Shasy yang sudah menjalani pernikahannya selama dua tahun,harus menabahkan hatinya saat sang mertua dan kerabat menghinanya Mandul. Karena keadaan yang membuatnya stres dan merasa tersakiti. Sashy yang sedang kalut dan rapuh memilih untuk bersenang-senang bersama temannya. Hingga dirinya terjebak dengan pria yang membuatnya melampiaskan amarah dan kecewanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
"Sebagai gantinya besok kamu boleh datang siang." Ucap Arga, sebelum Sashy turun dari mobilnya.
Sashy menaikkan satu alisnya, "Dengan senang hati pak." Balasnya dengan senyum mengembang.
"Tapi, bawakan saya sarapan." Lanjut Arga dengan senyum penuh arti.
Sashy memanyunkan bibirnya, namun kepalanya mengangguk.
"Oke!"
"Apa aku tidak boleh mampir?" Tanya Arga dengan tatapan berharap.
"Tidak, ibu ku masih ada disini." Balas Sashy dengan mata mendelik.
"Jadi kalau tidak ada ibu, boleh?" Tanya Arga dengan bibir menyeringai.
Mata Sashy membulat, "Ngak gitu juga."
Arga terkekeh, "Ya sudah, salam untuk ibu. Selamat malam." Arga meraih kepala Sashy dan membenamkan kecupan di kening.
"Em, hati-hati ya." Balas Sashy dengan senyum manis.
Sashy keluar dari mobil, dan berjalan menuju lift. Hingga punggung wanita itu menghilang, barulah Arga menjalankan mobilnya.
"Malam pak." Arga berhenti tepat di bagian pos security.
"Malam juga pak, ada yang bisa saya bantu?" Tanya pria berseragam putih itu.
"Tolong laporkan apa saja yang tejadi dan kegiatan penghuni nomor 29." ucap Arga sambil memberikan kartu namanya.
"Maksudnya pak?"
"Akan ada bayaran untuk informasi yang saya terima."
Pria itu tersenyum lebar, bertanya hanya untuk basa-basi.
"Baik, saya mengerti."
Bukan Arga namanya jika tidak bisa melindungi wanitanya, hanya untuk berjaga-jaga, karena Arga tidak ingin terjadi sesuatu pada Sashy.
"Bu.." Sashy membuka pintu apartemennya, tapi tak mendapati ibunya di sana.
"Bu! Ibu dimana!" Panggilnya lagi dengan nada sedikit tinggi.
Sashy menyusuri apartemen nya, namun juga tak menemukan.
"Apa di apartemen Gita." Gumamnya pada diri sendiri.
Berjalan keluar lagi, Sashy menuju apartemen Gita, menekan bel hingga pintunya terbuka.
"Git, apa ibu di sini?" Tanyanya saat melihat sahabatnya membuka pintu.
Gita membuka pintunya lebar, Sashy pun masuk.
"Hah, aku pikir ibu kemana." Sashy mendekati ibunya yang sedang duduk di meja makan.
"Mas Gery keluar kota kebetulan ibu dirumah sendiri. Jadi aku ajak kesini." Gita menutup pintu dan mendekati ibu dan anak itu.
"Aku pikir ibu kemana, aku hampir panik." Tutur Sashy.
"Pekerjaan mu sudah selesai nak?" Tanya Bu Halimah.
"Sudah Bu, hanya menemani pak Arga bertemu klien." Balas Sashy sambil menyambar gelas berisikan jus.
"Memangnya klien dari mana, tumben sekali di hari weekend." Tanya Gita yang ikut duduk bergabung.
"Biasa, klien pak Arga orang penting." Sashy malas jika harus membahas wanita tadi.
"Bu, pulang yuk. Sashy punya sesuatu untuk ibu." Sashy merangkul lengan ibunya dengan senyum cerah.
"Sas, seharian kamu pergi berdua, tapi tidak mengajakku." Gita bicara dengan bibir cemberut.
Sashy tersenyum menunjukan deretan giginya. "Sorry, biasa kalau Weekend kamu kan me Time dengan suami mu, jadi aku takut menganggu."
Bibir Gita mengerucut, dan Sashy pamit membawa ibunya pulang ke unitnya.
"Kamu mau kasih ibu apalagi Sashy. Hari ini ibu sudah banyak dapat hadiah dari kamu." Ucap Bu Halimah.
"Ibu duduk dan tunggu disini, Sashy ke dalam dulu."
Bu Halimah duduk dengan pasrah menunggu Sashy masuk kedalam kamar dan tak lama keluar.
"Ini untuk ibu." Sashy meyerahkan sebuah amplop coklat.
Bu Halimah menatap Sashy, sambil menerima amplop coklat itu.
"Apa ini nak?" Tanya Bu Halimah.
"Ibu buka lah, biar ibu tahu." Sashy duduk disebelah ibunya, memeluk bahu ibunya yang begitu ia kasihi.
Bu Halimah membuka amplop itu, mengeluarkan sebuah kertas dan membacanya dengan teliti.
"Sas, ini." Bu Halimah membacanya dengan tangan gemetar.
"Sashy sudah mendaftarkan ibu untuk umroh, Minggu depan ibu berangkat." Ucap Sashy dengan suara sumbang, karena matanya sudah berkaca-kaca melihat betapa ibunya terharu.
"I-ini beneran nak? Ibu akan umroh?"
Kepala Sashy mengangguk, "Iya Bu, Sashy menabung dan uangnya sudah cukup untuk ibu umroh."
Bu Halimah tak bisa membendung rasa harunya, di pelukannya sang putri dengan erat dan hangat.
"Terima kasih nak, semoga segala sesuatunya dipermudah. Ibu akan mendoakan kebaikan kamu, agar kamu melewati ujiannya dan bahagia di masa depan."
Keduanya berpelukan dengan rasa haru dan bahagia. Keinginan terbesar ibunya adalah untuk pergi ke tanah suci, menghadap ya Rabb.