Mengisahkan seorang crazy rich, Ditya Halim Hadinata yang memperjuangakan cinta seorang gadis dari keluarga biasa, Frolline Gunawan yang tidak lain adalah kekasih keponakannya sendiri, Firstan Samudra.
Ikuti terus ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 : Menikahlah denganku
“Mungkin ini yang orang lain sebut cinta. Kalau rasa yang aku rasakan ini benar cinta, tolong izinkan aku tetap merasakannya. Tetaplah bersikap terbuka seperti ini denganku. Aku tidak menuntut untuk dicintai, cukup hargai keberadaanku di dalam hidupmu,” pinta Ditya.
Frolline tertegun, mencerna kata demi kata yang baru saja keluar dari bibir Ditya. Sampai akhirnya terucap satu kata, singkat tapi cukup menancap di lubuk hati yang terdalam.
“Maafkan aku. Bukan karena Firstan, tetapi aku tidak mencintaimu,” tolak Frolline sebelum melepaskan diri dari dekapan Ditya.
Dan lelaki itu, lagi-lagi harus menelan pil pahit. Perjuangannya kali ini terbilang sulit. Frolline bukan hanya tidak mau membuka hati untuknya, bahkan gadis itu tidak mau membuka diri.
Saat ini kekayaan dan nama besar keluarganya tidak bisa meruntuhkan tembok besar yang dibangun Frolline. Bahkan gadis itu tidak pernah memandang ke arahnya sama sekali, disaat gadis-gadis lain mengelu-elukannya bak dewa.
Namun, penolakan Frolline, malah membuat Ditya semakin tergila-gila. Penolakan Frolline membuktikan kalau dia bukan gadis kebanyakan dan pantas diperjuangkan. Semakin menunjukan dimana tempatnya. Dan itu menjadi nilai lebih dimata Ditya. Malahan kalau Frolline begitu murahan dan gampangan, dia akan berpikir untuk mundur.
Artinya cinta dan harga diri Frolline bisa dibeli dengan uang. Dan tentunya Ditya tidak akan mau memperistri perempuan seperti itu. Membuang tiga puluh lima tahun kejombloannya selama ini, kalau pada akhirnya dia harus jatuh di tangan perempuan murahan.
***
Seminggu berlalu, hubungan Ditya dan Frolline tidak ada kemajuan sama sekali. Masih seperti biasa, meskipun sudah jauh lebih baik. Setidaknya Frolline sudah bisa bersikap manis dan mau diajak bicara.
“Fro, besok aku harus kembali ke Indonesia,” ucap Ditya saat menikmati makan malam mereka di apartemen. Kilau lampu jalan di tengah kegelapan yang terpampang dari jendela apartemen menambah indahnya makan malam mereka. Meskipun bukan makan malam mewah di hotel bintang lima, walaupun bukan menu mahal seperti yang biasa di santapnya.
Namun, setiap makan malam bersama Frolline sangat istimewa meski dengan menu sederhana. Bisa memandang wajah cantik Frolline dari dekat, adalah kebahagiaan tersendiri untuk Ditya.
Belum lama mereka pulang dari rumah sakit, untuk memastikan perkembangan papa Frolline yang masih jalan di tempat. Belum ada tanda-tanda akan sadar, meskipun kondisinya jauh lebih baik dibanding saat pertama kali dirawat. Beberapa hari ini Gunawan mulai bisa merespon, walaupun tidak begitu kentara.
Berdoa semoga secepatnya sadar dan tindakan operasi bisa segera dilakukan. Berharap musibah ini cepat berlalu. Ditya sudah tidak sanggup melihat tangisan dan kesedihan Frolline setiap kali mengunjungi Gunawan.
Gadis itu sendirian. Tidak ada yang menemani. Mama dan ibunya masih tertahan di Indonesia. Dia hanya memiliki Ditya disini.
“Pekerjaanku menumpuk dan aku harus kembali secepatnya,” lanjut Ditya, menyuapkan nasi goreng dadakan buatan Frolline. Seminggu tinggal bersama Frolline, dia mulai terbiasa dengan kehidupan orang kebanyakan. Bahkan selama seminggu ini, Ditya meninggalkan kehidupan sultannya. Bisa merasakan kehangatan sebuah keluarga.
Hal yang paling mengharukan dan membuatnya mantap memilih Frolline adalah saat gadis itu tampil dengan celemek, memasak untuk makan malam mereka.
Seumur hidup, Ditya dan keluarganya terbiasa dilayani asisten rumah tangga. Bahkan ketika pulang ke kediaman orang tuanya di Surabaya, Ditya biasa menikmati sarapan, makan siang dan makan malam dari tangan handal cheff yang dipekerjakan khusus di istana Halim Hadinata.
Mendapati hal itu, tentu membuat perasaannya menghangat. Gaya hidup yang jauh berbeda dengan yang dijalaninya.
“Lalu aku bagaimana?” tanya Frolline dengan polosnya. Ikut menyuapkan sesendok penuh nasi goreng telur mata sapi ke dalam mulutnya.
Ditya tersenyum. Pertanyaan Frolline membuatnya merasa sangat dibutuhkan.
“Aku meninggalkan Matt untukmu. Selain itu, aku usahakan secepatnya terbang kesini untuk menemanimu,” jelas Ditya.
“Aku takut,” bisik Frolline. Tidak biasanya dia menjadi manja. Entah karena sudah terbiasa selama seminggu ini, semuanya diurus Ditya atau karena sendirian di negri orang.
“Besok mamamu akan terbang kesini. Setelah itu aku baru pulang ke Indonesia,” sahut Ditya, berusaha menenangkan.
Lelaki itu baru saja menandaskan nasi goreng miliknya. Meneguk segelas air putih, kemudian masuk ke kamarnya tanpa bicara sama sekali. Membuat Frolline keheranan.
Belum hilang raut keterkejutan itu dari wajah Frolline, Ditya sudah muncul kembali dengan senyum terukir di wajah tampannya.
“Ini untukmu,” ucap Ditya, menyodorkan sebuah kartu platinum. Terlihat Ditya mendorong kecil kartu persegi itu, mendekat ke arah Frolline yang semakin terbelalak.
“Apa ini?” tanya Frolline. Meskipun dia paham maksudnya, tetapi ada baiknya mencari tahu untuk memastikan.
“Gunakan untuk semua kebutuhanmu dan papamu selama disini,” jelas Ditya.
“E... tetapi aku tidak bisa menerimanya,” ucap Frolline terlihat sungkan.
“Ambil dan gunakan saja. Kamu pasti membutuhkannya. Tidak perlu sungkan dan terbebani. Aku tulus menolong papamu, tidak berharap kamu membalasnya,” jelas Ditya
lagi.
Frolline tampak berpikir, tidak mungkin juga dia menolak. “Terimakasih,” ucap Frolline, tertunduk malu.
***
Keesokan harinya.
Ditya sedang bersiap di kamarnya saat Frolline mengetuk pintu dan meminta izin masuk. Keduanya sedang menunggu Matt, yang menjemput nyonya Gunawan untuk dibawa ke apartemen.
“Masuk Fro!” pinta Ditya. Lelaki itu sudah rapi, sedang duduk di atas tempat tidur, memakai sepatunya.
“Ada apa?” tanya Ditya heran, menatap Frolline yang mematung di tempat. Gadis itu sedang menunduk, saling menautkan jari-jemari lentiknya. Terlihat jelas Frolline menutupi kegugupannya.
“Ada apa? Bicaralah!” pinta Ditya.
“Apa kita bawa papa pulang ke Indonesia saja,” ucap Frolline akhirnya.
Sejak semalam Frolline berpikir keras. Begitu menerima kartu dari Ditya, perasaannya bertambah tidak enak. Semakin sungkan dan malu sendiri. Lelaki itu sudah banyak membantu keluarganya. Bukan hanya materi, tetapi juga waktu dan tenaga.
“Ada apa?” tanya Ditya mengerutkan dahinya. Heran kenapa tiba-tiba Frolline meminta membawa papanya yang koma kembali ke Indonesia.
“Aku.. aku...” Lidah itu keluh, tidak bisa menjawab dengan terus terang.
“Karena bantuanku? Kamu tidak enak hati?” tanya Ditya, langsung menembak ke sasaran.
Sebuah anggukan kecil terlihat dari wajah tertunduk. Frolline bahkan sudah tidak punya muka untuk perasaan tidak enaknya yang semakin hari semakin menyesak di dada.
“Dengar Fro. Perusahan keluarga kami sudah menjadi donatur tetap di beberapa yayasan kemanusiaan dan membantu program pemerintah tepatnya yang berhubungan dengan pendidikan di daerah tertinggal. Bahkan sering mengadakan kegiatan sosial. Dan itu nilainya jauh lebih besar, bahkan berkali-kali lipat dibanding apa yang aku beri pada keluargamu. Kenapa harus sungkan?”
“Itu berbeda,” ucap Frolline.
“Anggap saja itu bantuan dari perusahaan. Bukankah kamu bekerja di perusahaanku?” tanya Ditya beralasan.
“Iya.., tetapi kan...”
“Sudah, tidak ada tapi-tapian. Kalau sekiranya kamu sungkan menerimanya. Menikahlah denganku!” ucap Ditya tiba-tiba. Tanpa diduga, tanpa direncana. Kalimat lamaran itu keluar dengan sendirinya. Bahkan dia sendiri nyaris tidak percaya sanggup mengucapkannya dengan lancar.
Deg—
Kepala tertunduk itu akhirnya terangkat. Memandang ke netra lawan bicaranya. Rasanya tidak percaya Ditya akan mengucapkan kata-kata itu.
Tampak Ditya maju beberapa langkah, memangkas jarak. Dengan memberanikan diri, meraih kedua tangan Frolline yang menjuntai lemas di kedua sisi tubuh mungilnya.
“Aku serius. Menikahlah denganku, Fro. Aku berjanji akan membahagiakanmu dan kedua orangtuamu,” ucap Ditya penuh dengan keyakinan.
***
T b c
Love You all
Terima kasih.
ngulang baca lagi