NovelToon NovelToon
Obsesi Cinta Tuan Gumiho

Obsesi Cinta Tuan Gumiho

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Reinkarnasi / Beda Usia / Cinta Beda Dunia / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:9.6k
Nilai: 5
Nama Author: Heryy Heryy

Kim Min-seok siluman rubah tampan berekor sembilan, yang sudah hidup lebih dari 1000 tahun,Kim Min-seok hidup dengan menyembunyikan identitasnya sebagai seekor gumiho,Ia berkepribadian dingin dan juga misterius.

Dirinya menjalin hidupnya dengan kesepian menunggu reinkarnasi dari kekasihnya yang meninggal Beratus-ratus tahun yang lalu.

Kim Min-seok kemudian bertemu dengan Park sung-ah mahasiswi jurusan sejarah, saat itu dirinya menjadi dosen di universitas tersebut.

Mereka terjerat Takdir masa lalu yang mempertemukan mereka, mampukah Kim Min-seok mengubah takdir tragis di masalalu yang terulang kembali di masa depan.

apakah kejadian tragis di masalalu akan kembali terjadi kepada dirinya dan juga kepada park sung-ah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heryy Heryy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

༿BAB༌༚25

Setelah masa-masa yang penuh kesedihan dan keheranan karena larangan yang diberikan Kim Min-seok—tentang menghindari manusia yang lahir di tahun macan dan laki-laki lain, termasuk Baek Yi-jin yang dia sukai—Sung-ah masih terjebak dalam pikiran yang kacau.

Dia masih memegang buku yang berisi daftar nama-nama itu, jari-jari dia menelusuri tulisan nama Yi-jin berulang kali, rasa sakit dan kesedihan menyebar di hatinya.

Saat dia sedang duduk di sofa ruang tamu, mata dia terlihat kosong dan lelah, Min-seok mendekati dia dengan langkah yang sangat lembut, seolah-olah takut akan membuat dia terkejut.

"Sung-ah, mari kamu bersiap," kata dia dengan suara yang lemah dan lembut, suaranya seperti angin sembilan yang menyentuh telinga Sung-ah.

Dia berdiri di depan dia, tubuhnya menutupi sebagian cahaya matahari yang masuk dari jendela, membuatnya terlihat seperti sosok yang melindungi.

Sung-ah memutar kepala dengan kecepatan yang perlahan, matanya yang kacau mulai fokus ke wajah Min-seok.

Dia melihat pandangan dia yang penuh kasih, dan rasa kekhawatiran sedikit mereda.

"Bersiap? Mengapa? Kamu ingin mengajak ku kemana, Dosen Kim?" tanya dia dengan suara yang serak dan lemah, seolah-olah dia baru saja bangun dari tidur yang panjang.

Min-seok tersenyum lemah, matanya menyala dengan cahaya yang lembut.

"Aku akan mengantar kamu ke kontrakan," jawab dia, membuat Sung-ah semakin bingung.

Dia memutar kepala lagi, melihat sekeliling apartemen yang megah, tidak mengerti mengapa mereka harus pergi ke tempat yang dia tinggali sebelumnya.

"Ke kontrakanku? Ada apa? Mengapa kita harus pergi ke sana?" tanya dia lagi, suaranya sedikit lebih keras, menunjukkan keheranannya yang semakin besar.

Dia tidak bisa membayangkan apa yang ada di kontrakannya yang sederhana yang perlu dia ambil, terutama setelah semua kejadian yang menimpanya.

Min-seok menghela nafas panjang, napasnya terasa hangat di udara yang sejuk.

Dia kemudian melihatnya dengan mata yang penuh kejujuran, tanpa ada sedikit pun cela.

"Apa? Kamu tidak akan membawa barang-barangmu?" kata dia dengan nada yang sedikit heran, seolah-olah itu adalah hal yang paling wajar di dunia.

"Tidak ada barang-barang wanita di apartemenku—tidak ada baju yang sesuai untukmu, tidak ada perlengkapan mandi yang kamu gunakan, tidak ada buku yang kamu baca, tidak ada apa-apa yang membuat tempat ini seperti rumah untukmu. Jadi kita harus pergi ke kontrakan mu untuk mengambil semua barang-barangmu yang kamu butuhkan sehari-hari."

Sung-ah merasa wajahnya memerah karena malu.

Dia baru terpikirkan bahwa barang-barangnya masih ada di kontrakannya yang kecil di dekat kampus—tempat yang dia tinggali sendiri selama setahun, tempat yang penuh dengan kenangan pribadi.

Foto-foto keluarga, buku catatan yang dia tulis sendiri, dan baju-baju yang dia beli dengan uang gaji paruh waktu.

Dia mengangguk perlahan, mata dia mulai membara dengan sedikit harapan—setidaknya dia akan bisa mengambil barang-barang yang menjadi bagian dari kehidupannya yang lama.

"Baiklah, Dosen Kim... aku akan bersiap sekarang," kata dia dengan suara yang lemah, berdiri perlahan dari sofa.

Tubuhnya masih merasa sedikit goyah, seolah-olah dia belum terbiasa dengan perubahan tempat yang cepat.

Dia berjalan ke kamar tidur yang baru disiapkan untuknya, membuka lemari yang kosong, dan mengambil baju jeans biru dan kemeja putih yang Min-seok belikan untuknya semalam.

Dia mengenakannya dengan hati-hati, melihat dirinya di cermin yang besar—dia terlihat seperti dirinya sendiri lagi, bukan orang yang hilang dalam dunia keajaiban dan bahaya.

Setelah beberapa menit, Sung-ah keluar dari kamar tidur, siap untuk pergi.

Min-seok menunggu dia di pintu masuk apartemen, memegang kunci mobilnya di tangan.

Dia membuka pintu untuk dia dengan senyum lemah, dan mereka berjalan bersama ke lift yang membawa mereka ke garasi di lantai bawah.

Saat lift terbuka, Sung-ah terkejut sepenuhnya—di depan dia berdiri sebuah mobil sedan hitam yang besar dan mewah, dengan desain yang elegan dan modern, cahaya matahari menyinari bodi mobil itu membuatnya berkilap seperti permata hitam.

"Naiklah," kata Min-seok dengan suara yang lemah, membuka pintu mobil untuk Sung-ah.

Sung-ah masuk dengan hati-hati, duduk di kursi penumpang yang empuk dan lembut, permukaan kulit yang lembut menyentuh tubuhnya.

Min-seok masuk ke dalam mobil, memulai mesin dengan bunyi yang lembut, dan mereka mulai berjalan menuju kontrakan Sung-ah yang terletak di daerah dekat kampus.

Perjalanan ke kontrakan hanya membutuhkan waktu sekitar empat puluh menit, tapi bagi Sung-ah, itu terasa seperti selamanya.

Selama perjalanan, keheningan menyelimuti keduanya—Sung-ah masih merasa sedikit canggung dan takut di dekat Min-seok, sementara Min-seok fokus mengemudi, matanya terarah ke jalan raya yang ramai.

Sung-ah melihat ke luar jendela, menyaksikan pemandangan kota Seoul yang sibuk—orang-orang yang berjalan cepat, mobil yang berdatangan dan berjalan, gedung-gedung tinggi yang berdiri tegak.

Dia merasa seperti orang asing di negaranya sendiri, seperti dia telah hilang selama bertahun-tahun dan baru saja kembali.

Saat mereka tiba di depan kontrakan Sung-ah yang kecil dan sederhana, Sung-ah merasa hati dia berdebar kencang.

Tempat ini terlihat sama seperti sebelumnya—tembok yang berwarna putih yang sedikit kusam, pintu kayu yang tua, taman kecil di depan yang penuh dengan bunga mawar yang merah.

Tidak ada orang yang menunggu di luar—seperti selalu, dia tinggal sendiri di sini. Dia mengambil kunci dari tasnya, membuka pintu dengan perlahan, dan memasuki kontrakan bersama Min-seok.

Ruangan itu kecil tapi nyaman—kasur kecil di sudut kiri, meja belajar di depan jendela, lemari baju yang penuh dengan baju-bajunya, dan lemari es yang kecil di sudut kanan.

Bau tempat itu masih sama: bau pewangi yang dia gunakan setiap hari dan bau buku yang disimpan di rak.

Sung-ah langsung mulai mengemasi barang-barangnya—dia membuka lemari baju, mengambil baju-bajunya satu per satu, dan memasukkannya ke dalam tas dan kardus yang Min-seok bawa.

Min-seok berdiri di sampingnya, membantu dia memasukkan barang-barang yang berat ke dalam tas, seperti buku-buku tebal dan perlengkapan mandi yang berat.

Selama proses pengemasan yang berlangsung sekitar satu jam, Sung-ah merasa sedikit lebih nyaman di dekat Min-seok.

Dia melihat bagaimana dia membantu dia dengan senang hati, bagaimana dia tidak merasa capek bahkan setelah membawa tas-tas yang berat berkali-kali, bagaimana dia selalu menanya apakah dia butuh bantuan lagi.

Dia mulai menyadari bahwa Min-seok bukanlah makhluk yang menakutkan seperti yang dia bayangkan—dia adalah orang yang baik dan penyayang, orang yang benar-benar ingin melindunginya.

Setelah semua barang-barang Sung-ah telah terkemas dan dimasukkan ke dalam bagasi mobil, Min-seok menutup penutup bagasi dengan kuat.

Sung-ah melihat ke dalam kontrakan untuk yang terakhir kalinya, mengingat semua kenangan yang dia miliki di sana—malam-malam yang dia habiskan belajar sendiri, hari-hari yang dia lewati dengan senang hati sendiri, dan juga masa-masa kesedihan yang dia alami sendiri.

Dia menutup pintu kontrakan, menguncinya, dan menyimpan kunci di tasnya—sebagai kenangan dari tempat yang pernah menjadi rumahnya.

Setelah itu, mereka kembali ke mobil dan berjalan kembali ke apartemen Min-seok di tengah kota Seoul.

Ketika mereka tiba di apartemen, Min-seok membuka bagasi mobil dan mulai membawakan barang-barang Sung-ah ke dalam apartemen.

Sung-ah membantu dia, membawa tas-tas yang lebih ringan ke kamar tidur yang baru.

Mereka membawa barang-barang itu ke kamar tidur, dan mulai menempatkannya di tempat yang tepat.

Min-seok membantu dia memasukkan baju-bajunya ke dalam lemari yang besar, sementara Sung-ah menyusun buku-bukunya di rak buku yang disiapkan untuknya di sudut kamar.

Saat mereka sedang sibuk menata barang-barang, Sung-ah sedang membawa kardus yang berisi pakaian dalamnya—yang berwarna merah muda, putih, dan biru muda, dengan desain yang cantik dan lembut—ke arah lemari yang terletak di sudut kamar.

Dia berjalan dengan cepat, tergesa-gesa untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga dia tidak melihat tali tas yang tergeletak di lantai di depannya.

Tiba-tiba, kakinya terjepit oleh tali itu, dan dia terjatuh ke lantai dengan bunyi yang lemah.

Saat dia terjatuh, tangannya yang memegang kardus itu terkejut, dan dia tidak sengaja melempar kardus itu ke arah Min-seok yang sedang berdiri di dekat lemari, sibuk memasukkan baju-bajunya.

Kotak kardus itu terbuka dengan kecepatan yang luar biasa, dan seluruh isi pakaian dalamnya terlempar ke udara dengan kekuatan.

Tetesan udara bergerak, dan sekejap kemudian, semua pakaian dalam Sung-ah—yang lembut dan berwarna-warni—terlempar tepat ke wajah Kim Min-seok.

Pakaian dalam merah muda tergeletak di hidungnya, pakaian dalam putih terlipat di matanya, dan pakaian dalam biru muda tergantung di rambutnya yang berwarna hitam.

Sung-ah melihat itu dengan mata yang membesar, tubuhnya beku di tempat.

Semua yang dia pikirkan hanyalah bagaimana malu dia akan merasa, bagaimana Min-seok akan marah padanya.

Tanpa bisa mengendalikannya, dia membuka mulutnya dan berteriak dengan suara yang keras, terkejut, dan penuh dengan malu yang luar biasa:

"TIDAKKKKK !!!!!!!..."

1
𝓪𝓻𝓽𝓾𝓻 𝚝𝚎𝚖
crezy up thr
Almahira
🤭🤭🤭 kisss lagi🤭
𝓪𝓻𝓽𝓾𝓻 𝚝𝚎𝚖: ko kamu gak ada novel?
total 1 replies
Almahira
gue juga pengen 😭
Almahira
wah nafsunya memuncak, nih dosen 🤭
Almahira
wah udah Kiss kissan aja
Almahira
kaya adegan sinetron aja🤣
Almahira
pasti nangis lah jadi cewek kalo di kasih harapan palsu 😭😭
Almahira
wah di kasih harapan palsu,😭😭😭
Almahira
seneng banget tuh 🤭🤭
Almahira
kalau kaya gitu visualnya saya juga mau
Han Sejin: haaa🤣
total 1 replies
🐌KANG MAGERAN🐌
semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!