Seorang wanita bernama Tania dijodohkan dengan teman masa kecilnya bernama Ikrar Abraham. Mereka berdua sama - sama saling mencintai. Namun, mereka mulai terpisah saat Ikrar melanjutkan pendidikannya di luar negri.
Saudara tiri Tania yang menginginkan semua milik Tania termasuk Ikrar, lelaki yang dijodohkan Tania, berusaha memisahkan mereka berdua. Bahkan demi melancarkan niat jahatnya itu. Ia dan ibunya mengusir Tania dari Rumah besarnya.
Saat Ikrar kembali untuk menikahi Tania, ia sudah tidak mendapatkan Tania di rumah besar keluarga Tania. Demi perjodohan antar keluarga, Ikrar harus bertunangan dengan Belinda, saudara tiri Tania.
Sementara Tania kini hidup sebagai wanita miskin yang tidak punya apa - apa.
Untuk mendapatkan uang biaya hidupnya, ia harus bekerja apa saja bahkan ia rela mengubah penampilannya menjadi wanita culun saat mulai bekerja sebagai asisten Ikrar. Tidak sampai disitu saja, Ikrar bahkan sering menghina dirinya sebagai wanita bodoh, pengganggu dan wanita penggoda.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Tania sampai ia harus menyembunyikan jati dirinya dari semua orang?
Apa yang akan dilakukan Ikrar saat ia tahu kalau wanita yang sering ia hina adalah wanita yang sangat ia cintai?
Simak yuk.
IG: @dewimutiawitular922
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Mutia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32 Kau cemburu ya
Pukul 13:00 siang
Nyonya Maya kini sudah berada di rumahnya. Ia duduk terdiam di sofa ruang tamunya dengan ekspresi khawatir memikirkan ucapan Tuan Reqy tadi di Kediaman Abraham.
Tak lama kemudian, terdengar suara pintu terbuka yang membuat Nyonya Maya menoleh ke arah pintu.
“Kau sudah kembali?” tanya Nyonya Maya saat melihat Belinda berjalan ke arahnya.
Belinda langsung melempar tubuhnya bersandar di sofa, tepat di samping sofa yang di duduki ibunya, kemudian berkata: “Mama dari rumah Kak Ikrar?”
“Iya, mama cerita pada mereka kalau Tania masih hidup,” jawab Nyonya Maya.
“Apa?” Belinda langsung menegakkan kembali tubuhnya dengan wajahnya yang terkejut. “Kenapa mama cerita pada mereka? Kalau mereka tahu Tania masih hidup. Otomatis pertunanganku dengan Kak Ikrar bisa batal, dan Tania bisa mengambil semuanya dariku!” lanjut Belinda.
“Dasar bodoh. Kau pikir aku melakukannya tanpa berpikir panjang. Ikrar sudah tahu tentang Tania yang masih hidup. Sebelum dia beritahu keluarganya, mama kasih tahu mereka lebih dulu supaya mereka tidak menyalahkan kita, dan mereka bisa kasihan pada kita. Awalnya mama memang datang ke sana karena mencari simpati Keluarga Abraham. Tapi, Tuan Reqy sepertinya tidak masalah dengan Tania. Sekarang nasib kita tergantung pada Ikrar. Jadi mama berpikir untuk mengubah rencana kita. Mama akan buat Ikrar bersedia menikahimu. Kalau dia bersedia, semua masalah kita selesai!” jelas Nyonya Maya dengan panjang lebar menatap anaknya.
“Apa rencana mama sekarang?” tanya Belinda yang terlihat penasaran.
“Pertama ... mama akan cari keberadaan Galang lebih dulu. Baru bertindak. Tapi kita harus hati – hati, karena mama berpikir kalau Tania sekarang pasti sudah bertemu dengan Ikrar. Dan Ikrar pasti sudah mendengar cerita Tania tentang kita,” balas Nyonya Maya.
“Kalau begitu, aku mau datang ke penthouse Kak Ikrar sekarang. Aku mau lihat apa Tania ada di sana?” kata Belinda.
“Tidak Bel, kau tidak boleh datang ke sana dulu. Sebelum kau menemui Ikrar di rumahnya, kita jauhkan Ikrar dulu dari Tania. Baru kau datang ke sana. Pikiran mama sekarang, kalau Tania ada di sana. Tidak baik bagimu untuk datang ke rumah Ikrar, apalagi Ikrar itu orang yang emosian. Jangan sampai dia mengusirmu dari rumahnya,” balas Nyonya Maya dengan tatapannya yang terlihat sangat serius seperti memikirkan sebuah rencana untuk Ikrar dan Tania.
“Membayangkan mereka bersama buat aku makin benci dengan Tania. Dia wanita yang sangat murahan, tidak punya harga diri. Pasti dia yang mulai menggoda Kak Ikrar lagi seperti dulu. Huh ... pura – pura jadi wanita baik di depan Ikrar!” keluh Belinda dengan wajahnya yang terlihat sangat kesal.
“Sudahlah ... mama lelah, mau ke kamar untuk istirahat!” pamit Nyonya Maya sambil beranjak dari tempat duduknya, kemudian meninggalkan anaknya yang duduk di sofa.
Sementara di Penthouse milik Ikrar.
Tania duduk di sofa, menunggu Ikrar selesai menghubungi seseorang. Tak lama kemudian, Ikrar keluar dari kamarnya, berjalan menghampiri Tania.
“Kau menelfon siapa sih sampai masuk ke kamar?” tanya Tania yang penasaran.
“Aku menghubungi orang yang akan mencari keberadaan Pak Burhan. Kalau aku bisa menemukan Pak Burhan, mungkin aku bisa mendapatkan informasi tentang ayahmu darinya,” jawab Ikrar sambil duduk di samping Tania.
“Oh, kupikir Belinda!” kata Tania.
Ikrar seketika tersenyum melihat Tania, kemudian berkata: “Kau cemburu ya?”
Tania langsung kaget mendengar ucapan Ikrar yang menyangka dirinya telah cemburu.
“Hah ... tidak kok. Aku cuma sekedar bertanya, karena kamu tidak menelfon disini malah masuk ke kamar. Kupikir itu Belinda,” jawab Tania.
“Aku sama sekali tidak punya niat untuk menghubungi Belinda. Aku jarang berkomunikasi dengannya. Kalau bukan wasiat palsumu itu, aku tidak mungkin tunangan dengan saudara tirimu itu!” kata Ikrar.
“Ouw!” balas Tania.
“Apa itu? Aku bicara panjang lebar tapi kau cuma bilang ouw doang!” protes Ikrar.
“Terus ... aku harus bilang apa?” tanya Tania.
“Setidaknya kau bilang, terima kasih Kak Ar ... kau sudah bekerja keras selama ini, bekerja keras menjaga hatimu dari wanita yang mendekatimu,” kata Ikrar.
“Tunggu sebentar!” kata Tania dengan ekspresinya yang pura – pura memikirkan sesuatu. “Memangnya hubungan kita apa sampai aku harus mengatakan itu padamu? Kata – kata seperti itu cocok di katakan pada kekasihnya. Sedangkan kita tidak punya hubungan apa – apa. Kau juga tidak jelas sama sekali!” ucap Tania yang sengaja menggoda Ikrar.
“Tania ... kau!” Ikrar bernada tinggi ketika mendengar semua candaan dari Tania. Wajahnya bahkan terlihat marah melihat Tania, sedangkan Tania hanya menatapnya dengan biasa.
Ikrar pun berdiri dari tempat duduknya dengan ekspresi kekesalannya itu.
“Kau mau kemana?” tanya Tania yang langsung memegang tangan kanan Ikrar, menahannya untuk pergi.
“Mau tidur. Buat apa aku disini. Aku juga bukan siapa – siapamu, kan?” kata Ikrar melirik Tania dengan kesal.
Tania ikut berdiri dari tempat duduknya ketika ia menyadari wajah Ikrar yang sangat kesal padanya.
“Kenapa kau sensitife begini. Aku, kan hanya bercanda. Dulu, aku juga sering melakukan candaan padamu, kan. Dan kau baik – baik saja, malah membalasnya dengan tersenyum!” jelas Tania yang saat itu merangkul lengan kanan Ikrar dengan kepala mendongak melihat Ikrar.
“Kalau dulu, aku tidak masalah karena hanya aku pria yang ada di dekatmu. Tapi sekarang, kau punya dua pria yang selalu mendekatimu. Dan aku tidak tahu apa yang kau rasakan dan kau pikirkan tentang mereka,” ucap Ikrar.
Tania melepaskan rangkulannya, kemudian mencubit kedua pipi Ikrar.
“Ya tuhan. Kau manis sekali kalau sedang marah begini,” kata Tania tertawa kecil menikmati aksinya itu.
Namun, wajah Ikrar sama sekali tidak berubah. Ia masih tetap berwajah kesal di depan Tania.
“Ayo dong, tersenyum. Aku benar – benar bercanda tadi!” kata Tania sambil menarik kedua sudut bibir Ikrar agar tersenyum di depannya.
“Oke. Aku tersenyum sekarang!” kata Ikrar yang seketika menarik bibirnya untuk tersenyum. “Tapi, aku mau bertanya padamu. Apa artinya Axel bagimu dan juga pria yang tinggal bersamamu itu?” lanjut Ikrar yang seketika berubah ekspresi serius pada Tania.
Tania kembali duduk di sofa sambil berpikir tentang Axel dan Galang.
“Axel ya ... Axel itu sudah kuanggap sebagai adikku. Dia jauh lebih muda dariku, kan. Kalau Kak Galang ... dia sosok kakak yang sangat baik. Aku sangat menghormatinya,” jawab Tania.
Ikrar ikut duduk di samping Tania, kemudian berkata: “Besok, kita ke rumah ayah dan ibu ya. Ibu menganggap kau sudah tiada. Kalau dia tahu kau masih hidup, dia pasti sangat senang. Gressia juga pasti senang melihatmu. Ibu dan Gress sangat terpukul mendengar kau sudah tiada!”
Ikrar tidak lagi menanggapi ucapan Tania tadi tentang kedua pria yang menurutnya sama sekali tidak penting, apalagi jawaban Tania membuatnya puas. Ia malah membicarakan tentang keluarganya.
Tania yang mendengar ucapan Ikrar terlihat sedikit khawatir. Ia merasa belum siap bertemu kembali dengan keluarga Ikrar.
“Kak Ar ... kau masih punya ikatan dengan Belinda. Kalian berdua masih bertunangan. Kalau aku datang ke sana. Aku khawatir kalau aku datang hanya membuat masalah seperti tempo hari,” balas Tania.
“Jangan khawatir. Ada aku. Mereka yang tidak menyukaimu tidak akan bisa menyentuhmu. Kau harus datang ke sana untuk bertemu ibu. Dan jangan khawatirkan tentang Tante Maya. Dia mungkin dekat dengan keluargaku, tapi tidak ada orang yang bisa memaksaku!” kata Ikrar.
Tania menundukkan kepalanya dengan rasa khawatirnya itu. Ia masih tetap berpikir jika ia hanya akan membuat keadaan semakin rumit di rumah Abraham.
Di tengah – tengah obrolan mereka, datang pelayan wanita yang sudah masak makan siang untuk mereka berdua.
“Tuan Muda. Makan siangnya sudah siap!” kata pelayannya itu yang berdiri di depan Ikrar dengan kepala menunduk.
“Oke. Kau pergilah sekarang!” perintah Ikrar.
“Baik tuan,” balas pelayannya.
Ikrar kembali fokus melihat Tania, kemudian berkata: “Tenanglah, jangan dipikirkan lagi. Semuanya pasti baik – baik saja. Bagaimana kalau kita makan siang dulu? Makanannya sudah siap sekarang!”
“Baiklah,” jawab Tania sambil tersenyum.
Ikrar pun berdiri dari sofa sambil menarik tangan Tania untuk membantunya berdiri. Dan mereka berdua berjalan bersama – sama menuju meja makan.
Setelah berada di ruang makannya, mereka berdua duduk dan mulai menyantap makanannya masing – masing. Sesekali mereka saling melihat satu sama lain sambil melempar senyum manis.
.
.
.
Bersambung.
.
.