Kirana, dalam hembusan terakhir sang Kakek dia menikah dengan sosok pria yang diyakini Kakeknya akan menjaganya dan membahagiakannya. Namun, siapa sangka kalau Arjuna adalah sosok suami yang menganggap Kirana sebagai musuh, bukan istri.
"Aku akan terus melafalkan namamu dalam doaku, karena aku mencintaimu." -Kirana Anindy.
"Menghilanglah dan pergi. Jika harta yang kamu inginkan, bawa itu bersamamu." -Arjuna Braja Satya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alasan tetap bertahan
🌹JANGAN LUPA KASIH EMAK VOTE YA ANAK ANAK KESAYANGAN EMAK, EMAK SAYANG BANGET SAMA KALIAN.🌹
🌹IGEH EMAK JUGA DIFOLLOW DI : @REDLILY123.🌹
🌹SELAMAT MEMBACA, EMAK SAYANG KALIAN.🌹
Dan akhirnya, mereka sampai di sebuah parkiran apartemen. Yang mana membuat Kiranaa mengerutkan keningnya, dia menatap Arjuna penuh dengan pertanyaan. "Kenapa ke sini, Kak?"
"Kita tinggal di sini sekarang."
"Rumah?"
"Ada kok."
"Kenapa gak di sana?"
Arjuna yang baru saja mematikan mesin mobil itu membantu sang istri melepaskan seabelt kemudian berkata, "Soalnya saya mau memulai semunya dari awal di sini."
Kirana terdiam sejenak sebelum dirinya turun, dimana di sana Arjuna langsung menggenggam tangannya.
"Barang-barangnya, Kak." kirana mengingatkan.
"Nanti aja, suruh tukang yang ngambil." Arjuna masih setia menggenggam tangan Kirana untuk membantu berjalan menuju ke unit apartemen miliknya.
"Punya kita besar kok, ada tiga kamar di sana. Lengkap pokoknya, kamu pasti bakalan suka."
"Bunda di sini, Kak?"
"Iya. Kenapa? Gak mau ketemu Bunda dulu?"
"Enggak, cuma aku ngerasa malu aja udah pergi tanpa pamit."
"Kamu juga pergi ada sebabnya, jangan mikir semua salah kamu, yang harus kamu salahkan itu saya."
Kirana hanya tersenyum tipis, menatap bagaimana tangannya digeganggam dengan erat. Rasanya seperti mimpi.
Mereka menaiki lift, menuju lantai atas.
"Pin masuknya tanggal pernikahan kita ya."
Kirana hanya mengangguk memahami. Begitu dia masuk, wangi masakan langsung menyambut hidungnya.
"Kiranaa……," ucap orang itu merentangkan tangannya dan memeluk Kirana. Bunda Eliza menangis di sana, ada rasa lega karena telah berhasil membawa Kirana kembali ke dalam keluarganya. "Hiks…. Bunda kangen…."
"Maafin Rana, Bun…. Hiks…. Maaf ya."
"Enggak, Ran. Yang salah itu si Abang, dia kesurupan setan, emang bagus kamu pergi, jadi dia insyaf."
Arjuna berdecak melihat adegen itu. "Udah, Bun. Kirana nya capek. Biarin istirahat dulu."
Mengabaikan keberadaan Arjuna di sana, Bunda Eliza menggenggam tangan Kirana dan membawanya pergi ke dapur. "Kamu udah makan malam belum? Bunda masak banyak buat kamu."
"Woaaah, Bun. Bunda masak sendiri?"
Bunda Eliza mengangguk dengan senyumannya yang manis, masih ada sisa air mata di sana. "Bunda denger kalau kamu lagi suka sama daging sapi, jadi Bunda bikinin ini. Buat cucu dong."
Kirana tersenyum merasakan usapan di perutnya. "Udah 4 bulan ya?"
Kirana mengangguk. "Kita syukuran ya?" Tanya Bunda Eliza.
Yang mana membuat Arjuna berdehem di sana. "Bun, baru juga Kirana datang. Nanti ngobrolin itunya."
Mengabaikan kembali Arjuna, Bunda Eliza sibuk memberikan kenyamanan pada sang menantu. "Mau makan sama apa? Ini deh, biar gak mual. Mau?"
Kirana mengangguk, kemudian tatapannya beralih pada sang suami yang memperhatikannya di sana. "Sini, Kak. Makan dulu."
Arjuna tersenyum dan datang. "Untung punya istri pengertian, gak kayak Bunda yang gak peka."
🌹🌹🌹
Bunda Eliza menyeret Kirana ke kamar tempat dia menginap begitu selesai makan, Bunda Eliza ingin mendengarkan cerita dari Kirana, dan Bunda juga ingin mengatakan sesuatu.
"Abang jangan ikutan, ini waktunya perempuan. Sana beresin aja barang punya Kirana."
Begitulah Bunda Eliza menahan Arjuna yang ingin bergabung dengan mereka.
"Tapi kan Abang mau tau apa yang Bunda sama Rana omongin."
"Jangan dong, ini pembahasannya cewek."
"Bunda jangan macem macem tapi."
"Emang kamu suka macem macem, enggaklah Bunda mah. Sana tunggu di luar aja."
Sementara itu, Kirana melihat sekeliling kamar yang sangat rapi.
Begitu Bunda Eliza mengunci pintu kamar dari dalam, dia segera menarik tangan Kirana. "Sini duduk, Nak."
"Bunda mau ngomong apa?"
"Bunda kangen sama kamu."
Kirana tersenyum. "Maaf ya Bunda."
"Udah dong maaf maaf-annya, kan yang salah si Abang."
Kirana hanya membalasnya dengan senyuman.
"Kamu maafin Abang, Ran?"
Kirana mengangguk.
"Kenapa?"
"Kak Arjuna mau berubah, Bun. Dia memperbaiki dirinya."
"Kamu gak sakit hati? Atas perlakuan dia dulu?"
"Ada sih, tapi liat dia sekarang kan Kirana jadi bersyukur. Mungkin ini alasan Allah nyuruh aku bertahan lalu pergi, untuk mengubah Kak Arjuna."
"Subhanallah, Ran. Kamu gak mau timpuk kepala dia dulu gitu? Pake panci?"
Kirana menggeleng sambil tertawa. "Kasihan nanti anak aku gak punya bapak."
Saat itulah tatapan Bunda Eliza turun pada perut Kirana. Dan menyentuhnya di sana. "Tapi ada satu hal lagi yang harus kamu tahu, Ran. Biar kamu gak kaget."
"Apa, Bun?"
"Bunda takut, kalau nanti kamu tahu hal ini pas kamu sama si Abang lagi harmonis-harmonisnya. Jadi lebih baik Bunda kasih tahu sekarang."
Kirana mengangguk. "Kenapa, Bun?"
"Papah kamu itu, dia adalah penolong keluarga kami. Dia yang mendonorkan matanya pada Arjuna ketika Arjuna kecil. Begitu Papahmu meninggal, Arjuna bisa melihat lagi. Itu alasan Ayah mertuamu ingin menikahkanmu dengan Arjuna, supaya Papahmu bisa melihat kamu tumbuh. Tapi Arjuna malah memperlakukanmu dengan penuh kesedihan. Bunda minta maaf, Ran."
Bunda Eliza menunduk, dia bahkan tidak mampu melihat manik Kirana. Terlalu malu untuk menghadapnya.
Namun, yang Bunda Eliza rasakan adalah sebuah pelukan, ditambah dengan kalimat, "Kirana tau kok, Bun. Itu yang membuat Kirana juga bertahan, karena di mata Kak Arjuna, Kirana bisa melihat sosok cinta pertama Kirana."
🌹🌹🌹
TO BE CONTINUE