NovelToon NovelToon
Wajah Tersembunyi

Wajah Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Identitas Tersembunyi / Pengganti / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP / Mafia
Popularitas:74
Nilai: 5
Nama Author: Pertiwi1208

Dara, seorang detektif yang menangani kasus pembunuhan berantai harus menelan kenyataan pahit. Pasalnya semua bukti dan saksi mengarah padanya. Padahal Dara tidak kenal sama sekali dengan korban maupun pelaku, begitu juga dengan anggota keluarga dan saksi-saksi yang lain.


Dalam keadaan yang terpojok dan tanpa bantuan dari siapapun, Dara harus berusaha membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi pembunuhan keji tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Setelah mendapatkan alamat rumah Aditya, Natasha pun segera memerintahkan anak-anak baru untuk pergi memeriksa. Anak buah Natasha yang seharusnya wajah-wajahnya tidak diketahui oleh Aditya.

"Kalau begitu kasus ini sudah pasti mengarah ke kastil itu," gumam Dara sembari menatap meja dengan tatapan kosong. 

Saat ini mereka semua sedang berkumpul di ruang tamu. Sejak mengetahui Aditya telah kembali, mereka semua lebih sering berada di rumah dan mempercayakan pekerjaan mereka pada orang-orang yang memang sudah bisa dipercaya dan sudah ahli.

"Kita harus mencari tahu tempat apa itu sebenarnya, dan apa hubungan Pak Krisna, Pak Bagas, dan juga kamu," ucap Dara sembari menatap ke arah Arum.

"Aku? Kenapa aku?" tanya Arum dengan tidak mengerti.

"Kamu pernah disandera oleh Pak Tama, itu berarti kamu juga berhubungan dengan kastil itu," ucap Dara.

"Dulunya itu adalah sekolah asrama." Tiba-tiba ada suara dari arah pintu utama. Semua orang pun segera menatap ke arah sumber suara, yang ternyata adalah suara Febri.

Dara pun segera menoleh ke arah Ardi. "Dia adalah Febri." Ardi langsung menjelaskan tanpa diminta.

"Ah, kamu yang pernah tinggal disana," ucap Dara. Febri pun segera mengangguk dan berjalan ke arah sofa.

"Selain mencari tahu hubungan Aditya, Pak Bagas, dan juga Arum, kita juga harus mencari tahu hubunganmu dengan kastil," sela Natasha sembari menatap ke arah Dara.

"Aku?" tanya Dara dengan tidak mengerti, sama halnya seperti Arum.

"Hmb, kenapa mereka menempatkanmu di kursi tersangka, dan kenapa juga mereka sangat yakin bahwa kamu adalah pembunuh Putri mereka. Padahal sudah sangat jelas sekali dari ciri mayat-mayat tersebut, bahwa itu adalah perbuatan Aditya," jelas Natasha sembari mengangkat tangan kiri Ardi, dimana jari kelingkingnya hilang, karena perbuatan Aditya.

Dara dan Arum saling bertukar pandang, karena mereka sama-sama tidak mengetahui tentang kastil tersebut.

"Ceritakan pada kami tentang kastil itu." Dara segera menyadarkan dirinya dan bertanya pada Febri.

"Ceritakan padanya saja, kami semua sudah tahu tentang kastil itu," ucap Ardi sembari menggeliatkan tubuhnya, agar otot-ototnya bisa sedikit meregang.

"Emb... aku harus cerita darimana ya," ucap Febri sembari memainkan bibirnya. Sepertinya Febri sudah berhasil keluar dari rasa traumanya.

Dara segera menatap ke arah Arum sembari mengulurkan tangan, Arum pun segera mengerti, dia segera memberikan buku kecil dan juga bolpoin pada Dara. Arum benar-benar menjadi pengganti Dani saat ini.

"Awalnya dulu aku adalah anak yang putus sekolah dan sedang mencari pekerjaan. Aku melihat selebaran dan aku menghubungi nomor yang tertera, ternyata nomor tersebut milik Clara." Febri mencoba membuka cerita dan mengingat masa itu. Dara pun menatap lagi ke arah Ardi.

"Iya, Clara adalah yang batu nisannya ada di halaman belakang," ucap Ardi.

"Benar saja saat itu aku dipekerjakan menjadi pelayan di sebuah cafe, selain aku, juga ada beberapa anak lagi," ucap Febri.

"Setelahnya Clara menawariku untuk melanjutkan sekolah, dia bilang jika nanti aku bisa mendapatkan ijazah, maka jabatanku juga akan naik. Terlebih dia juga mengatakan, bahwa biayanya akan dipinjami, setelah aku kembali bekerja dan naik jabatan, aku baru akan mengembalikan semua biaya tersebut dengan cara mencicil. Masuk akal bukan?" tanya Febri.

"Aku sempat ragu, aku berpikir cukup lama untuk mengambil keputusan, tapi rupanya bukan hanya aku yang diberi penawaran tersebut, melainkan semua karyawan yang ada di cafe tersebut, terutama karyawan-karyawan perempuan.".

"Kami berunding dan akhirnya kami setuju, kami dimasukkan ke sekolah asrama, yang ternyata tidak beroperasi sebagai sekolah, kami malah dimasukkan ke dalam jeruji besi dan juga dipaksa untuk memuaskan nafsu para pria hidung belang. Kami juga dicekoki dengan obat," jelas Febri.

"Mereka menyebutnya vitamin," sahut Maria yang sedikit tahu tentang kastil tersebut.

"Apa kalian tidak mencoba kabur?" tanya Dara.

"Tentu saja kami mencoba berkali-kali," jawab Febri.

"Tapi tidak ada yang berhasil, saat tertangkap, hukuman kejam sudah menanti," imbuh Febri.

"Kami memang tidak akan bisa kabur, karena ada anjing gila yang sudah sangat hafal dengan bau tubuh kami. Perlu diketahui bahwa saat kami berada di sana, kami sangat jarang mandi, sehingga memudahkan anjing-anjing tersebut menemukan kami dimanapun kami berada," jelas Febri. Dara langsung mengerutkan keningnya saat Febri mengatakan anjing gila.

"Hukuman kejam itu seperti apa?" tanya Dara yang mencoba terus fokus.

"Yang paling ringan, kami tidak diberi makan selama tiga hari, jika ada yang ketahuan memberi makan kita, dia akan dicambuk. Hukuman yang lain adalah membersihkan seluruh sudut kastil selama sepekan tanpa ada yang membantu, terutama di area aula dan area persembahan.”

“Tentu saja juga hukuman cambuk dan bahkan sampai ada yang sering disiksa menggunakan setrika, sehingga seluruh tubuhnya penuh dengan luka bakar," jawab Febri.

"Tunggu dulu," sela Arum.

"Salah satu dari anggota juri inti ada yang memiliki luka bakar sangat banyak di sekujur tubuhnya," ucap Arum.

"Benarkah?" tanya semua orang secara bersamaan.

"Siapa dia?" tanya Dara dengan segera.

"Aku lupa namanya, karena dia sangat jarang ikut berkumpul dengan kami hanya untuk sekedar makan-makan, hanya sekali saja setelah acara di perusahaan selesai, setelahnya dia tidak pernah membalas pesan kami." 

Arum mencoba terus mengingat orang tersebut. "Dia juga yang saat itu sempat berselisih dengan Dita, dia bertindak frontal pada Dita, karena Dita terus memotret. Saat itu dia mengira kalau Dita mengambil gambarnya," jelas Arum sembari terus mengingat kejadian saat itu.

"Apa mungkin dia yang membunuh Dita?" tanya Dara.

"Entahlah, tapi saat dia merebut ponsel Dita dan melihatnya, tidak ada satupun fotonya disana," jawab Arum.

"Jadi aku juga pernah bertemu dengannya kan? Aku pernah menginterogasi kalian semua saat mayat Dita pertama kali ditemukan," ucap Dara.

"Hmb, dia juga datang ke kantor polisi untuk memberikan keterangan," jawab Arum.

"Apa aku bisa melanjutkan ceritaku?" tanya Febri.

"Ah iya, lanjutkan," ucap Dara sembari terus menulis di buku kecilnya.

"Saat itu ada anak dibawah umur yang tidak pernah putus asa, dia terus mencoba mencari jalan untuk melarikan diri, dia juga selalu mengajak dan melindungi anak yang paling kecil sendiri diantara anak-anak itu.”

“Kemanapun dia pergi, dia selalu membawanya. Bahkan dia juga bersedia menanggung hukuman untuk anak kecil tersebut dan juga rela tidak makan, jika anak yang paling kecil itu masih merasa lapar." Saat Febri menjelaskan, tiba-tiba saja Dara terlihat gelisah dan berkeringat.

"Kamu kenapa?" tanya Arum.

"Semua yang diceritakan itu selalu muncul dalam mimpiku," ucap Dara yang tidak bisa lagi membendung perasaannya. Karena mimpi-mimpi tersebut selalu datang sejak Dara masih kecil.

"Cerita yang mana?" sahut Devan.

"Jeruji besi, anjing gila, anak kecil yang membawa temannya dan melarikan diri," jawab Dara. Arum segera beranjak dari duduknya dan mengambil minum di kulkas untuk diberikan pada Dara, yang saat ini terlihat tidak baik-baik saja.

"Apa kamu pernah tinggal disana? Di jeruji nomor berapa?" tanya Febri.

Dara menenggak air dari botol yang diberi Arum dan mengatur nafas. "Aku tidak yakin, aku hanya bermimpi sedang melarikan diri dengan anak yang lebih kecil dariku, dan kami sedang dikejar oleh seorang pria yang membawa beberapa anjing," jawab Dara.

"Dia dulu pernah kecelakaan dan menyebabkan sebagian memorinya hilang," sahut Arum.

"Lalu apa kamu melihat pria yang membawa anjing tersebut?" tanya Febri.

"Tidak, aku tidak pernah melihat wajahnya," jawab Dara.

"Memangnya siapa yang membawa anjing itu?" tanya Ardi.

"Aditya," jawab Febri dengan sangat yakin.

"Pak Krisna?" tanya Dara.

"Siapa Pak Krisna?" tanya balik Febri.

"Aditya dan Pak Krisna adalah orang yang sama," jawab Natasha.

"Apa kamu anak adopsi?" tanya Ardi tanpa memikirkan perasaan Dara.

"Apa iya?" tanya Dara sembari mengerutkan keningnya. 

Seketika dia ingat saat ayahnya dan Amelia sedang bercengkrama bahagia di ruang televisi, sedangkan Dara hanya bisa melihat mereka dari balik pintu. Saat itu ayahnya juga mengatakan bahwa jangan sampai dia mengetahui hal itu. Dara tidak tahu apa yang dimaksud dengan ‘hal itu’ yang diucapkan ayahnya pada kakaknya.

"Kamu sendiri yang mengatakan bahwa orang tuamu tidak pernah melihat kehadiranmu, meskipun kamu ada di sekitar mereka," imbuh Ardi.

"Hentikan paman," sahut Arum. Dara hanya diam sembari mencoba menguasai emosinya agar tidak meledak.

"Apa kamu anak kecil yang sangat bersemangat itu?" tanya Febri.

"Apa kamu tidak mengingat kami?" tanya Natasha.

"Setidaknya ingat aku, kamu yang sudah melepaskan tali pada tubuhku dan juga menamparku dengan sangat keras, untuk menyadarkanku dari obat-obatan tidak berguna yang sudah Aditya jejalkan padaku, aku juga yang sudah mengeluarkan kamu dan teman-temanmu dari jeruji besi," ucap Maria.

Dara malah merasa sangat kebingungan saat ini. Dia hanya bisa mengedarkan pandangannya pada semua orang tanpa bisa mengucapkan apapun lagi, karena dia juga tidak tahu harus berkata apa. Memang benar sebagian memorinya waktu kecil hilang, tapi dia selalu saja merasa sesak saat bermimpi hal tersebut yang terus berulang, apalagi mendengarnya langsung seperti itu.

"Sudah, sudah, jangan mencecarnya," ucap Arum yang segera mendekati Dara dan mengelus pundak Dara beberapa kali.

"Sudah terjawab," ucap Ardi yang segera beranjak dari duduknya, dia berjalan ke arah kulkas dan mengambilkan minum untuk semua orang.

"Lebih baik kamu diam saja agar kamu bisa dipecat," ucap Ardi setelah kembali ke sofa. Semua orang pun menatap Ardi dengan heran.

"Kalau dia sudah dipecat, dia bisa melakukan apapun untuk balas dendam," imbuh Ardi.

"Tidak, aku sangat bersusah payah untuk bisa menjadi detektif," ucap Dara.

"Kalau begitu selidikilah dirimu sendiri, sebelum kamu melanjutkan kasusmu," ucap Ardi.

"Sepertinya ini semua berhubungan dengan juri inti yang ada di perusahaan kakakmu," ucap Arum.

"Tidak mungkin kakakku terlibat," sanggah Dara yang seketika membuat semua orang mencebikkan bibir.

"Jika kamu benar-benar ingin mengupas tuntas, maka kesampingkan dulu kalau dia adalah kerabatmu, kamu juga harus menyelidikinya diam-diam," ucap Natasha.

"Kami dulu juga saling menyelidiki satu sama lain sebelum akhirnya saling percaya," sahut Ardi.

"Benar, kami semua dulu adalah musuh," sahut Devan. Dara terdiam membisu saat mendengarkan ucapan semua orang.

"Aku akan mencari tahu tentang sekolah asrama itu, seharusnya setelah sekolah tersebut ditutup, pasti ada banyak anak yang dikirim ke badan sosial," ucap Arum yang memang bekerja di salah satu badan sosial.

"Tidak ada yang tersisa saat itu, hanya kami yang saat ini tinggal di rumah ketiga," ucap Febri.

"Setidaknya pasti ada foto saat sekolah asrama tersebut masih aktif, meskipun nyatanya di dalam kastil tersebut tidak pernah ada kegiatan belajar mengajar," ucap Arum.

"Hmb, benar juga, coba saja cari tahu," ucap Febri.

"Kamu juga harus segera menghubungi kakakmu, mintalah data juri padanya. Mungkin Febri bisa mengenali foto mereka," ucap Arum.

"Tidak, aku akan menemui Pak Tama terlebih dahulu," ucap Dara.

"Bagaimana caranya aku bisa masuk ke rumah sakit tanpa ketahuan?" gumam Dara.

"Serahkan pada kami," ucap Maria.

"Jika alamat yang kamu berikan terbukti adalah rumah Aditya, kami akan mengaturkan kamu agar bisa bertemu dengan Pak Tama di rumah sakit," ucap Natasha.

"Bisakah kalian melakukannya untukku?" tanya Dara.

"Lihat saja nanti, kami sangat lihai dalam hal itu," ucap Ardi sembari menahan senyum.

"Oke, aku pastikan alamat yang aku berikan adalah benar," ucap Dara. 

Semua orang saling bertukar pandang sembari mengulas senyum. Sementara Dara hanya diam dan terhanyut dengan pikirannya sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!