dingin yang ada keluar dark tatapan mata tajam Gryas kepadanya.
"Semua gara-gara kau Aiden. Kau yang membuat semua penderitaan ini. Kau yang membuat aku tersiksa. Kau jahat Aiden, kau sungguh jahat!"
Aiden terhenyak dengan semua yang Gryas ucapkan. Tidak berhenti di situ, suara yang ia dengar selanjutnya membuat Aiden semakin terkejut lagi.
"Talau tamu ta suta padatu, apa tamu sama setali ta bisa menolon tu. Atu ta belhalap untu diatui. Atu hanya inin tamu memiliti seditit lasa tasihan tepada tu. Atu ta minta banya dali dilimu. Atu hanya minta tau membeli tu seditit badian dali dilimu adal atu bisa hidup sepelti anat-anat lain. Dan, adal, ibu tu ta sedih."
Jegleeerrr
Kata-kata bocah yang bicaranya sangat belum jelas itu berhasil membuat hati Aiden tertusuk sembilu. Rasanya sangat menyakitkan.
Anak yang ia lihat dalam foto itu kini bisa ia lihat jelas.
Hah hah hah
"Mimpi, ini semua mimpi. Mimpi yang sangat panjang. Tidak, ini jam berapa sekarang."
Aiden terbangun dengan tubuh dipenuhi peluh. Tapi dia tidak peduli akan hal tersebut. Dirinya fokus dengan jam weker yang ada di atas nakas nya.
"Sial, ini sudah jam 10."
Aiden bangkit dari ranjang, ia lalu masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Tujuannya buka ke Universitas melainkan ke Nijmegen.
Rupanya mimpinya tadi membuatnya mengambil sebuah keputusan. Keputusan untuk yakin melakukan tes demi mendonorkan hatinya kepada Arlo.
"Ya aku akan melakukannya. Gry, aku akan melakukan apa yang kamu inginkan."
TBC
Thanks buat atensi sahabat online ku semuanya. Terus dukung aku ya, banyakin komennya. Banyakin share nya.
Paling tidak aku tetep terus semangat nulis meski retensi nya mepeeet banget. Jangan lupa untuk rate nya ya.
Maciii semua yan masih setia sama Allo. Telimatasih dutungan tante dan tata-tata online semua. Semoda Allo bisa manjang ya bab nya hehhe
eh kok ada Brisia disini, Brisia apa Gryas kak? hehe
Arlo masih cadek jadi makin gemesin