“Oke. Tapi, there's no love and no *3*. Kalau kamu yes, saya juga yes dan serius menjalani pernikahan ini,” tawar Linda, yang sontak membuat Adam menyeringai.
“There’s no love? Oke. Saya tidak akan memaksa kamu untuk mencintai saya. Karena saya juga tidak mungkin bisa jatuh cinta padamu secepat itu. Tapi, no *3*? Saya sangat tidak setuju. Karena saya butuh itu,” papar Adam. “Kita butuh itu untuk mempunyai bayi,” imbuhnya.
***
Suatu hari Linda pulang ke Yogyakarta untuk menghadiri pernikahan sepupunya, Rere. Namun, kehadirannya itu justru membawa polemik bagi dirinya sendiri.
Rere yang tiba-tiba mengaku tengah hamil dari benih laki-laki lain membuat pernikahan berlandaskan perjodohan itu kacau.
Pihak laki-laki yang tidak ingin menanggung malu akhirnya memaksa untuk tetap melanjutkan pernikahan. Dan, Linda lah yang terpilih menjadi pengganti Rere. Dia menjadi istri pengganti bagi pria itu. Pria yang memiliki sorot mata tajam dan dingin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tianse Prln, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hamil Anak Laki-laki Lain
"Ibuk," panggil Linda. "Mas Rizki nakal, Buk," serunya.
"Ish mulut kamu gede banget sih. Dasar tukang ngadu," cibir sang kakak.
"Makanya jangan asal ngacak rambut orang kalau nggak mau itu telinga budek," ujar Linda, kesal.
"Ini kenapa lagi? Berantem? Inget, kalian itu udah pada dewasa. Masih aja berantem kayak anak kecil. Malu diliatin tetangga," oceh sang ibu yang baru saja keluar dari dalam rumah.
"Maafin mas Rizki ya, Dek. Dia emang suka nyebelin," sahut seorang wanita yang tampak berdiri di samping ibu mertuanya. Dia kakak ipar Linda yang tengah hamil tua, Ratna.
"Untung Mbak Ratna baik. Kalau nggak udah aku botakin rambut kamu, Mas," ujar Linda, yang kemudian melangkah pergi menuju mobil kakaknya. Linda masuk ke dalam mobil tersebut.
Sang Ibu, Lasmi, menggelengkan kepalanya heran melihat dua kakak beradik yang tampak tak akur itu, padahal keduanya saling menyayangi satu sama lain.
"Ya udah, ayo, Buk, Mas. Buruan, takutnya nanti kita keduluan sama rombongan besan. Enggak enak juga nanti kalau Bude Lastri tahu kita datengnya telat," kata Ratna, memecah suasana hening.
Setelah itu, mereka masuk ke dalam mobil, dan mulai berangkat menuju rumah Bude Lastri, kakak kembar Bu Lasmi.
* * *
"Lin, habis acara nikahannya si Rere, kamu beneran mau langsung balik ke Jakarta?" tanya Rizki seraya fokus menatap jalanan yang tampak lenggang.
"Iya," jawab Linda singkat. "Mas anterin, ya? Cuma sampai bandara aja kok," lanjutnya.
"Kok cepet banget tho, nduk? Apa kamu nggak rindu sama Ibuk, Masmu, juga Mbakmu Ratna?" kata Bu Lasmi.
"Ya rindu, Buk. Tapi masalahnya besok itu di perusahaan ada acara pelantikan beberapa orang yang naik jabatan. Dan aku salah satunya," terang Linda.
"Seneng banget ya kamu, Lin, akhirnya bisa jadi manajer," sahut sang Kakak.
"Baru juga jadi manajer, belum direktur" jawab Linda.
"Bersyukur, Nduk. Alhamdulillah, itu udah rezeki lho," nasihat Bu Lasmi.
"Dengerin tuh kata Ibuk. Bersyukur. Kamu itu udah jadi manajer, masih aja ngeluh minta jadi direktur," ujar Rizki.
"Bukannya ngeluh, Mas. Tapi keinginan," kata Linda, menanggapi.
Bu Lasmi hanya geleng-geleng kepala melihat putri bungsunya itu masih saja memiliki sifat ambisius, persis seperti dirinya dulu.
"Tapi, Lin. Nanti kalau kamu udah nikah, kamu nggak akan bisa punya keinginan seperti itu," sahut Ratna.
"Makanya itu, Mbak. Aku belum ada kepikiran mau nikah," jawab Linda.
"Ibu aja sampai waleh nyuruh dia nikah, Rat," sahut Bu Lasmi.
"Inget umur, Dek. Lima tahun lagi kepala tiga lho," kata Rizki.
"Iya, iya. Nanti kalau jodohnya udah dateng ya pasti aku nikah kok. Kalian pokoknya tenang aja," urai Linda.
"Eh, udah sampai ini," sela Ratna ketika ia melihat beberapa janur tampak melengkung di sisi kanan dan kiri jalan.
"Mas, aku turun di sini aja," kata Linda.
"Parkiran masih di depan. Turun di parkiran ajalah," suruh Rizki.
"Ish, Mas, Mas. Itu ada Mas Zaka, aku mau nemuin dia," keluh Linda sembari menunjuk-nunjuk ke arah seorang pria yang sedang asyik mengobrol dengan tamu undangan lainnya.
"Ya uwes turunin aja dia di sini, Ki. Biarin aja dia mau PDKT sama si Zaka. Siapa tau abis ini rumah kita yang bakal ada janur kuningnya," kata Bu Lasmi.
"PDKT apanya tho, Buk. Masa PDKT dari zaman SMA nggak rampung-rampung," sindir Rizki.
"Iri banget sih kamu tuh, Mas," sahut Linda.
"Bukan iri tapi geli. Makanya suka sama orang itu yang langsung das des, kayak Masmu ini yang pas suka sama orang langsung dinikahin. Ya nggak, Yang?"
"Dih, nyebelin."
"Ya udah buruan turun, itu mobil di belakang udah nungguin dari tadi," suruh Rizki setelah memberhentikan mobilnya.
"Iya, iya. Ini juga mau turun kok," balas Linda, yang kemudian membuka pintu mobil dan turun dari dalam mobil kakaknya.
Setelah turun, Linda menutup kembali pintu mobilnya. Perempuan itu berdiri di sana beberapa saat sampai mobil berwarna hitam di belakang mobil kakaknya melaju pelan melewatinya.
***
"Linda mana?" tanya Bude Lastri saat Bu Lasmi, Rizki, dan juga Ratna melangkah masuk ke dalam ruang tamu yang telah disulap menjadi tempat sakral, tempat yang nantinya akan menjadi saksi bisu dilangsungkannya akad nikah antara Rere dan sang calon suami.
"Bentar lagi keliatan kok orangnya, Bude," jawab Rizki.
"Lagi sama si Zaka di luar," timpal Bu Lasmi.
"Oalah. Ya udah, duduk dulu," kata Bude Lastri. "Ratna ayo kamu duduk, jangan banyak berdiri, lagi hamil gede 'gitu," lanjutnya sembari membantu Ratna yang tampak kesulitan untuk duduk di lantai yang telah dialasi karpet tebal.
"Makasih, Bude," ucap Ratna.
Bude Lastri tersenyum menanggapi.
Tak lama kemudian, terlihat rombongan laki-laki dipersilakan masuk ke dalam ruang tamu yang terlihat luas itu.
Bude Lastri pun sebagai sang calon mertua melangkah menuju posisinya, duduk di samping suaminya, Om Tristan.
"Buk," panggil Linda, pelan, saat ia baru saja masuk mengikuti rombongan pria.
"Kamu dari mana aja tho, Nduk? Lama banget ngobrol sama si Zaka. Ayo duduk sini," suruh sang Ibu.
Linda tak menjawab. Perempuan itu lekas duduk di samping ibunya. Dia duduk di tengah-tengah antara ibunya dan Ratna.
Beberapa saat kemudian, si mempelai laki-laki terlihat duduk di posisinya. Om Tristan selaku ayah Rere pun juga mulai menempati posisinya yang kini berpindah duduk di samping penghulu yang akan mengarahkan ijab qabul.
"Calon mempelai pria sudah siap?" tanya si penghulu melalui mikrofon.
Pria yang tampak mengenakan tuxedo berwarna putih dengan peci senada itu tampak menganggukkan kepalanya.
"Baik, silakan tangan calon mempelai pria dan wali mempelai wanita ...."
"Tunggu," seru seorang wanita yang terlihat cantik jelita dengan gaun pengantinnya yang serba putih.
"Mami, Papi," ucap Rere, air matanya mulai mengalir perlahan. "Rere nggak bisa nikah sama dia. Rere hamil anak Zaka," terangnya.
Penuturan wanita itu sontak membuat banyak pasang mata terbeliak kaget. Terutama Linda yang tampak paling syok di antara semua orang. Siapa yang menyangka kalau pria yang sejak SMA ia sukai, idamkan dan ia harapkan, ternyata telah menaburkan benihnya pada perempuan lain, dan mirisnya perempuan itu adalah sepupunya sendiri, Restiana Putri, Rere.