Kayla lahir dari pernikahan tanpa cinta, hanya karena permintaan sahabat ibunya. Sejak kecil, ia diperlakukan seperti beban oleh sang ayah yang membenci ibunya. Setelah ibunya meninggal karena sakit tanpa bantuan, Kayla diusir dan hidup sebatang kara. Meski hidupnya penuh luka, Kayla tumbuh menjadi gadis kuat, pintar, dan sopan. Berkat beasiswa, ia menjadi dokter anak. Dalam pekerjaannya, takdir mempertemukannya kembali dengan sang ayah yang kini menjadi pasien kritis. Kayla menolongnya… tanpa mengungkap siapa dirinya. Seiring waktu, ia terlibat lebih jauh dalam dunia kekuasaan setelah diminta menjadi dokter pribadi seorang pria misterius, Liam pengusaha dingin yang pernah ia selamatkan. Di tengah dunia yang baru, Kayla terus menjaga prinsip dan ketulusan, ditemani tiga sahabatnya yang setia. Namun masa lalu mulai mengintai kembali, dan cinta tumbuh dari tempat yang tak terduga…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Pemakaman dan pengusiran
Azan ashar berkumandang, menggema sayup. Beberapa orang lelaki kampung mengangkat peti dan menurunkannya ke dalam liang. Kayla menggigit bibirnya. Ia menggenggam erat gambar di tangannya.
Langkah-langkah kecil itu maju, pelan-pelan. Ia berdiri di tepi makam, menatap ke bawah. Peti itu sudah dalam tanah. Suara tanah pertama dijatuhkan. Dug. Kayla merintih pelan.
“Bu… jangan tinggalin Kayla. Kayla belum bisa sendiri. ibu belum ajarin semua. ibi belum liat Kayla sekolah…” tangis Kayla penuh kesedihan
Ia berlutut. Air matanya jatuh satu-satu ke tanah merah itu.
“Ibu janji, kalau Kayla nurut… Ibu nggak pergi. Tapi ibu pergi juga. ibu bohong… ibu bohong…” tangis kayna membuat orang orang yang disana juga merasakan kesedihan itu
Beberapa ibu-ibu mulai menahan air mata melihat Kayla seperti itu. Tapi tidak dengan Arman. Pria itu berdiri jauh di balik kerumunan, mengenakan kaca mata hitam. Bahkan sekilas pun ia tak melirik ke arah anak perempuannya.
Setelah makam ditutup dan para pelayat mulai membubarkan diri, Bu Marni menuntun Kayla pulang. Arman sudah lebih dulu berjalan cepat ke arah rumah. Wajahnya dingin, tidak ada bekas duka sedikit pun.
---
Sore mulai redup. Rumah itu kini lebih sunyi dari biasanya.
Kayla masuk perlahan. Ia menaruh gambar kupu-kupu itu di meja kecil di sudut rumah, dekat foto ibunya yang sekarang
“bu, Kayla di rumah. Kayla jagain rumah. Kayla janji… Kayla bersihin kamar ibu tiap hari…” ujar Kayla sembari menatap foto ibunya dengan sedih
Suara derap kaki terdengar dari belakang. Arman berdiri di pintu dengan kedua tangan menyilang.
“Beresin barang-barangmu.” ujar Arman tiba tiba
Kayla menoleh. “Maksudnya, Ayah?”n
“Kau pikir aku akan tetap pelihara anak sialan yang cuma bikin hidupku berantakan?” jawab Arman kasar
“Kayla bisa bantu di rumah… Kayla nggak rewel… Ayah nggak usah kasih uang…” ujar kayna
“Dengar, Retno sudah nggak ada. Dan aku nggak ada urusan lagi denganmu. Sekarang keluar dari rumah ini.” usir Arman pada Kayla
Kayla menatap mata ayahnya. “Tapi ini rumah ibu juga…”
Arman melangkah maju. “Dan sekarang dia udah mati! Ini rumahku. Dan kamu bukan siapa-siapa.”
Ia menarik lengan Kayla kasar.
“Ayah jangan gitu—” Kayla terhuyung. “ibu baru dikubur, Ayah!”
“Dan makin cepat kamu enyah, makin cepat aku tenang!” jawab Arman tidak punya hati
Kayla terjatuh ke lantai. Ia menangis diam-diam, seperti yang diajarkan ibunya.
Ia bangkit, masuk ke kamar kecil peninggalan Retno, dan mulai memasukkan pakaian ke dalam tas lusuh. Ia mengambil satu-satunya buku gambarnya, lalu berbalik. Sekali lagi ia melirik ke ranjang tempat ibunya biasa tidur.
“ibu … Kayla pergi dulu. Nanti kalau ibu lihat Kayla di mimpi, ibu peluk Kayla ya.” ujar Kayla sedih, air matanya mengalir deras tanpa suara
---
Senja sudah turun saat Kayla melangkah keluar dari rumah yang selama ini disebut rumah. Tanpa satu pun orang mengantar. Tak ada pelukan, tak ada pamitan.
Angin sore berhembus. Kayla memeluk tasnya. Ia berjalan menembus gang-gang sempit. Tak tahu ke mana. Hanya mengikuti langkah kakinya sendiri.
Ia berhenti di dekat taman kosong. Duduk di bangku kayu yang mulai lapuk. Langit berubah gelap.
“Ibu … malam pertama Kayla sendiri. Kayla takut. Tapi Kayla janji, Kayla kuat.” gumam Kayla
---
Malam semakin larut. Kayla berjalan mencari tempat berteduh. Ia berhenti di sebuah musala kecil. Ruang depan masih terbuka.
Ia mengetuk pelan. Tak ada jawaban. Ia masuk pelan-pelan dan duduk di pojok, memeluk lutut. Seorang bapak marbot melihatnya dari jauh, tapi tak mengusir.
Paginya, Kayla membantu menyapu halaman musala. Sebagai balasan, ia diberi roti sobek dan air putih.
“Terima kasih, Pak.” ujar Kayla sopan
“Kamu tinggal di mana, Nak?” tanya bapak itu
Kayla tersenyum kecil. “Di mana pun yang nggak digusur.”
---
Hari-hari berlalu. Kayla mulai dikenal oleh para pedagang pasar kecil. Ia membantu mengangkat barang, menyapu kios, atau menjaga lapak sebentar jika pemiliknya salat.
“Kayla, bantuin bawa ini ke ujung ya!” seru seorang ibu pemilik warung sembako.
“Iya, Bu!” jawab Kayla cepat
Meski kecil dan lemah, Kayla bekerja dengan semangat. Semua uang recehan yang ia dapat disimpan rapi. Separuh untuk makan, separuh ia simpan di kantong tersembunyi.
Setiap malam ia tidur di teras toko atau pos ronda. Kadang ada yang memberinya nasi bungkus. Kadang tidak ada sama sekali.
Tapi ia tidak mengeluh. Ia hanya memandangi langit malam dan berbisik:
“Ibu, Kayla baik-baik aja kok. Tapi… kalo ibu boleh turun… Kayla pengen dipeluk.” gumam Kayla
-----
Hari itu pasar lebih ramai dari biasanya. Suara tukang sayur bersahutan dengan pedagang ayam dan penjual kue tradisional. Kayla, dengan baju yang mulai kusam, masih menawarkan jasanya.
“Ibu, mau dibantu bawain belanjaannya?” ucapnya pada seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun yang sedang memilih tomat.
Wanita itu menoleh, memperhatikan Kayla dari atas sampai bawah.
“Namamu siapa, Nak?” tanya ibu itu
“Kayla, Bu.” jawab Kayla dengan sopan
“Kamu kerja bantu-bantu di sini?”tanya ibu itu lagi
“Iya, Bu. Kalau Ibu nggak keberatan, Kayla bisa bantu bawa belanjaan ke mobil, atau ke rumah.”
Wanita itu terdiam sejenak. “Kamu tinggal di mana?”
Kayla ragu menjawab. Tapi akhirnya menjawab jujur, “Tidur di musala… kadang di teras toko.”
Alis wanita itu mengernyit. “Orang tuamu?”
Kayla menunduk. “Nggak ada.”
Wanita itu—Bu Rika namanya—memandang Kayla dalam diam. Lalu mengangguk.
“Oke. Bantu bawa ke mobil ya. Tapi habis itu ikut Ibu makan dulu.”
Di dalam mobil, Kayla duduk kaku. Tangannya menggenggam buku gambar yang selalu ia bawa.
“Kamu umur berapa?”
“Delapan tahun, Bu. Kayla belum sekolah.”
“Kenapa?”
“Dulu sempat belajar sama ibu di rumah. Tapi ibu udah nggak ada. Terus… Ayah nggak mau urus.”
Bu Rika menoleh cepat. “Kamu diusir?”
Kayla hanya mengangguk. Tak ingin menceritakan semuanya.
---
Mereka berhenti di sebuah rumah kecil tapi nyaman di pinggir kota. Di dalamnya, aroma semur kentang dan nasi hangat menguar dari dapur.
“Masuk sini. Makan dulu.”
Kayla melangkah pelan. Ia belum pernah masuk rumah senyaman ini sejak ibunya meninggal.
Di meja makan, dua piring disiapkan. Bu Rika duduk di seberangnya.
“Makan yang banyak, ya. Jangan malu.”
“Terima kasih, Bu…”
Suapan pertama membuat air mata Kayla menetes. Ia tidak tahan. Rasa semur itu mengingatkannya pada masakan ibunya. Ia buru-buru mengusap wajahnya.
“Maaf… Kayla nggak sengaja…”
Bu Rika terdiam. “Sudah lama kamu nggak makan yang enak ya?”
Kayla hanya mengangguk pelan.
bersambung
mantap 👍
kl orng lain,mngkn g bkln skuat kayla....
ank kcil,brthan hdp s luarn sna pdhl dia msh pnya sseorng yg nmanya ayah.....
😭😭😭
mudah dipahami
mna pas lg,jdinya ga ara th jd nyamuk....😁😁😁.....
Liam niat bgt y mau pdkt,smp kayla prgi kmna pun d ikutin....blngnya sih kbetulan.....tp ha pa2 lh,nmanya jg usaha....smngtttt....
trnyta ank yg d buang,skrng mlah jd kbnggaan orng lain....slain pntr,kayla jg tlus....skrng dia pnya kluarga yg syng dn pduli sm dia....