Zhang Jian adalah Pangeran, pendekar, pembual, dan penegak keadilan yang suka bikin onar.
Dia bukan murid biasa di Sekte Kunlun, ia datang membawa warisan legendaris: Cincin Naga Langit, peninggalan Siluman Naga dari dunia lain yang membuatnya kebal terhadap serangan Qi dan nyaris tak terkalahkan.
Akan tetapi, tak ada kekuatan yang abadi.
Cincin itu hanya akan melindunginya selama sepuluh tahun. Setelah itu? Dia akan menjadi sasaran empuk di dunia yang tak mengenal belas kasihan. Dunia di mana para pendekar saling menyingkirkan demi kejayaan sekte, harta karun langit, dan ramalan kuno yang bisa mengguncang tatanan alam.
Ketika Sekte Demon mengancam kehancuran dunia, Zhang Jian harus memilih: tetap menjadi bayangan dari kekuatan pinjaman, atau membuka jalan sendiri sebagai pendekar sejati.
Langit tak akan selamanya berpihak.
Bisakah seorang pembual menjadi legenda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bang Regar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Xuan Hong
Zhang Jian menangkupkan tinju sembari memaksakan diri untuk tersenyum. “Zhang Jian menyapa senior Xuan Hong.”
Xuan Hong hanya mengangguk saja lalu berjalan menuju kediaman Klan Yi. Dia tidak berani lagi mengejek Zhang Jian setelah melihat lambang yang ada di bajunya. Ternyata pemuda itu murid Sekte Kunlun, sekte besar yang tidak mungkin berani ia jadikan musuh.
Awalnya ia mengira Klan Yi mendatangkan murid dari Sekte kecil, karena Klan Yi juga Klan kecil. Namun, siapa sangka ternyata mereka mau mengeluarkan uang banyak untuk mendatangkan murid pemula dari Sekte Kunlun ini.
“Tuan muda Zhang Jian, apakah Anda berhasil mengalahkan lawanmu juga?” Pendekar muda yang berpatroli bersama Zhang Jian bertanya penasaran, karena ia datang bersamaan dengan Xuan Hong mengalahkan kawanan monster Serigala.
Zhang Jian menggelengkan kepala sembari tersenyum lebar. “Para penakut itu kabur setelah merasa aku lebih kuat dari mereka!”
Xuan Hong yang sudah berjalan cukup jauh masih mendengar perkataan sombong Zhang Jian. Dia langsung menggelengkan kepala, inilah watak murid-murid Sekte besar; mereka selalu sombong dan menganggap rendah lawannya sehingga mengakibatkan banyak dari mereka mati sebelum mencapai puncak Ranah Kultivasi.
“Wah, tuan muda keren sekali, andai aku menyaksikan pertarunganmu. Itu pasti sangat menakjubkan!” sahut Pendekar muda itu sambil membayangkan adegan pertarungan seperti dalam cerita fantasi.
Pendekar paruh baya yang juga berpatroli bersama Zhang Jian langsung menepuk lembut kepala Pendekar muda itu. “Bodoh! Apa kau mau mati? Menyaksikan pertarungan antar Kultivator sama saja menyeretmu menuju kematian!”
Pendekar muda itu tersenyum lebar sembari mengelus-elus kepalanya.
“Baiklah, mari kita bawa mayat-mayat monster Serigala ini ke gudang penyimpanan!” katanya lagi.
Mayat-mayat monster Serigala itu akan menjadi milik Klan Yi, tetapi Batu Spritualnya akan diberikan pada Xuan Hong yang telah mengalahkannya.
Zhang Jian menghela nafas panjang, semua monster sudah dikalahkan—tapi ia tidak memiliki Batu Spritual sebagai tanda ikut serta dalam mengalahkan monster tersebut. Kini satu-satunya cara agar misi ini dianggap berhasil adalah mendapatkan tanda tangan Ketua Klan Yi.
Hadiah misi ini mungkin akan dikurangi karena ia hanya membawa satu dari dua bukti yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah misi.
“Sudahlah, aku tidur saja,” gumam Zhang Jian.
Dengan kehadiran Xuan Hong, ia yakin anggota Sekte Demon itu tidak akan muncul lagi, sebab ia pasti takut pada Xuan Hong yang basis Kultivasinya jauh lebih tinggi darinya.
...***...
Keesokan paginya, sinar matahari menerobos celah jendela kamar tamu di kediaman Klan Yi, membangunkan Zhang Jian dari tidurnya yang tidak nyenyak. Mimpi tentang pertempuran semalam masih tersisa di benaknya, terutama bayangan ahli pedang bertopeng yang kekuatannya begitu menekan.
Zhang Jian bangkit dari pembaringan. Setelah mencuci muka dan membereskan perlengkapannya, ia keluar dari kamar menuju halaman tempat latihan. Di sana, para pendekar Klan Yi telah mulai berlatih seperti biasa—mengayunkan pedang, membentuk formasi, dan berlatih teknik bela diri keluarga.
Namun, ada satu hal yang aneh, Yi Jing tidak terlihat di mana pun.
Yi Jing biasanya selalu berdiri di barisan depan, membimbing pendekar muda dengan sabar dan tegas. Bahkan, saat serangan kawanan monster Serigala beberapa waktu lalu, Yi Jing tampil sebagai pahlawan yang memimpin perlawanan di kandang selatan.
“Permisi, aku tidak melihat senior Yi Jing. Apakah ia sedang sibuk?” tanya Zhang Jian pada seorang pendekar muda yang sedang melatih teknik dasar tombak.
Pendekar itu menghentikan gerakannya dan menggeleng. “Tidak, Tuan muda Zhang Jian. Kami belum melihat senior Yi Jing sejak tadi malam. Bahkan, pagi ini ia tidak datang sama sekali ke halaman latihan.”
“Apakah ia semalam juga ikut bertempur melawan kawanan serigala?” selidik Zhang Jian.
“Tidak juga. Tidak ada yang melihatnya sejak makan malam.”
Zhang Jian mengerutkan kening. Sebagai pendekar terkuat Klan Yi, Yi Jing seharusnya berada di garis depan dalam pertempuran tadi malam. Ketidakhadirannya sungguh mencurigakan, padahal sore kemarin ia masih bertemu dengannya.
Seketika, pikirannya melayang pada sosok ahli pedang bertopeng yang menyerangnya dengan gaya bertarung penuh presisi. Gerakan pedangnya tajam dan penuh perhitungan. Dingin dan mematikan. Namun, berkat bantuan Roh Binatang Mistis Kura-kura ia berhasil melukai lengan kiri ahli pedang itu.
“Jangan-jangan ahli pedang itu, Yi Jing?”
Zhang Jian segera menggelengkan kepala, menolak pikiran liarnya itu. Yi Jing tidak sekuat itu. Dalam pertarungan melawan kawanan monster Serigala di kandang selatan, cara bertarung Yi Jing terlihat rata-rata saja, tidak lemah, tapi jelas tidak sehebat dengan ahli pedang semalam.
Zhang Jian kemudian pergi ke ruang utama kediaman Klan Yi untuk menemui Tetua Yi Xuan. Tetua itu menyambutnya dengan senyum ramah.
“Zhang Jian, kau bangun lebih pagi dari ayam jantan rupanya,” canda Tetua Yi Xuan.
Zhang Jian membalas dengan senyuman. “Aku hanya ingin pamit. Hari ini aku akan kembali ke Sekte Kunlun.”
Ekspresi wajah Tetua Yi Xuan berubah menjadi lebih serius, tetapi tetap hangat. “Kami sangat berterima kasih atas bantuanmu, Zhang Jian. Tanpa keberanian dan tekadmu, mungkin Klan Yi telah hancur oleh kawanan monster Serigala.”
Zhang Jian tampak ragu sejenak, lalu berkata, “Tetua, ada sesuatu yang ingin kusampaikan.”
Yi Xuan menaikkan alis. “Katakanlah.”
Zhang Jian pun menceritakan tentang serangan kawanan monster Serigala di bagian barat kota. Itu adalah ulah anggota Sekte Demon yang menggiring mereka ke sana. Dia bahkan bertarung melawannya tadi malam, tapi gagal menangkapnya karena anggota Sekte Demon itu dikawal oleh ahli pedang misterius.
“Aku yakin, Sekte Demon adalah dalang di balik agresivitas kawanan Serigala. Mereka mungkin telah mencemari sumber Qi alam di wilayah ini,” kata Zhang Jian tegas.
Mata Tetua Yi Xuan membelalak kaget. “Sekte Demon? Aku akan segera melaporkan ini kepada Ketua Klan Yi.”
Yi Xuan lalu membuka sebuah laci dan mengeluarkan sebuah gulungan kertas dan sebuah Batu Spiritual berwarna kehijauan.
“Ini adalah bukti resmi bahwa kau telah menyelesaikan misi. Gulungan ini sudah ditandatangani oleh Ketua Klan Yi. Dan ini adalah Batu Spiritual kelas rendah dari monster Serigala yang kau bantu kalahkan.”
Zhang Jian menerima keduanya dengan hormat dan rasa syukur. Dengan keduanya maka misinya akan dianggap berhasil.
Namun, tiba-tiba ia teringat sesuatu. “Tetua Yi Xuan, aku sempat melukai lengan kiri ahli pedang yang bersama anggota Sekte Demon itu. Jika Klan Yi menemukan seseorang yang mengalami luka serupa, mungkin dialah ahli pedang yang membantu anggota Sekte Demon itu.”
Yi Xuan tampak terkejut untuk kedua kalinya. Bahkan lebih kaget dari sebelumnya. Ekspresi wajahnya menjadi kaku, dan ada keraguan sejenak di matanya.
“Apakah Tetua mengenalnya?” selidik Zhang Jian penasaran.
Yi Xuan cepat-cepat menggeleng. “Tidak, tidak. Aku tidak tahu siapa dia.”
Zhang Jian menatap mata Tetua Yi Xuan dalam-dalam, tapi tidak berkata apa-apa lagi. Dia merasa Tetua Yi Xuan menyembunyikan sesuatu.
Akhirnya, ia pamit dan meninggalkan kediaman Klan Yi.