NovelToon NovelToon
Melawan Restu

Melawan Restu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:823
Nilai: 5
Nama Author: Goresan_Pena421

Restu? lagi-lagi restu yang jadi penghalang, cinta beda agama memang sulit untuk di satukan, cinta beda alam juga sulit untuk di mengerti tetapi cinta terhalang restu berhasil membuat kedua belah pihak dilema antara maju atau mundur.

Apa yang akan dipilih oleh Dirga dan Klarisa, karena cinta terhalang restu bukanlah hubungan yang bisa dikatakan baik-baik saja untuk keduanya.

Ikuti kisah mereka didalam novel yang bertajuk "Melawan Restu".

Salam sehat
Happy reading

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Goresan_Pena421, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tanggerang Lampung

Sejak kejadian surat misterius yang diterima Klarisa di sekolah, hidupnya semakin terasa mencekam. Wajah-wajah asing yang kadang menatapnya di jalan kini seakan punya arti. Rasa was-was terus menghantuinya. Bahkan suara motor yang lewat di depan rumah pun cukup membuatnya kaget.

Dirga, yang mendengar kabar itu, langsung mengambil keputusan besar. Ia tidak bisa lagi hanya menenangkan Klarisa lewat pesan singkat atau telepon. Malam itu juga, ia naik bus malam dari Tangerang menuju Lampung.

---

Keesokan paginya, ketika Klarisa membuka pintu rumah, matanya langsung membesar melihat sosok Dirga berdiri dengan wajah lelah dan mata merah karena kurang tidur.

“Kak…” Klarisa tercekat, nyaris tak percaya.

Dirga tersenyum tipis. “Aku nggak bisa diem aja, Sayang. Aku harus pastiin kamu aman.”

Klarisa langsung memeluknya erat, seakan semua rasa takut yang menumpuk berhari-hari luruh dalam pelukan itu. Zelo yang baru keluar dari dalam rumah tertegun melihat mereka. “Kak Dirga… kamu beneran jauh-jauh ke sini?”

Dirga mengangguk. “Iya. Surat itu nggak main-main. Aku nggak bisa biarin Klarisa sendirian.”

Meski lega, Klarisa juga merasa bersalah. “Kak, perjalanan sejauh ini pasti capek banget. Aku nggak mau kamu bolak-balik kayak gini…”

Dirga menatapnya penuh keyakinan. “Capek bisa hilang, tapi kalau aku kehilangan kamu, itu yang nggak akan pernah bisa hilang, Klar.”

Kata-kata itu membuat air mata Klarisa menetes tanpa ia sadari.

---

Hari-hari berikutnya, Dirga benar-benar menepati ucapannya. Ia mulai bolak-balik Tangerang–Lampung. Setiap kali ada waktu luang dari pekerjaannya, ia akan berangkat ke Lampung, bahkan hanya untuk dua hari menemani Klarisa.

Klarisa berkali-kali melarangnya. “Kak, jangan sering-sering ke sini. Aku takut kamu sakit karena kelelahan.”

Tapi Dirga selalu menjawab dengan kalimat yang sama, “Yang penting kamu nggak sendiri. Aku lebih tenang kalau bisa jagain kamu langsung.”

Zelo yang awalnya ragu, lama-lama justru kagum. Ia melihat sendiri bagaimana Dirga rela menempuh perjalanan panjang hanya demi memastikan kakaknya aman. Dalam hatinya, ia mulai percaya bahwa cinta mereka memang tulus, meski jalan penuh duri.

---

Namun, ancaman tak berhenti. Suatu malam, ketika Dirga baru saja tiba di Lampung dan duduk bersama Klarisa di teras rumah, sebuah batu dilempar ke arah jendela. Kaca pecah berhamburan. Klarisa menjerit kaget, sementara Zelo berlari keluar dengan wajah panik.

Dirga langsung berdiri, matanya mencari-cari pelaku, tapi jalan sudah kosong. “Pengecut!” teriaknya, namun tak ada jawaban.

Klarisa gemetar, tubuhnya dingin. Dirga segera meraih bahunya. “Sayang, tenang… aku di sini.”

Zelo mengepalkan tangan. “Mbak, Kak Dirga, ini udah keterlaluan. Aku bener-bener mau lapor polisi. Kalau terus didiemin, mereka makin berani.”

Kali ini Dirga tidak menghalangi. Ia tahu Zelo benar. “Besok pagi kita lapor. Aku juga butuh bukti biar bisa cari tau siapa dalangnya.”

Malam itu, Klarisa tak bisa tidur. Dirga duduk di kursi dekat jendela, berjaga. Sesekali ia menatap ke arah jalan, memastikan tidak ada gerakan mencurigakan. Hatinya berkecamuk. Siapa yang tega melakukan semua ini?

---

Keesokan harinya, mereka bertiga pergi ke kantor polisi. Laporan dibuat, dan polisi berjanji akan menyelidiki. Namun, Klarisa tahu prosesnya tidak akan mudah. Ancaman yang begitu rapi pasti bukan kerjaan orang sembarangan.

Dirga tetap tak menyerah. Ia mulai mencari tahu sendiri. Ia mendatangi beberapa teman lamanya di Lampung, menanyakan apakah ada orang yang diam-diam mengikuti Klarisa.

Di sela-sela usahanya, Dirga juga tetap harus pulang ke Tangerang untuk bekerja. Setiap kali ia pergi, wajah Klarisa tampak muram.

“Aku takut kalau kamu nggak di sini, Kak,” ucapnya lirih saat mengantar Dirga ke terminal.

Dirga menggenggam tangannya erat. “Aku janji, aku balik lagi. Aku nggak akan ninggalin kamu lama-lama. Percaya sama aku, Klar.”

Klarisa mengangguk, meski matanya berkaca-kaca.

Perjalanan bolak-balik itu membuat tubuh Dirga sering kelelahan. Kadang ia tiba di Lampung dengan wajah pucat, namun tetap tersenyum saat melihat Klarisa.

“Kamu jangan maksain diri, Kak,” ucap Klarisa dengan suara cemas.

Dirga hanya menggeleng. “Capekku hilang setiap kali lihat kamu tersenyum.”

Kata-kata sederhana itu membuat hati Klarisa hangat, meski rasa takut tak sepenuhnya pergi.

---

Beberapa minggu kemudian, sebuah kejadian mengejutkan kembali terjadi. Saat Klarisa pulang mengajar, ia menemukan pintu rumah sedikit terbuka. Padahal ia yakin sudah menguncinya.

Dengan hati berdebar, ia masuk. Tak ada yang hilang, tapi di meja ruang tamu ada sebuah kotak kecil. Klarisa membuka dengan tangan gemetar. Isinya sebuah foto: dirinya bersama Dirga di taman kota beberapa waktu lalu.

Di belakang foto tertulis:

> “Peringatan sudah jelas. Kenapa kamu masih bersama dia?”

Klarisa hampir pingsan. Untung Zelo segera datang dan menangkap tubuhnya. “Mbak! Apa lagi ini?!”

Air mata Klarisa mengalir deras. “Dek… mereka tahu semua. Mereka selalu ngikutin aku…”

Zelo menatap foto itu dengan rahang mengeras. “Ini udah gila. Mbak, aku nggak peduli siapa mereka. Aku akan lindungi kamu, apa pun yang terjadi.”

Saat Dirga mendengar kabar itu, ia langsung kembali ke Lampung. Begitu melihat foto itu, wajahnya memucat. “Mereka udah terlalu jauh. Ini jelas orang yang deket sama kita. Cuma orang deket yang tahu tempat-tempat kita ketemu.”

Klarisa menatapnya dengan mata penuh ketakutan. “Kalau memang ini keluargamu, Kak… apa kamu tetap akan lawan?”

Dirga menarik napas dalam-dalam. “Aku akan lawan siapa pun, Klar. Karena aku yakin Tuhan tahu niat kita. Aku sayang sama kamu, dan aku nggak akan mundur.”

Kata-kata itu menenangkan Klarisa, meski hatinya masih gentar. Ia tahu, perjuangan ini belum berakhir.

---

Waktu terus berjalan. Dirga makin sering bolak-balik Tangerang–Lampung, meski tubuhnya terkadang tampak lelah luar biasa. Namun setiap kali ia melihat Klarisa, semua rasa capek seolah terhapus.

Zelo pun makin sigap menjaga kakaknya. Ia tak lagi hanya menunggu di rumah, tapi juga sering menjemput Klarisa di sekolah. “Aku nggak mau Mbak sendirian, apalagi setelah ada foto itu.”

Klarisa kadang merasa terhimpit. Hidupnya yang dulu sederhana kini berubah jadi penuh ketegangan. Tapi di sisi lain, ia merasakan betapa kuatnya cinta yang ia miliki bersama Dirga.

Suatu malam, Klarisa kembali menulis di buku hariannya:

“Ancaman itu terus datang, tapi aku belajar satu hal: cinta membuatku bertahan. Mungkin tanpa cinta, aku sudah menyerah sejak lama. Tuhan, kalau memang dia jodohku, jangan biarkan siapa pun memisahkan kami.”

Sementara itu, di Tangerang, Dirga menatap langit kamar kostnya setelah kembali dari Lampung. Ia memejamkan mata, berdoa lirih:

“Ya Allah, beri aku kekuatan. Jangan biarkan aku kalah. Aku hanya ingin melindungi dia, orang yang Kau hadirkan dalam hidupku.”

---

Hingga suatu hari, polisi akhirnya memberi kabar. Mereka menemukan petunjuk kecil: CCTV di sekitar rumah Klarisa menangkap bayangan seseorang yang melempar batu malam itu. Meski wajahnya belum jelas, tapi dari pakaian dan gerak-geriknya, polisi yakin ini bukan orang asing.

Berita itu membuat Dirga terdiam lama. Ia tahu, saat kebenaran terbuka, mungkin ia harus menghadapi kenyataan pahit: bisa jadi benar, keluarganya sendiri ada di balik semua ancaman.

Namun ia sudah siap. Demi Klarisa, ia rela menanggung apa pun.

Dan malam itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Klarisa tidur dengan senyum tipis di wajahnya. Meski ancaman masih ada, ia tahu satu hal pasti: ia tidak sendirian. Dirga selalu datang, meski harus bolak-balik Tangerang–Lampung, meski harus melawan seluruh dunia.

Cinta itu masih hidup. Dan selama cinta itu hidup, mereka tak akan menyerah.

1
TokoFebri
kalau dalam Islam ridho ibu adalah ridho Allah. tapi kalau sudah cinta, biasanya tetap di terjang dengan berdasarkan keyakinan.
Goresan_Pena421: 🙂 kali ini bisa kah begitu ya kak 😭 di real lifenya ga kalah menegangkan soalnya. 😉
total 1 replies
TokoFebri
banyak banget nama panggilannya
Goresan_Pena421: 🙂 nanti ada part dimana beda nama panggilan beda cerita kak.
total 1 replies
TokoFebri
biasaanya sanggup 😢
Goresan_Pena421: 🙂 susah kak nanti ujungnya gini "Kalau kita pacaran udah lama tapi Emang ga bisa, udah ya kita putus aja," 🙂 karena anak laki-laki milik ibunya sampai ia meninggal sementara anak perempuan milik ayahnya sampai ia menikah. 😊
total 1 replies
Amerta
🙏 Terbawa dalam suasana yang tercipta dari tulisan author. 🥹 sayangnya restu tidak bisa di COD ya thor 🤭
SETO ristyo anugrah putra
Bagus, novel nya aku suka kak.
Goresan_Pena421: Terima kasih kak Seto 🙏✨ masih belajar nulis ini kak pemula.
total 1 replies
Nadin Alina
Betul, kalau jodoh pasti akan dipersatukan mau sesulit apapun itu Klarisa
Goresan_Pena421: 🙂 Klarisa masih yakin kalau gelap ga selamanya gelap dek.
total 1 replies
Nadin Alina
Klarisa, panggilan kamu banyak banget. Kayak cintanya Dirga ke kamu...
Eaakk🤭😂
Goresan_Pena421: 😍😍🤣🤣🤭
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!