Rania Vale selalu percaya cinta bisa menembus perbedaan. Sampai suaminya sendiri menjadikannya bahan hinaan keluarga.
Setelah menikah satu tahun dan belum memiliki anak, tiba-tiba ia dianggap cacat.
Tak layak, dan tak pantas.
Suaminya Garren berselingkuh secara terang-terangan menghancurkan batas terakhir dalam dirinya.
Suatu malam, setelah dipermalukan di depan banyak orang, Rania melarikan diri ke hutan— berdiri di tepi jurang, memohon agar hidup berhenti menyakitinya.
Tetapi langit punya rencana lain.
Sebuah kilat membelah bumi, membuka celah berisi cincin giok emas yang hilang dari dunia para Archeon lima abad lalu. Saat Rania menyentuhnya, cincin itu memilihnya—mengikatkan nasibnya pada makhluk cahaya bernama Arven Han, putra mahkota dari dunia lain.
Arven datang untuk menjaga keseimbangan bumi dan mengambil artefak itu. Namun yang tak pernah ia duga: ia justru terikat pada perempuan manusia yang paling rapuh…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GazBiya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau juga menyukaiku?
Dua tatapan itu bertemu begitu dekat—terlalu dekat, hingga Rania bahkan bisa merasakan hangat napas Arven mengenai pipinya.
Tangannya masih tertahan di wajah pria itu, sementara Arven menatapnya tanpa kedip.
Tatapan itu… jujur. Terlalu jujur.
Seolah seluruh dunia hanya tersisa satu hal yang ingin ia lihat—Rania.
“Arven… lepaskan,” bisik Rania dengan suara yang nyaris tidak terdengar.
“Tidak mau.”
Jawabannya cepat, polos, sekaligus… membuat dada Rania meledak-ledak. Rania mengambil napas dalam, mencoba menata nyali yang entah menguap kemana.
“Aku bisa dengar jantungmu,” celetuk Arven sambil tersenyum kecil. “Cepat sekali. Apakah karena ketinggian?”
“Tidak!” seru Rania cepat, namun wajahnya merah. “Bukan karena itu.”
Arven mengangguk pelan, seolah mendapat jawaban penting, “Oh… jadi karena aku.”
Rania langsung ingin loncat dari menara, “Arven! Jangan bicara sembarangan!”
“Kenapa? Bukankah itu benar?” Arven memiringkan kepala, menatapnya seperti anak kecil yang penasaran.
“Setiap kali aku dekat denganmu… jantungmu menjadi liar.” Ia mendekat kepalanya sedikit. “Bahkan sekarang.”
“Arven…” suara Rania melengkung, kalah oleh rasa malunya.
Namun Arven tetap menatapnya, wajahnya semakin dekat hingga hidung mereka mulai beradu—Rania memundurkan kepalanya, namun tembok di belakang menghentikan gerakan itu.
Iapun memejamkan kepalanya, sentuhan itu terasa lembut—memecahkan rasa hangat dan sesuatu yang tak bisa di ungkapkan. Waktu terus berjalan, namun mereka seolah berhenti di napas yang sama.
Arven sadar, tubuhnya tiba-tiba lemas—namun moment ini terlalu indah untuk di jeda. Ia pun semakin melahap bibir mungil itu, hingga napasnya bergetar.
Rania mendorong dad4 kekar yang mendekapnya terlalu erat, napasnya tersengal. “Kau membuatku tidak bisa bernapas.”
Arven mundur, “Maaf aku…”
Rania menoleh cepat, lalu tersenyum, “Kau cepat sekali panik,” ucapnya pelan. Lalu merebahkan kepalanya di lengan Arven.
Senyum lebar terbit di wajah tampan itu, ini seperti lampu hijau—mahluk lemah ini mulai percaya padaku, gumamnya bangga.
Arven diam. Tidak bergerak. Tidak bicara. Hanya menatap bulan sambil membiarkan kepala wanita itu bersandar padanya.
Beberapa detik kemudian… ia menoleh sedikit, menatap rambut Rania yang jatuh di pundaknya, lalu bertanya polos.
“Rania… apakah ini normal?”
“Apa?”
“Bagian d4daku… terasa hangat. Tapi tidak sakit.”
Rania tersenyum kecil tanpa berniat menjawab.
Arven menelan ludah, suaranya lebih kecil dari sebelumnya.
“Apakah… ini berarti kau juga menyukaiku?”
Rania membeku.
Dan sebelum ia sempat menjawab— Jam besar di atas mereka berdentang lagi.
TENG…
TENG…
TENG…
Arven menoleh ke arah suara itu, lalu kembali menatap Rania,“Kau dengar?” bisiknya.
“Dengar apa?”
“Itu… jantungku.” Ia tersenyum, “Dentangnya hampir sama keras.”
Rania tak menjawab hanya terkekeh dengan pipi yang merah, namun akhirnya ia bicara. “Aku baru tahu… kalo Alien juga bisa bercanda.”
“Aku Archeon, Rania… bukan Alien,” pekik Arven, tangannya memeluk lebih erat melambangkan kepemilikan yang kokoh.
**
Di Aureline District—rumah mewah itu mendadak seperti medan perang. Pintu-pintu dibanting. Lampu-lampu koridor bergoyang. Suara langkah bercampur teriakan panik.
Dan di tengah semua kekacauan itu—Garren berdiri dengan napas memburu, matanya liar, wajahnya merah padam karena amarah.
“RANIAAAAA!”
Teriakannya menggelesar sepanjang rumah mewah seperti petir yang memecah kaca. Dua penjaga yang berdiri di dekat tangga langsung tersentak ketakutan, hampir menjatuhkan senjata.
Padahal ia hanya meninggalkannya sebentar—Sebentar saja! Untuk menenangkan diri setelah… menamparnya.
“Itu hanya pelajaran kecil,” gumam Garren, namun suaranya terdengar seperti pembenaran yang bahkan dirinya tidak percaya.
Ia menendang pintu kamar, memeriksa bawah tempat tidur, membuka balkon—kosong.
“Cari! Cari di semua sudut rumah! Jangan biarkan satu debu pun luput!” bentaknya.
Anak buahnya berhamburan seperti semut kena air panas.
Beberapa mengecek taman belakang, menyusuri lorong-lorong sunyi. Ada yang memeriksa ruang bawah tanah, kamar mandi, ruang kerja, gudang anggur—apa saja yang punya pintu, mereka dobrak.
Tapi… Rania tetap tida di temukan— seolah ia menghilang dari dunia, tanpa jejak.
Salah satu anak buah datang dengan wajah pucat. “Tuan… pintu utama masih terkunci. Tidak ada tanda nyonya keluar.”
“Lalu di mana dia?!” Garren menggeram, mencengkeram kerah baju si prajurit sampai pria itu hampir kehabisan napas.
“Sa—saya tidak tahu, Tuan… nyonya… dia seperti hilang begitu saja…”
Brugh!
Garren melemparnya ke lantai. Napasnya semakin berat, mata mulai memerah.
Ada sesuatu di balik amarah itu—panik, takut, getir. Dia benci kenapa tubuhnya bereaksi seperti itu hanya karena seorang wanita.
“Aku hanya pergi sebentar…” suaranya merendah, seperti gumaman orang yang kehilangan akal. “Sebentar saja… Dan dia berani kabur?”
Prenk!
Kakinya menendang vas mahal—pecah berhamburan di lantai marmer.
*
*
*
Terima kasih sudah mampir! Ayo lanjut ke bab selanjutnya, ya. Jangan lupa tinggalkan komentar dan bintang/vote—itu bantuanku biar makin rajin nulis. Love you, readers!
Jangan lupa Follow ya! Dan baca juga novel author yang lain. Terimakasih & salam hangat.
aaah dasar kuntilanak
toh kamu yaa masih ngladeni si jalànģ itu