Bekerja sebagai tim pengembangan di sekolah SMA swasta membuat Hawa Tanisha bertemu dengan musuh bebuyutannya saat SMA dulu. Yang lebih parah Bimantara Mahesa menjadi pemilik yayasan di sekolah tersebut, apalagi nomor Hawa diblokir Bima sejak SMA semakin memperkeruh hubungan keduanya, sering berdebat dan saling membalas omongan. Bagaimana kelanjutan kisah antara Bima dan Hawa, mungkinkah nomor yang terblokir dibuka karena urusan pekerjaan? ikuti kisah mereka dalam novel ini. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RUANG KEPALA SEKOLAH
Bima datang lebih pagi dari biasanya, wajahnya datar dan dingin, tatapannya tajam. Bagi siapa saja yang melihatnya auto gemetar ketakutan. Bahkan Pak Surya hanya bisa menelan ludahnya kasar, tak berani basa-basi pada beliau meski Bima menyodorkan tangan untuk bersalaman lebih dulu. Bila dibandingkan dengan Pak Mahesa, penampilan Bima lebih angkuh, dan terlihat sangat jutek. Pak Mahesa kalau ada karyawan salah masih santai dan lebih menasehati saja. Entah dengan Pak Bima ini, sejak tadi hanya duduk dan diam saja.
Pak Jayadi masuk ruang kepala sekolah dengan wajah santai, membawa tas kerjanya, selang 5 menit Bu Tera masuk, wajahnya sedikit tegang. Pak Bima hanya bersalaman dengan Pak Jayadi saja, dan tanpa senyum.
"Bisa dimulai Pak Surya, silahkan," ucap Bima mempersilahkan kepala sekolah untuk mengklarifikasi tingkah keduanya sore kemarin. Bu Tera jelas tak santai, ia lebih banyak menunduk. Sedangkan Pak Jayadi sangat tenang, seolah tidak terjadi apa-apa. Bina heran, kok bisa sih, beliau termasuk guru senior, tapi tidak bisa memberi contoh yang baik untuk juniornya. Malah mengajak asusila bersama Bu Tera.
Bima menatap Bu Tera, usianya masih muda memang, mungkin di atas Bima 3 sampai 4 tahun saja. Tapi kenapa mau sama beliau, apa tidak asa cowok yang pas di matanya, hingga mau sama guru senior dan sudah punya istri. Dunia kerja macam apa sih ini, mendadak Bima pusing setengah mati. Dirinya harus menahan setengah mati untuk tidak meluapkan emosi pada Pak Jayadi, mendengarkan dengan anteng saja dulu pengantar yang disampaikan oleh Pak Surya.
"Pak Surya jangan khawatir, saya dan Bu Tera tidak ada hubungan apa-apa, selain junior dan senior, kok. Kejadian kemarin hanya salah paham saja!"
Wah, Bima tak bisa diam saja. Pak Jayadi sudah keterlaluan, menganggap kejadian kemarin hanya salah paham. Rasanya Bima ingin meninju wajah lelaki tua itu. Gak ingat umur sama sekali.
"Ciuman seperti itu bukan salah paham biasa, Pak Jay. Sudah keterlaluan juga. Bagaimana kalau dilihat murid, Pak!" Bima sudah mengambil alih perbincangan, Pak Surya diam. Berdoa agar Pak Bima tidak sampai emosi, khawatir emosi anak muda tak bisa terkontrol.
"Pak Bima kayak gak pernah saja."
"Memang saya gak pernah, apalagi belum menikah. Kalau dengan istri saya pun, saya tidak akan melakukannya di area umum. Apalagi di tempat kerja. Mungkin Pak Jayadi menganggap tidak ada hubungan apa-apa, tapi bagaimana dengan pandangan orang. Bahkan saya sudah punya video Bapak, bagaimana mencumbu Bu Tera, sebagai bukti kalau kasus ini saya arahkan ke istri bapak, bila kekuasa saya di sekolah oni tidak bisa membuat Pak Jayadi merasa bersalah, dan tidak mengulanginya lagi."
"Kenapa harus bawa keluarga, kejadian di sekolah maka selesaikan di sekolah juga!"
"Baik, menjadi kesepakatan bersama, bahwa diselesaikan di sekolah, dan saya akan menggunakan kuasa saya agar Bapak dan Bu Tera bisa sadar akan kesalahan dan tidak mengulanginya lagi." Bima diam sebentar, dan meminta Pak Surya untuk menyiapkan materai.
Pak Jayadi dan Bu Tera hanya diam, belum tahu apa yang dilakukan Bima. Selama ini memang belum ada kasus seperti ini, hukuman apa yang akan mereka dapat dari ketua yayasan muda ini.
Bima pun mengeluarkan dua map yang sudah disiapkan dalam tas kerjanya dan sodorkan pada Pak Jayadi dan Bu Tera.
"Silahkan dibuka, map tersebut berisi surat peringatan (sp) 2," ucap Bima. Pak Sur dan sepasang oknum tersebut langsung melotot kaget.
"Saya gak terima kalau terkena SP."
"Lalu hukuman apa yang membuat Pak Jayadi dan Bu Tera punya efek jera? Saya memaafkan begitu saja lalu keep dan menganggap tidak terjadi apa-apa begitu?" keduanya diam karena memang itu yang Pak Jayadi ingin kan, tak perlu diperpanjang.
"Mungkin itu di instansi lain, tapi tidak dengan instansi yang saya pimpin. Kita berada di lingkungan pendidikan, tugas kita menjadi contoh yang baik bagi para siswa, baik tutur kata maupun sikap. Saya harus tegas pada siapa pun yang telah melanggar norma. Pak Jayadi dan Bu Tera apa tidak malu kalau sampai sikap kalian diketahui oleh siswa dan terdengar wali murid. Jelas saya yang kena karena tidak tegas pada anak buah, dan terkesan melindungi. Orang salah kok dilindungi, apalagi sudah dewasa, tahu baik buruknya, menjadi guru lagi." Bu Tera sudah terisak, tapi Bima tak peduli. Meski dia masih muda, tapi ia juga punya tanggung jawab sebagai pimpinan. Apa yang menjadi keputusannya nanti akan dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan. Salah akan dihukum salah, tidak ada keringanan. Apalagi sudah melewati batas begitu.
Pak Jayadi hanya berdehem, rasanya Bima ingin menonjok saja, orang kok gak ada takut-takutnya dan merasa bersalah. Ini gimana sih dulu rekrut beliau jadi guru di sini. Mendadak Bima menyalakan sang papa juga. Kebanyakan pengembangan bisnis, malah yayasan yang kurang optimal menerima sumber daya seperi Pak Jayadi dan Bu Tera. Andai saja Bima tak mempertimbangkan pengalaman kerja keduanya mungkin langsung pecat tanpa melalui sp dan pasti tanpa pesangon.
"Kita damai saja, Pak!" tiba-tiba Pak Jayadi mengeluarkan amplop cokelat, Bima makin marah, sangat tahu apa yang ada di amplop itu. Ia pun tersenyum sinis, Pak Jayadi menganggap Bima sudah luluh.
"Berapa dalam amlop itu?"
"10 juta, Pak!" ucap Pak Jayadi dengan mengeluarkan gepokan uang merah. Bima langsung menegakkan badan. Menatap tajam pada Pak Jayadi.
"Bahkan uang di ATM saya saat kuliah saja lebih dari Pak Jayadi berikan. Uang Bapak itu receh bagi saya, masa' iya sekelas ketua yayasan dikasih uang receh. Dan lagi apa setelah saya menerima uang itu saya akan damai dan luluh pada Bapak, kemudian memperbolehkan Pak Jayadi dan Bu Tera berbuat mesum lagi. Aturan siswa berbuat mesum saja langsung dikeluarkan, masa' guru enggak?"
Pak Jayadi hanya menelan ludah kasar, Bima sangat tegas rupanya. Tak disangka, pemuda ini begitu pintar membalikkan keadaan. Bahkan Pak Jayadi sekarang sedikit takut juga, terlebih Bima tak ada catatan kotor lagi semasa mudanya.
Pak Jayadi setelah terciduk, malam kemarin langsung mencari tahu pada teman guru yang mengajar di SMA Bima dulu, mereka memberi catatan baik, dan Bima termasuk anak yang baik sikap dan prestasinya. Bahkan tak ada catatan pacaran, sial. Mungkin ini salah satu rahasia kenapa Bima tak minat pacaran saat sekolah maupun kuliah, karena dia dipersiapkan menjadi pimpinan yang baik akhlaknya. Sehingga lawan yang akan menjatuhkan kredibilitasnya dengan mencari kenakalan Bima saat remaja dulu tidak punya bukti apapun. Good Job, Bima.
"Tolong baca dengan seksama, terutama poin konsekuensi yang diakan kalian terima saat mengulang adegan mesum seperti sore kemarin. Kalau sudah paham, silahkan tanda tangan di atas materai, saya tidak menerima penolakan ataupun protes, karena saya pemilik yayasan ini. Tidak menuruti perintah saya, apalagi menyangkut kebaikan dan martabat seorang guru, silahkan mundur dari yayasan yang saya pimpin."
Auto bawa sperangkat alat solat sekalian akhlak nyaa
awokwook /Curse/
Hawa: ga beLagak tapi belagu/Slight/
reader: bim, ci pox bim ampe engappp/Grin//Tongue/
maaf aq nyaranin jahat 🤭🤭🤭