Padmini, mahasiswi kedokteran – dipaksa menikah oleh sang Bibi, di hadapan raga tak bernyawa kedua orang tuanya, dengan dalih amanah terakhir sebelum ayah dan ibunya meninggal dunia.
Banyak kejanggalan yang hinggap dihati Padmini, tapi demi menghargai orang tuanya, ia setuju menikah dengan pria berprofesi sebagai Mantri di puskesmas. Dia pun terpaksa melepaskan cintanya pergi begitu saja.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Benarkah orang tua Padmini memberikan amanah demikian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25 : Pesta pernikahan
“Apa? Lebih dari seminggu? Lantas bagaimana dengan pesta pernikahan kami yang tinggal empat hari lagi?!” Sundari histeris sampai berjingkat-jingkat. Dia marah, naik pitam, cemas, sekaligus terkejut.
Nisda berdecak lalu mendengus. Jari telunjuk dihiasi keriput menunjuk Bambang yang masih belum sadarkan diri. “Kau paksa dia untuk duduk, yang ada pelaminan kalian berubah warna. Tidakkah dirimu lihat, bokongnya pun tertusuk kawat berduri.”
Sumi terlihat geram, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Yang dikatakan oleh Nisda benar adanya – bukan cuma dikaki, bagian pantat Bambang pun terluka.
Sundari menangis kesal. “Masa aku duduk seorang diri di pelaminan? Itu memalukan sekali!”
"Kalau kau mau rugi, ya batalkan saja pesta pernikahan kalian!”
"Jangan asal cakap, Nisda! Aku menggelontorkan uang tak sedikit untuk mengadakan hajatan itu. Semua sudah dibayar tinggal pelaksanaannya saja, mana mungkin dibatalkan!” geram Sumi.
Ibunya Rinda mau membalas, tapi tidak jadi dikarenakan banyak warga. Dia cuma menghela napas cepat, lalu membaluri luka Bambang dengan ramuan kedua.
“Bu Nisda, apa boleh untuk sementara waktu putraku tinggal disini? Biar masa penyembuhannya lebih cepat dikarenakan tangan ajaib Ibu,” mohon ibunya Bambang.
“Boleh, tapi tak gratis. Apalagi harus merawat sepenuhnya sampai lukanya mengering. Ada biaya yang harus dibayar,” Nisda langsung berterus terang. Tidak sudi dia membantu secara cuma-cuma.
Orang tuanya Bambang menyanggupi, semua demi kesembuhan putra mereka.
Satu masalah selesai, tapi yang paling berat menurut Sundari dan keluarganya – tidak mendapatkan solusi. Jelas sang pengantin pria absen bersanding di pelaminan, lalu mereka harus bagaimana?
Bambang digotong dan dibawa masuk ke dalam kamar Rahardi, tempat tinggal sementara sampai dirinya sembuh.
Sesudahnya para pemuda yang tadi membantu pencarian sang Mantri, mulai berjalan pulang ke hunian masing-masing.
Malam ini, Sundari menginap di rumah sahabatnya. Tidur bersebelahan dengan suaminya pada kasur sama, di kamar pria yang sangat digilai sampai menjadi obsesi.
Kisah cinta segitiga, lebih tepatnya cita sepihak dan bertepuk sebelah tangan itu seperti mengulang kisah-kasih masa lalu Sumi yang menurun ke putrinya.
Mencintai sepenuh hati, tapi ditolak mentah-mentah bahkan tidak diberi kesempatan untuk menggapai hati sang pria idaman. Lebih mirisnya, pemuda yang disukai … melabuhkan hatinya bukan pada gadis lain melainkan saudara dekatnya sendiri.
Rasanya seperti ditikam dua kali. Sumi dan Sundari, cuma bisa mengepalkan tangan saat melihat pria idaman bermesraan dengan sepupunya.
Cinta dan benci berperan sama besarnya sampai menghasilkan obsesi. Berambisi merebut bahagia milik orang lain, tidak peduli jalan yang diambil bukan cuma menyakiti tapi melenyapkan sosok yang mereka benci.
***
Empat hari kemudian.
Pada pagi hari yang cerah – kediaman juragan Pandu sudah disulap sedemikian indah. Tenda-tenda dihiasi kain satin dan linen, meja bulat dan panjang dipasang taplak meja renda, begitu pula dengan kursinya.
Hidangan telah tersaji di meja prasmanan, menunya lebih mewah dari pesta-pesta yang pernah ada di sekitar wilayah kecamatan.
Panggung pendek yang akan mementaskan pagelaran wayang kulit pun terlihat megah.
Para warga yang membantu tak henti-hentinya berdecak kagum. Baru kali ini mereka melihat hajatan mewah, dan penuh hidangan lezat, serta dilengkapi buah-buahan.
Di kamar pengantin. Wajah Sundari ditekuk, bibirnya mencebik. Padahal dia terlihat sangat cantik – mengenakan baju adat, telapak dan punggung tangan dihias indah menggunakan daun pacar, begitu juga dengan kuku kaki serta tangan.
Riasan wajahnya sungguh mempesona, tidak berlebihan, pas. Akan tetapi ekspresi pengantin wanita sama sekali tidak sedap dipandang. Sesekali terdengar gerutuan lirih dan jatuhnya air mata.
Sundari mencubit ujung bajunya, rasanya dia ingin menjerit. Duduk di pelaminan seorang diri, tak ada dalam impiannya. Menyalami para tamu sambil menahan malu sungguh terasa sangat hina. Dia seperti seseorang yang baru saja ditinggal minggat sang mempelai pria pas detik-detik akad.
Sementara di ruang keluarga – Bambang yang tergolek dengan badan miring di atas busa lantai, mengenakan kemeja putih, bawahan kain sarung – menjabat tangan pak penghulu. Dia mengucapkan ijab Kabul lagi, agar tidak dicurigai oleh warga kampung Hulu.
Kata sah menggema. Sang pengantin wanita dipanggil agar bisa menandatangani buku nikah.
Bambang terpesona oleh kecantikan Sundari. Istrinya terlihat sempurna dengan baju pengantin serta memakai emas milik Padmini.
“Maafkan Abang, Sun. Sudah mengacaukan pesta impianmu, sungguh ini bukan keinginan Abang. Semua gara-gara Sundal sialan itu!” suaranya menahan amarah terpendam.
“Hem,” ketus Sundari.
Sesudah urusan tanda tangan buku nikah selesai, dan acara akad usai – Bambang di gotong kembali dengan posisi miring berbaring di tandu yang dipinjam dari puskesmas.
Luka-lukanya baru mulai mengering, masih bengkak meskipun tidak sebesar hari pertama pasca tersangkut di pagar kawat. Suaminya Sundari itu dibawa ke rumah Nisda.
.
.
Prosesi adat pun ditiadakan, dikarenakan mempelai pria sedang terkena musibah. Berakhir Sundari duduk seorang diri di pelaminan. Di samping singgasananya ada kursi diperuntukkan bapak dan ibu serta mertuanya.
Setiap tamu yang hadir, memberikan ucapan selamat, memandang kasihan pada Sundari. Ada juga yang menatap aneh dan mengejek.
Sumi, Wandi – seakan tidak terganggu oleh ekspresi ketus putrinya. Mereka menebar senyum sumringah, menerima dengan senang hati amplop dari para tamu undangan.
Setiap tamu yang hadir berdecak kagum dan memuji Sumi serta Wandi setinggi langit. Mereka terkesima melihat betapa bagus dan mewahnya hajatan besar ini.
“Kasihan betul kutengok si Sundari. Cantik sih, sangat cantik. Namun sayang tak bisa menikmati pesta pernikahannya. Bukannya senang malah menanggung malu luar biasa,” bisik Mirna.
“Yang ku herankan, kok bisa Bambang tertipu oleh hantu genderuwo yang menyamar jadi Padmini?” tanya Wati.
"Buta kali matanya, atau pas lagi mabok efek minum tuak," tuduh Mirna.
Rinda mengedikkan bahunya. “Aku mau pulang sebentar ya, sesak buang air besar. Disini kamar mandinya digunakan untuk keperluan orang dapur.” Dia pun langsung berjalan keluar dari area tenda. Melangkah cepat bahkan rok nya disingkap.
Sepuluh menit kemudian, sebelum masuk ke dalam rumah – Rinda menatap sekitar. Saat dirasa aman dia langsung mendorong pintu lalu menutup dan mengunci rapat-rapat.
Kain roknya diturunkan, tertinggal baju kebaya yang bagian bawah panjangnya sampai pertengahan paha.
Dia menaiki undakan tangga, lalu masuk ke dalam kamar yang pintunya tidak ditutup rapat.
Mata terpejam seketika terbuka, terlebih melihat satu persatu kancing kebaya pada bagian depan dilepaskan. Jakunnya naik turun, netranya tidak berkedip menatap bak orang kelaparan.
Kaitan bra dilepaskan, tali diturunkan dan benda penutup buah dada itu terjun bebas. Celana dalam pun demikian, teronggok pada lantai semen.
***
Sementara di lembah pembuangan Jin – Padmini menyeringai culas. “Kehancuran kalian semakin dekat! Aku tak sabar melihat sosok angkuh penuh tipu muslihat ... terpuruk, putus asa, saling memusuhi bahkan membunuh! Ha ha ha.”
Igun bergidik ngeri melihat bagaimana seorang gadis tertawa sadis sampai bulu kuduknya meremang.
“Padmi, apa yang kulakukan semalam ... tidak sampai membuat warga mati 'kan?”
Alis Padmini naik sebelah, dia memandang serius wajah pias Igun. "Menurutmu ...?"
.
.
Bersambung.
Bab ini di jamain readersmu mules semua ,mata berkaca kaca, gigi kering kebanyakan ngakak...
wes angel ....angel tenan nebak jalan pikiran thor Cublik ..
henhao ....joss gandos tenan.