NovelToon NovelToon
Di Selingkuhi Tanpa Rasa Bersalah

Di Selingkuhi Tanpa Rasa Bersalah

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Poligami / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Selingkuh
Popularitas:13.4k
Nilai: 5
Nama Author: Maple_Latte

Malam bahagia bagi Dila dan Arga adalah malam penuh luka bagi Lara, perempuan yang harus menelan kenyataan bahwa suami yang dicintainya kini menjadi milik adiknya sendiri.
Dalam rumah yang dulu penuh doa, Lara kehilangan arah dan bertanya pada Tuhan, di mana letak kebahagiaan untuk orang yang selalu mengalah?

Pada akhirnya, Lara pergi, meninggalkan tanah kelahirannya, meninggalkan nama, kenangan, dan cinta yang telah mati.
Tiga tahun berlalu, di antara musim dingin Prancis yang sunyi, ia belajar berdamai dengan takdir.
Dan di sanalah, di kota yang asing namun lembut, Lara bertemu Liam, pria berdarah Indonesia-Prancis yang datang seperti cahaya senja, tenang, tidak terburu-buru, dan perlahan menuntunnya kembali mengenal arti mencintai tanpa luka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab: 25

Angin musim dingin berhembus pelan di Annecy sore itu, membawa aroma salju dan suara lembut langkah orang yang terburu di jalan berbatu. Butiran putih masih turun perlahan, menempel di kaca depan Café de Lune yang sudah setengah berembun.

Lara berdiri di balik meja kasir, mengenakan sweater abu dan syal tebal yang melilit lehernya dua kali. Di luar, langit sudah mulai memudar menjadi kelabu keperakan, tanda senja di musim dingin datang lebih cepat dari biasanya.

Bella sedang membersihkan meja terakhir, sementara uap teh panas mengepul di sudut ruangan.

“Kau yakin Adrian ingat jamnya?” tanya Bella sambil menepuk tangannya yang dingin.

Lara menatap jam dinding di atas pintu. “Dia bilang lima belas menit lagi. Tapi, dengan Adrian, itu bisa berarti apa saja.”

Suara lonceng pintu berbunyi nyaring, menandakan seseorang baru saja masuk. Udara dingin seketika menyelinap masuk, membuat kedua gadis itu menoleh bersamaan.

Dan seperti yang sudah mereka duga, Adrian muncul dengan gaya dramatisnya, mantel panjang berwarna biru tua, syal oranye yang menjuntai, dan rambut berantakan karena angin.

“Bonsoir, mesdemoiselles!” serunya sambil mengibaskan salju dari bahunya. “Kau tahu, salju hari ini jatuh dengan cara yang sama seperti hatiku saat melihat dua gadis pekerja keras di kafe favoritku.”

Bella langsung menepuk dahinya. “Astaga, Adrian, bahkan musim dingin tidak bisa mendinginkan mulutmu.”

Adrian menaruh tangannya di dada, pura-pura tersinggung. “Kau tahu, Bella, setiap kata yang lahir dariku adalah percikan kehangatan.”

Lara yang sedari tadi hanya mengamati, akhirnya tersenyum kecil. “Kehangatan atau kebisingan?”

Adrian menatapnya dengan ekspresi dramatis. “Lara, itu tergantung siapa yang mendengar. Tapi kalau kau yang berkata begitu, aku akan menganggapnya pujian.”

Salju masih turun pelan di luar, menempel di kaca seperti serpihan perak. Suasana kafe itu terasa tenang dan hangat, berbeda dengan dunia beku di luar sana.

Bella mengambil mantel dan sarung tangannya. “Ayo, kalau tidak berangkat sekarang, kita akan terjebak badai.”

Adrian mengangkat kantong kertas yang dibawanya. “Aku sudah siapkan bekal, kopi panas untuk Liam, dan croissant hangat untuk ibunya. Setidaknya ada yang manis malam ini, selain kalian berdua.”

“Cukup, penyair salju,” potong Lara sambil mematikan lampu etalase. “Kita pergi sebelum kau mulai membaca puisi tentang jari yang beku.”

Mereka bertiga melangkah keluar. Udara dingin langsung menyambut seperti napas panjang dari langit. Jalanan Annecy tampak sunyi, hanya cahaya lampu jalan yang terpantul di atas salju yang mulai menebal.

Adrian berjalan di depan, sesekali menoleh sambil berbicara. “Kau tahu, aku suka musim dingin di kota ini. Semua orang berjalan lebih pelan, seolah-olah dunia memberi kita waktu untuk bernapas.”

Bella menyahut dari belakang, menggigil sambil merapatkan jaketnya. “Aku lebih suka musim semi. Setidaknya jariku tidak mati rasa.”

“Dan kau, Lara?” tanya Adrian, menoleh. “Kau tim salju atau bunga?”

Lara menatap salju yang jatuh di telapak tangannya, lalu perlahan mencair. “Aku suka salju, karena dia menutupi segalanya. Tapi juga takut padanya, karena dia menyembunyikan terlalu banyak.”

Adrian terdiam sejenak, menatap perempuan itu lewat sisi matanya. Kata-kata Lara selalu terdengar sederhana tapi penuh sesuatu yang tak terucap.

Rumah sakit Annecy tampak tenang sore itu. Cahaya dari lobi utama menyala lembut, sementara aroma antiseptik bercampur dengan bau dingin khas musim dingin.

Liam duduk di ruang rawat ibunya, masih dengan jaket abu dan mata yang lelah. Beberapa hari terakhir ia hampir tidak tidur. Namun saat pintu diketuk dan sosok familiar muncul di ambang, napasnya seperti tertahan.

Lara.

Untuk sesaat, waktu terasa berhenti. Rindunya, yang selama seminggu penuh hanya berputar dalam diam, seolah menemukan wujudnya.

“Liam,” sapa Bella lebih dulu, menembus keheningan. “Kami datang.”

Liam berdiri, sedikit gugup. “Terima kasih, kalian sudah mau datang.”

Adrian mengangkat kantong kertasnya. “Kami bawa persediaan untuk berjaga semalaman. Kopi, croissant, dan sedikit semangat hidup.”

Ibu Liam yang berbaring di ranjang menatap mereka dengan senyum lembut. “Kalian teman Liam, ya?”

“Iya, Madame,” jawab Bella sopan. “Kami dari kafe tempat Liam sering datang.”

Liam memperkenalkan mereka satu per satu. “Ibu, ini Bella dan ini Lara.”

Lara maju sedikit, menunduk sopan. “Senang bertemu dengan Anda, Madame.”

Ibu Liam tersenyum lebih lebar. “Oh, jadi ini Lara yang sering disebut-sebut Liam?”

Kalimat itu membuat ruangan seketika senyap. Adrian menahan tawa, Bella melirik Lara, sementara pipi Lara memerah.

“Ibu…” Liam mencoba menahan senyum. “Jangan mulai.”

“Tapi ibu hanya bilang yang sebenarnya,” jawab ibunya ringan.

Lara hanya menunduk, pura-pura sibuk memperhatikan bunga di vas meja. Tapi di balik syalnya, bibirnya membentuk senyum kecil yang tak bisa disembunyikan.

Mereka berbincang ringan. Bella dengan cepat membuat suasana cair dengan cerita-cerita lucu di kafe, sementara Adrian sibuk menggambar ibu Liam di kertas entah darimana dia dapatkan, tentu saja dengan gaya khasnya yang berlebihan.

Liam sesekali menatap Lara diam-diam, caranya berbicara lembut pada ibunya, bagaimana ia sesekali memegang tangan wanita tua itu, dan bagaimana matanya memancarkan ketenangan yang selalu membuatnya ingin lebih dekat.

Namun ia tahu, ada jarak yang belum bisa ia lewati.

Setelah hampir satu jam, Bella dan Adrian pamit lebih dulu untuk membeli sesuatu di bawah. Lara memutuskan tinggal sebentar, menawarkan untuk membantu Liam mengganti air bunga.

Mereka berdua kini sendirian.

Suara detak mesin infus terdengar lembut di antara keheningan.

“Terima kasih sudah datang,” kata Liam akhirnya.

Lara menggeleng. “Aku yang seharusnya berterima kasih. Maaf aku baru tahu soal ibumu.”

Liam menatapnya lama. “Aku tidak marah padamu, Lara.”

Lara terdiam, lalu menunduk. “Kupikir kau marah.”

Liam tersenyum tipis. “Aku sedih, iya. Tapi aku tidak menyesal. Aku lebih memilih mendengarmu menolak dengan jujur, daripada hidup dalam harapan yang palsu.”

Hening beberapa detik. Di luar, salju kembali turun, menempel di jendela seperti serpihan kenangan yang dingin tapi indah.

Liam menatapnya, suaranya pelan tapi mantap.

“Aku tidak butuh alasan sempurna untuk mencintai seseorang. Aku hanya butuh kesempatan untuk membuktikan bahwa aku tidak akan pergi, meskipun kau takut.”

Lara menatap matanya, hangat, jujur, dan tenang.

Uap napas mereka berpadu di udara dingin ruang rawat itu, dua dunia yang sama-sama beku tapi perlahan mulai mencair.

Beberapa menit kemudian, Bella dan Adrian kembali. Adrian membawa bunga putih dan berkata dengan nada riang, “Kau tahu, Liam, aku hampir mencuri perhatian suster di bawah. Tapi mereka bilang aku terlalu banyak bicara.”

Bella menepuk bahunya. “Itu bukan ‘hampir’, Adrian. Kau memang terlalu banyak bicara.”

Liam tertawa kecil, sementara Lara menatap keluar jendela, salju turun makin lebat, tapi kali ini dingin itu tak lagi terasa menusuk seperti dulu.

********

Untuk readers selamat datang di karya baru author, untuk yang sudah membaca. Terima kasih banyak, jangan lupa support author dengan like, komen dan vote cerita ini ya biar author semangat up-nya. Terima kasih😘😘😘

1
Yuli Yulianti
yg banyak dong up nya thor
Siti M Akil
lanjut Thor
Noey Aprilia
Hai kk....
Aku udh mmpir.....
Dr awl udh nysek,kbyang bgt skitnya jd lara....d khianati orng2 trdkatnya,apa lg dia tau kl dia cm ank angkat.....btw,hkum krma udh mlai dtang kya'nya....mnimal tau rsanya khilangn dn smga mrsakn pnyesaln s'umr hdp.....
partini
itu belum seberapa di banding rasa sakit lara ,kalian menyakitinya sampai trauma bertahun tahun
sekarang nikmati saja karma kalian
partini
busehhhh keluarga sinting,,semoga dapat karma dari author nya
Sasikarin Sasikarin
nah ni q ru suka... ada greget cerita nya. jg n yg di bahas lara terus... penyesalan g d bahas2... sip othornya
Mundri Astuti
mudah"an kena karma tuh sekeluarga, semuanya ngga punya perasaan, klo si Dila dipoligami gimana coba, masih bisa komen ngga tuh bapak, ibu sama budenya
yeni kusmiyati
thor sebenarnya arah ceritanya mau dibawa kemana?
Siti M Akil
lanjut Thor yang bnyk
Siti M Akil
lanjut Thor
Maple latte
baik kak, terima kasih atas kritiknya, akan author perbaiki untuk bab selanjutnya ya.
THAILAND GAERI
ceritanya keren Thor..tp kenapa setiap BAB baru ada narasi yg panjang buat digumamkan seorg?..seperti bicara kepada diri sendiri terlalu panjang ,,sorry ya thor
Sasikarin Sasikarin
yang sebelah g ada Kbl nya. jd baca lewat2 g konsen.
Mundri Astuti
KK author yg sebelah sana gimana kbrnya, dah ditinggal lara
Maple latte: sabar ya kak, kita fokus ke Lara dulu
total 1 replies
partini
Liam kamu yg harus gerak dulu aihhhhhh esmosihhhhhhhhh
partini
yang sabar Liam,itu udah beku tapi sayangnya dia masuk terkekang masa lalu cinta nya mentok di sana
ita rosita
ayo dong lara move on biar seruuuu
partini
hemmmm masih terbelenggu masa lalu no good lah
masa ga bisa move on Ampe tuir gitu come on
arniya
ih geregetan deh....
Mundri Astuti
ngomong" sdh ceraikah lara dari Arga, klo Arga nikah secara resmi sama Dila kan mesti persetujuan lara sbg istri pertama, ini mereka nikah kan tanpa persetujuan lara, ko bisa...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!