NovelToon NovelToon
Balas Dendam Si Pecundang

Balas Dendam Si Pecundang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Identitas Tersembunyi / Dendam Kesumat / Persaingan Mafia / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: nurliana

kehilangan bukan lah kesalahan ku, tetapi alasan kehilangan aku membutuhkan itu, apa alasan mu membunuh ayah ku? kenapa begitu banyak konspirasi dan rahasia di dalam dirimu?, hidup ku hampa karena semua masalah yang datang pada ku, sampai aku memutuskan untuk balas dendam atas kematian ayah ku, tetapi semua rahasia mu terbongkar, tujuan ku hanya satu, yaitu balas dendam, bukan jatuh cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bayangan masa lalu

Leon hanya menatap Liora. Dia terdiam.

"Leon, tolong jawab dia. Jika memang tidak ada jawaban darimu, maka tolong suruh dia pergi dari markas kita ini," ucap Alex yang sejak tadi hanya diam mencerna semua pembicaraan mereka.

Liora menatap sekitar rumah yang katanya markas itu. Ia melihat salah satu kotak yang menurutnya sangat familiar. "Apa ini?" Ia mendekati kotak itu dan mengambilnya.

Leon hanya diam saja, karena selama ini, dia sengaja menaruh kotak itu di sana agar bisa dengan mudah mengingat Liora—cinta pertamanya sekaligus orang yang menemaninya selama masa sulit.

Liora membuka kotak itu. Betapa kagetnya dia, ternyata itu adalah cincin pernikahan yang mereka pilih dua tahun lalu. "Kau masih menyimpannya?" ucapnya, menatap cincin indah yang masih sangat rapi.

Leon berdiri dan menarik kotak cincin itu dari tangan Liora. "Ya, aku menyimpannya untukmu. Tapi itu dua tahun lalu. Sekarang, hanya tinggal menghitung hari, dan cincin ini akan menemukan pemiliknya yang sebenarnya."

Mata Liora berkaca-kaca. Jujur saja, pergi di hari pernikahannya dengan orang yang ia cintai bukanlah pilihannya. Itu semua karena emosi yang berlarut-larut, membuatnya merasa bahwa ia harus balas dendam, bukan malah jatuh cinta.

"Tidak masalah pada siapa cincin itu berakhir. Tapi cincin itu tidak akan pernah melupakan siapa pemilik awalnya," ucap Liora, lalu berbalik dan mengusap air matanya.

Alex melihat Liora yang mengusap air mata. "Masih ada cinta di antara mereka?" ucap Alex pelan sekali.

Liora ingin pergi, karena menurutnya terlalu banyak kenangan di rumah ini—khususnya bersama Leon. Melihat Leon saja sudah cukup membuat hatinya sakit. Jujur, masih ada perasaan tersendiri di hati Liora untuk Leon.

"Hanya itu yang ingin kau katakan padaku? Hanya ini?" ucap Leon saat melihat Liora ingin keluar.

Liora menarik napasnya, berusaha agar terlihat tegar. "Apa yang kau harapkan dariku? Aku adalah pengantin yang kabur, kan?" masih membahas masa lalu.

Keduanya sama-sama belum bisa melupakan, tapi ego menghalangi.

Leon diam saja. Diamnya Leon membuat Liora pergi dari sana. Tujuannya hanya untuk mengungkapkan kebenaran, tetapi malah terbawa ke masa lalu.

*

*

*

Di rumah Zelena

Zelena terlihat sedang bersiap untuk pergi bersama Amira. Namun, langkah kakinya terhenti karena dia melihat Arman. Ada banyak hal yang ingin Zelena tanyakan kepada Arman tentang Leon.

"Mas Arman," ucap Zelena, mendekati Arman yang ingin masuk ke dalam ruang kerja ayahnya.

Arman menatap Zelena yang sudah rapi. "Mau Mas antar?" Arman mengira Zelena ingin meminta diantar.

Zelena melirik sekitar dan membawa Arman sedikit menjauh dari ruang kerja ayahnya, karena ia tak ingin ayah ataupun Kenzo mendengar pembicaraan mereka ini.

"Kenapa, Zel?" Arman heran melihat tingkah Zelena.

Zelena menatap Arman. "Mas, aku ingat waktu Leon pertama kali datang ke sini. Mas ikut, kan, sama ayah untuk jemput dia?"

"Ya, Mas sama Ayah yang bawa Leon. Memangnya kenapa?" Arman sama sekali tidak berbohong, karena dia tidak tahu apa yang ingin Zelena cari tahu.

"Mas, kalau boleh tahu... Leon itu tinggalnya di mana? Orang tuanya siapa?"

Pertanyaan-pertanyaan itu membuat Arman merasa dirinya harus mengarang sesuatu yang indah untuk diberikan kepada Zelena, gadis polos ini.

"Orang tua Leon sudah meninggal. Dia tinggal di salah satu rumah yang ada di Komplek Indah Sari," jelas Arman, dan dia menyebutkan alamat markas Arman.

Zelena diam saja, seolah memikirkan sesuatu.

"Kenapa kamu tanya soal Leon, Zel?" Arman memancing lagi agar Zelena mau bicara.

"Hmmm... penasaran aja, Mas. Soalnya Ayah nggak pernah bilang Leon itu siapa dan latar belakangnya gimana," jawab Zelena.

"Dia adalah pembunuh berdarah dingin, Zelena. Dia dibawa ke sini karena polisi mencarinya," ucap Arman, dan dia membuat seolah-olah itu tak sengaja ia ucapkan.

"Apa?!" Zelena kaget.

Arman memasang wajah bingungnya. "Apa? Mas bilang apa?" pura-pura tidak tahu apa yang baru saja ia katakan.

Zelena diam.

"Mas ada urusan, Zel," ucap Arman pergi meninggalkannya dengan senyuman di wajahnya, karena sudah berhasil menipu Zelena.

Zelena yang sudah rapi dan siap untuk pergi malah duduk diam di ruang tamu, seolah baru saja mengalami mimpi buruk karena mendengar semua itu.

"Tidak mungkin... aku hanya salah dengar. Mana mungkin Ayah jodohkan aku pada orang seperti itu," ucapnya masih berusaha tidak percaya dengan ucapan Arman.

Sampai ia tak sadar, Kenzo sudah pulang dan melihatnya sedang duduk di sofa sendirian.

"Ngapain kamu, Dek?" tanya Kenzo, duduk di sebelah Zelena.

Zelena menatap Kenzo. "Kak, emang ada ya ayah yang mau anaknya mati? Atau anaknya dikasih ke orang jahat?"

Kenzo tersenyum. "Umur berapa sih kamu? Ngomongnya kayak anak kecil aja. Ya mana ada orang tua kayak gitu."

"Kak, aku serius. Sekarang Leon mana?" Ingin memastikan Leon tidak ada, karena dia ingin bertanya lebih lanjut lagi.

"Itu," jawab Kenzo, menunjuk ke arah luar. Dan benar, Leon berada di sana. Dia sedang bicara dengan rekan kerjanya.

Zelena menatap Leon. "Zelena jatuh cinta, Kak, sama dia," ucapnya.

Kenzo menatap adiknya. Dan memang, Zelena terlihat sangat tulus, seolah Leon adalah orang yang selama ini ia tunggu.

"Ini di luar rencana," ucap Kenzo dalam hatinya.

Leon berjalan masuk. Dia melihat Kenzo dan Zelena yang sedang duduk bersama. Ia hanya memberikan hormat, lalu berjalan menuju dapur.

Zelena berdiri dan pergi mengikuti Leon sampai ke dapur.

"Kak, dari mana?" tanya Zelena.

Leon berbalik, menatap wajah Zelena. Namun, perkataan Liora mengenai cincin tadi tidak bisa ia lupakan.

"Dari luar. Ada urusan. Kenapa?" jawab Leon dengan nada suara yang lesu, seperti banyak beban pikiran.

Zelena mendekati Leon, menatap matanya, memeriksa apakah matanya merah. Karena jika merah, itu berarti sedang demam—itu adalah kepercayaan Zelena.

"Mata Kakak nggak merah. Terus kenapa lesu?"

Leon melangkah menjauh. "Kamu udah rapi. Mau ke mana? Ketemu sama Tama?"

Leon sama sekali tidak cemburu saat ini. Entah karena kedatangan Liora atau memang suasana hatinya sedang tidak baik.

Zelena terdiam.

"Pergilah jika memang sudah siap. Apakah perlu kuantar?" tanya Leon, menatap Zelena.

Zelena masih terdiam karena dinginnya sikap Leon padanya.

"Tidak perlu? Baiklah," ucap Leon, berbalik dan ingin pergi dari sana.

Namun, Zelena menarik tangan Leon.

"Tolong, Kak. Jangan batalin pernikahan kita. Aku nggak mau, Kak," ucap Zelena sambil menutup matanya.

Leon melepaskan tangan Zelena. "Iya, kamu tenang aja," ucapnya, lalu berjalan menjauh.

Apakah masa lalu membuat Leon bimbang? Dia ragu sekarang, padahal pernikahan mereka tinggal menghitung hari. Apakah kejadian dua tahun lalu akan terulang lagi? Apakah kali ini, Zelena yang akan ditinggalkan?

Ada kabar bahagia buat kalian para pembaca setia novel ini, aku bakal adakan giveaway berupa hadiah uang tunai, untuk kalian yang beruntung, dengan syarat follow akun noveltoon aku yang ini, like, subscribe cerita nya, follow ig viola.13.22.26

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!