Tiara nama panggilan yang cantik, secantik orang yang menyandangnya
Namun siapa sangkah ada terselip kisah kelam dibalik nama cantiknya.Kehilangan orang tua, suami dan adik nya membuatnya menjadi wanita tangguh demi sang anak dan keluarga barunya
Bram ayodya seorang pembisnis kenamaan yang menyamar jadi seorang pengajar disebuah sanggar seni.
Karna hoby nya melukis Dia bisa menghabiskan waktunya berlama-lama didepan kanvas
Dion mantan suami Tiara.
pemuda baik yang hanya menjadi korban kelicikan orang-orang terdekatnya. Kehilangan cinta sejatinya hanya karna sebuah kebohongan.
Willi dokter tampan nan rupawan. Dokter ternama yang tidak pernah sepi pasien.
Elisya seorang publick figure yang sedang naik daun.
Bertemu tanpa sengaja dan menjalin persahabatan dengan Tiara, namun siapa sangkah ada kisah dibalik ketenaran Elisya
Penasaran dengan kisah mereka?
Ikuti kisah mereka dalam kisah Tiara yang Serra buat, selamat menikmati dan semoga terhibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serra R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilema part 1
" Sam,tadi aku liat nyonya Tiara menghampirimu. Kalian kelihatan sangat akrab, sedang ngobrolin apa?" Wina yang duduk di kursi samping Sam mulai kepo
" Bukan hal penting, nyonya hanya menanyakan kabar dan menyapa saja."
Tentu saja Sam tidak akan pernah memberitahukan apapun segala hal yang berkaitan dengan Bram dan Tiara.Tentu saja dia tidak berbohong, kerena Tiara benar-benar menanyakan kabarnya. Bagi Sam, mereka berdua adalah orang-orang baik. Dan Sam berjanji akan membantu mereka semampu yang dia bisa.
Masih terngiang dalam ingatannya, beberapa waktu yang lalu. Tiara menghampirinya, setelah bertanya tentang Sam dan keluarganya. Tiara mengeluarkan selembar foto, dimana dalam foto itu wajah Nyonya Amel lah yang terpampang jelas.
" Aku hanya bisa membantu sedikit saja Nyonya, aku hanya bisa memberitahukan apa yang aku tau. Anda orang baik nyonya, andai saja waktu itu aku menuruti kemauan Nyonya Amel untuk melenyapkan anda. Mungkin nasib ku tidak akan seberuntung sekarang ini" Sam menghela nafas, menyadari kebodohan yang telah dia lakukan waktu itu.
" Sam, jangan melamun. Fokuslah aku belum mau mati sekarang Sam" Geritu Wina saat diliriknya Sam yang sedari tadi tidak menanggapi ocehannya. Dia yakin Sam sedang melamun.
" Tidak, aku tidak sedang melamun. Aku hanya berpikir, kapan ya aku bisa memiliki keluarga sempurna seperti boss?" Sam mengelak dan mencoba membangun percakapan dengan Wina agar dia tidak mengantuk.
Jarak tempuh tiga puluh menit ke kantor pusat menjadi lambat, karena Bram sekalian meminta tolong pada mereka untuk mengantarkan pesanan lukisan kepada pelanggannya.
" Jangan terlalu jauh bermimpi kamu" Wina mencebik dengan angan konyol Sam
" Nasib orang tidak ada yang tau Win, siapa yang bisa menebak nasib kita ditahun depan? apakah masih hidup atau tinggal nama saja kita tidak ada yang tau"
" Benar juga, dulu diwaktu magang. Aku tidak pernah berpikir untuk datang ke kota ini. Andai saja aku tidak bertemu dengan Bos Suta saat pagelaran seni lukis di Bali dua tahun lalu, aku tidak mungkin ada disini dan mengobrol denganmu Sam" Wina menerawang pada waktu dimana awal pertemuannya dengan Suta.
Sam melajukan mobil yang dia kendarai masuk ke sebuah perumahan, setelah menyampaikan tujuannya pada petugas yang menjaga di gerbang masuk perumahan.
Sam menghentikan mobilnya disebuah rumah minimalis namun sangat elegant. Gedung yang didominasi cat berwarna crem itu membuat sejuk mata yang memandang, ditambah tanaman hias dan lampu taman yang tertata rapi dihalamannya.
Wina dan Sam segera keluar dari dalam mobil, tak lupa Sam membawa serta lukisan yang tadi diberikan oleh Bram.
Tet
Tet
Tet
Setelah pencetan bel ke tiga, barulah nampak seorang penjaga yang membuka gerbang dan melakukan percakapan kecil dengan Suta.
" Sebentar mbak, mas. Silakan menunggu disini saya akan memanggil nona sebentar."
" Rumahi ini asri sekali ya Sam, dulu aku selalu bercita-cita ingin menjadi arsitek, aku ingin membangun perumahan yang sejuk dan asri. Dipenuhi pepohonan dan juga bunga-bunga. Selama ini, aku banyak melihat gedung-gedung yang menjulang tinggi. Panas dan pengap, walau terlihat sangat mega namun kerindangan dan kenyamanannya agak berkurang menurutku karena gersang." Wina berceloteh, sementara Sam hanya mendengarkan.
Memang benar sangat nyaman itulah kesan pertama saat memasuki rumah ini. Halaman yang terkesan hidup sungguh bisa memanjakan mata yang lelah karena pekerjaan.
" Selamat sore, maaf telah membuat anda berdua harus menunggu. Saya Alisya" Seorang wanita cantik keluar, menyalami Wina dan Sam.
Senyum ramah tersungging di bibir manisnya. Setelah memperhatikan lukisan yang dipesannya, Alisya mengangguk senang.
" Terimakasih, maaf telah merepotkan. Sebenarnya saya yang harus mengambil lukisan ini sendiri, tapi apalah daya kesibukan membuat saya harus mengurungkannya. "
" Tidak jadi masalah nona, kebetulan kami ada waktu untuk mengantarkannya. Kalau begitu, kami mohon undur diri nona Alisya." Sam mengakhiri acara ramah tamah tersebut, mengingat berkas yang telah Bram tanda tangani harus segera sampai ke tangan Suta.
" Baiklah, sekali lagi terima kasih" Alisya berdiri menyalami Wina dan Sam
Setelahnya kedua orang itu pergi meninggalkan kediaman Alisya, kembali ke kantor.
...🌹🌹🌹🌹...
" Sejak tadi kamu selalu melamun sayang, apa ada sesuatu yang mengganjal pikiranmu?"
Setelah keluar dari kamar mandi, Bram kembali disuguhi pemandangan sang istri sedang melamun. Bahkan, Camelia yang sudah tertidur pulas dalam pangkuannya pun belum dipindahkan ke keranjang bayinya.
Tiara terkesiap, menengok ke arah sang anak yang sudah tertidur, dia berdiri dan berjalan ke arah keranjang bayi Camelia. Setelah mengecupnya diletakkan boneka imutnya tersebut dan menyelimutinya.
" Aku bingung mas, harus dari mana menceritakan ini padamu" Tiara berucap seraya melangkah ke arah kasur dimana Bram telah lebih dulu berada disana.
Sambil merapikan kancing baju didadanya, Tiara beranjak naik ke kasur. Bram mengulurkan tangannya meminta Tiara mendekat dan bersandar didadanya.
" Ceritakanlah pelan-pelan, aku yakin akan bisa memahaminya. Jika kamu terus menyimpannya seperti ini, kapan kamu bisa menemukan solusinya. Yang ada kamu akan jatuh sakit sayang, dan itu sangat tidak baik untuk semuanya terutama Cameli"
Bram menggosok pelan punggung sang istri menenangkan.
" Mas, tadi pagi kita mengantarkan pesanan kan. Mas tau tidak siapa yang memesannya?" Bram menggeleng" Itu tante Amel mas, masih ingatkan, wanita yang kita temui di kedai es krim waktu aku masih mengandung?"
" Iya aku mengingatnya, lalu bukannya baik sayang. Kamu sudah mengenal pelangganmu sebelunlmnya jadi lebih muda berkomunikasi bukan?"
Huuuff
Tiara menghela nafas, menariknya dan menghembuskannya kembali perlahan.
" Itu dia masalahnya mas, rumah yang tadi kita datangi itu adalah rumah menantu tante Amel, dan lelaki itu adalah mantan suamiku mas" Tiara semakin memendamkan kepalanya ke dada Bram.
" Maksud kamu Nyonya Amel mertua Dion?" Bram bertanya seperti orang yang belum mengetahui apa-apa. Walau sebenarnya dia sangatlah paham situasi sebenarnya.
" Iya mas, dunia ini begitu sempit. Kenapa aku kembali bertemu dengan orang yang ingin aku hindari?"
Tiara tidak kuasa lagi menahan diri, pertahanannya runtuh, dan air mata kembali meleleh di pipih mulusnya.
Bram mempererat pelukannya, dia membiarkan Tiara meluapkan segala gejolak dalam hatinya lewat tangisan.
" Sayang dengarkan aku" Bram menarik nafas pelan sebelum kembali melanjutkan kata-katanya.
" Segala sesuatu didunia ini tidak bisa kita tawar, semuanya berjalan sesuai takdir masing-masing. Ingatlah jika saat ini kamu belum bertemu dengan Dion, mungkin suatu saat bisa dipastikan kalian akan bertemu karena Camelia"
" Mak..maksud mas apa?" Tiara mendongak menatap mata Bram yang menatapnya teduh.
" Mas, kamu tidak berpikir akan memberikan Cameli kepadanya kan"
Pletak ..
Sebuah jitakan mendarat dikening Tiara, tidak keras namun cukup perih dirasakan
" Bicara apa kamu? walaupun Cameli bukan darah dagingku. Aku sangat menyayanginya, bagaimana mungkin aku akan memberikannya kepada orang lain. Sejak masih dalam kandungan saja aku sangat menyayangi anak nakal itu. Kamu jangan berpikir terlalu jauh sayang"
Tiara kembali memeluk Bram, dia sangat bersyukur bisa bertemu dan menikah dengan lelaki baik seperti Bram.
" Cameli adalah penghubung kalian, bagaimanapun aku tidak bisa memutus ikatan ayah dan anak. Saat dewasa kepak Cameli memiki hak untuk memilih dan itu kita tidak punya hak untuk merampasnya."
Bram menghembuskan nafasnya, cepat atau lambat hal semacam itu pasti akan terjadi. Entah besok, lusa, bulan atau tahun yang akan datang. Masa dimana Camelia akan mengetahui siapa ayah kandungnya akan tetap datang. Dan semua itu tidak ada seorangpun yang bisa kenghalanginya.
Setidaknya untuk saat ini Bram akan melakukan kewajibannya melindungi mereka berdua.
TO BE CONTINUE
Ehh semua bahagia pokoknya 😚😁
Mark siap2 puasa nih kata Abang, tak apa ya Mark puasa juga demi istri tercinta dan si twins buah hati kalian 😁😚
Nah, papah Bram jangan bicara sembarangan didepan Qee dia pasti keppo apa yang papahnya ucapkan😁
Semangat berkarya dan sukses selalu Thor 💪😚