Memergoki sepasang manusia yang sedang bercinta, membuat Kumala Rasya Putri—Kurap—harus terjerat sebuah perjanjian konyol dengan lelaki itu. Pandu Nugraha Andaksa—Panu—harus menahan emosi setiap kali berhadapan dengan Rasya yang begitu menguji kesabarannya.
Lantas, akankah mereka terjebak dengan sebuah pernikahan seperti kisah novel pada umumnya? Atau akan ada kejutan luar biasa yang mampu membuat kedua orang itu saling jatuh cinta?
Mau tahu jawabannya? Baca kisah ini dan jangan lupa beri dukungan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Rasya mengulurkan tangan dengan wajah memelas, tetapi Pandu tidak peduli dan justru berpura-pura tidak melihat gadis itu. Dengan kesal, Rasya bangkit dan berkacak pinggang di depan lelaki itu.
"Om, kamu jahat banget, sih, sama anak di bawah um ... Tuan, Nyonya?" Rasya membungkuk hormat saat melihat Ferdinan dan Lisa berdiri di belakang Pandu, dan menatap penuh senyum ke arahnya.
"Apa kabar, Ra?" tanya Lisa.
"Baik-baik saja, Nyonya." Rasya menyalami kedua orang itu secara bergantian.
"Siapa, Kum?" tanya Paijo mengalihkan perhatian. Rasya pun meminta mereka untuk masuk, dan berkenalan dengan orang tuanya.
"Wah, calon besan sudah datang," sahut Paijo. Wajahnya tampak berbinar bahagia.
"Bagaimana kabar kamu, Pak?" tanya Ferdinan sopan.
"Baik, Tuan. Ini saya lagi bersiap mau pulang. Lebih baik kita mengobrol nanti di rumah saja."
"Om, emang orang tuamu ke sini mau ngelamar aku beneran?" tanya Rasya berbisik. Tatapannya mengarah ke orang tua mereka yang sedang mengobrol.
"Hmmm." Pandu mengembuskan napas kasar.
"Jadi, kita beneran mau nikah, Om?" tanya Rasya lagi.
"Bisakah kamu tidak berisik!" omel Pandu. Gantian Rasya yang memutar bola mata malas.
"Om, kenapa kalau sama aku sensi mulu bawaannya, sih? Aku salah apa?" Rasya berpura-pura terlihat frustrasi. "Ya Tuhan, kuatkan hamba memiliki suami yang begitu tampan, gagah, kaya, penyayang."
Pandu hanya terdiam. Dia tidak mau terpesona lagi pada ucapan Rasya yang sering membuatnya kesal pada akhirnya.
Rasya menengadahkan tangan, "Jauhkan pelakor-pelakor dari rumah tangga kami. Jangan sampai ada wanita atau lelaki lain yang hadir di antara kami. Jangan sampai kisah kami pada akhirnya seperti kisah kumenangis—"
Pandu menoleh dan menatap Rasya yang sedang memejamkan mata, tetapi bibir gadis itu terlihat menahan tawa.
"Kenapa kamu sangat tidak jelas!" cibir Pandu.
"Aminin aja, sih, Om. Emang Om mau kalau kita nikah nanti, rumah tangga kita dipenuhi pelakor dan pebinor?" Rasya menatap Pandu lekat. Lelaki itu segera berpaling karena takut terpikat pada tatapan Rasya yang mampu meneduhkan hatinya.
"Aamiinn." Ucapan itu akhirnya terlontar dari mulut Pandu, dan Rasya tersenyum puas saat mendengarnya.
"Doanya masih satu lagi, Om." Pandu kembali menatap Rasya dan mendes*h kasar.
"Apalagi?" tanya Pandu begitu menuntut.
"Semoga ular kasur milik Om Panu dijauhkan dari segala jenis lubang. Baik itu lubang buaya, lubang semut, lubang janda—"
"Kamu!" pekik Pandu kesal. Rasya berbalik dan hendak melarikan diri, tetapi Rasya justru kembali jatuh karena menabrak Arga yang berdiri di belakang Pandu.
"Emak! Perawan Kukum beneran ilang kalau jatuh mulu gini," rengek Rasya. Bukannya menolong, mereka semua justru tergelak keras.
"Dasar lebay!" cibir Pandu. Rasya bangkit berdiri dan menatap tajam ke arah Pandu.
"Mending aku lebay, daripada Om Panu ... jablay!" Pandu hanya menggeram kesal mendengar ucapan Rasya.
***
Mereka semua kini sudah berada di rumah Paijo. Banyak sekali tetangga yang datang untuk menjenguk juga penasaran karena ada mobil mewah yang ikut terparkir di depan rumahnya. Sementara Rasya duduk di ruang tamu depan bersama dengan kedua orang tua Pandu. Sedari tadi, Lisa tidak berhenti tertawa mendengar Rasya yang terus saja berceloteh. Sepertinya, gadis itu sudah tidak merasa canggung lagi.
"Nyonya, nanti aku petikkin jambu biji lagi di depan. Kayaknya ada yang mateng," ucap Rasya membuat senyum di bibir Lisa mengembang sempurna.
"Tidak usah!" ketus Pandu. Lisa dan Ferdinan menoleh ke arah putranya.
"Kenapa, Om?" tanya Rasya dengan tenang.
"Aku tidak mau kamu terkena ulat bulu lagi seperti kemarin!" sahut Pandu masih ketus.
"Ciee, diem-diem ternyata Om perhatian juga." Rasya tertawa meledek ke arah Pandu yang saat ini sedang mendengkus kasar.
"Maaf. Kalian jadi menunggu lama." Paijo duduk bergabung bersama mereka setelah semua tetangga pergi.
"Tidak apa. Bagaimana kalau kita ke intinya saja? Kami harus segera kembali ke kota." Ferdinan membalas sopan.
"Baiklah. Ada perlu apa kalian ke sini?" tanya Paijo berbasa-basi.
"Jadi gini, Pak. Maksud kedatangan kami ke sini adalah melamar Rasya untuk putra saya, Pandu. Karena Rasya tinggal satu rumah dengan putra saya, dan saya khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan."
Paijo, Marlina, dan Agus menatap Rasya penuh selidik. Merasa menjadi pusat perhatian, Rasya menunjukkan rentetan gigi putihnya. "Kukum sudah seminggu lebih jadi babunya Om Panu, kalian jangan salah paham."
"Kalau begitu lebih baik kita nikahkan saja mereka, tapi Tuan ... kita bukan dari keluarga kaya," ucap Paijo tidak enak hati.
"Status sosial bukanlah hal penting bagi kita. Yang terpenting anak kita nanti bisa saling mencintai." Lisa menimpali.
"Bagaimana, Kum?" tanya Marlina, menatap penuh arti ke arah putrinya.
"Aku mau, tapi dengan satu syarat."
"Berani sekali kamu mengajukan syarat padaku!" Pandu tampak kesal, tetapi dia langsung terdiam saat melihat sorot mata Ferdinan yang menajam. Melihat itu, Rasya hanya menjulurkan lidahnya.
"Apa syaratnya?" tanya Lisa tidak sabar.
"Aku mau pernikahan ini dilakukan secara siri dulu. Aku dan Om Panu butuh waktu untuk saling mengenal, kalau kita sudah sama-sama saling jatuh cinta, barulah kita akan menikah resmi." Semua tercengang mendengar permintaan Rasya, sedangkan Pandu menggeram kesal karena dia merasa Rasya sudah merendahkan harga dirinya.
"Kamu yakin dengan syaratmu itu?" tanya Agus memastikan. Rasya menggangguk cepat.
"Baiklah, kita hargai keputusanmu. Kuharap kalian bisa segera jatuh cinta," ucap Ferdinan. Rasya mengamini dengan kencang, sedangkan Pandu menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum miring.
Lihat saja, aku akan memberimu pelajaran karena sudah membuat hidupku berantakan. Bisa saja aku akan menghamilimu dan meninggalkanmu begitu saja. Bukankah pernikahan kita nantinya tidak akan tercatat di negara. Pandu membatin.
"Jangan seneng dulu, Om. Aku akan membuat Om klepek-klepek sama aku."
Pandu terkejut saat Rasya sudah berbisik tepat di telinganya. Dia merasa heran, sejak kapan perusuh itu sudah berdiri di sampingnya. Tangan Pandu terkepal erat saat melihat Rasya yang sedang terkikik saat ini.
Awas saja kamu! Dasar, Kurap!