Sebagai murid pindahan, Qiara Natasha lupa bahwa mencari tahu tentang 'isu pacaran' diantara Sangga Evans dan Adara Lathesia yang beredar di lingkungan asrama nusa bangsa, akan mengantarkannya pada sebuah masalah besar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunny0065, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesempatan
Pukul 22:30. Malam.
Sangga mencabut kunci motor usai memarkirkan kendaraan roda dua kesayangannya, menunduk silau tersorot cahaya putih berasal dari mobil silver yang mendekat dan berhenti laju di pekarangan rumah Natasha.
Pak Aksan keluar dari dalam perut mobil, berjalan ke arah remaja tinggi di seberangnya.
"Sangga, kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Pak Aksan.
Dengan santai Sangga mengantungi kedua tangannya ke saku celana. "Aku tinggalkan asrama bawa pulang Natasha, ceritanya panjang Pa enggak akan selesai di bahas di luar, sebaiknya kita masuk dan bahas di dalam."
Pak Aksan menerima ajakan menantu bocahnya bersama-sama memasuki rumah, seperti biasa Bi Inem membukakan pintu utama saat mendengar tombol bel ditekan.
"Selamat malam, Tuan," sambut Bi Inem.
"Malam."
"Natasha mana, Bi?" tanya Sangga mengedarkan mata mencari keberadaan perempuan cantik pengusik hatinya.
"Non cantik udah tidur di kamar, Den," jawab Bi Inem.
"Sebelum tidur, apakah Natasha sudah makan?" tambah Pak Aksan.
"Sudah Tuan."
Pintu kembali ditutup, Bi Inem tergopoh-gopoh menyusul Pak Aksan hanya untuk mengambil alih tas kerja.
"Taruh saja di ruang kerja," titah Pak Aksan.
"Baik, Tuan."
Sangga mengekor di belakang Pak Aksan dan mengambil tempat duduk di kursi kosong menghadap meja makan.
"Barusan habis dari mana?" tanya Pak Aksan seraya memposisikan duduk berlawanan dengan remaja di depannya.
"Nyari job dekat kota sini, aku ingin belajar menghidupi Natasha dengan hasil kerja kerasku," balas Sangga berbohong, aslinya sudah menghabiskan waktu di taman Asteena berjam-jam ditemani Dimas.
Pak Aksan tersenyum sarat makna, membalik gelas tersedia di atas meja dan menuangkan air putih.
"Bagaimana, dapat kerjaan?" lanjut Pak Aksan.
Sangga menyandarkan punggung, menggeleng kepala merespon keingintahuan mertuanya.
"Jika benar-benar ingin bekerja, Papa bisa bantu kamu dapat kerjaan, kamu cukup menjadi barista kafe tertarik?" tawar Pak Aksan.
"Menyeduh kopi?"
Pak Aksan mengangguk. "Kerjaannya sangat mudah dilakukan, kamu tinggal membuat minuman kopi untuk para pengunjung."
"Lalu siapa yang bertugas mengelola kafe?"
"Tentu saja kamu."
"Aku?"
"Ya. Kamu jadi barista sekaligus pengelola kafe nya."
"It's okay, kapan aku dapat bekerja di tempat Papa?" tanya Sangga antusias.
"Kafe nya belum dibangun, tunggu saja."
Obrolan seputar kerjaan berlalu, Sangga cepat mengganti pembicaraan dengan mengangkat topik panas mengenai dirinya dan Natasha.
"Aku dan Natasha memutuskan berhenti sekolah," ucap Sangga.
"Kalian melanggar aturan lagi?"
"Pernikahanku dan Natasha adalah pelanggaran Pa, enggak bisa ditolerir para guru. Aku enggak mampu merahasiakan status baru kita dari penghuni asrama," lirih Sangga.
"Papa sudah menduga, pernikahan kalian akan diketahui oleh mereka."
"Sorry, Pa."
"Tidak perlu meminta maaf, musibah sudah terjadi. Dari musibah ini, Papa berharap tidak ada kejutan lain yang menanti selanjutnya di kehidupan kamu dan Natasha."
Sangga terdiam, meragukan harapan Pak Aksan menolak datangnya masalah baru.
"Ya udah, Pa, aku duluan tidur, udah ngantuk," imbuh Sangga.
"Pergilah."
...
Tiba di kamar, pemandangan pertama dilihat Sangga adalah Natasha ketiduran di lantai sambil sandaran di kaki ranjang.
Sangga menutup pintu perlahan dan mengangkat Natasha memindahkannya ke tempat tidur, ketika hendak menjauh, pandangannya khilaf terpaku pada jenjang leher istrinya.
Tanggung posisi sudah menguntungkan, Sangga menindih Natasha.
Terusik, Natasha membuka mata dan melotot lebar melihat beban menimpa tubuh atasnya.
"Minggir!"
"Sut, nanti papa dengar," bisik Sangga sembari membungkam mulut istrinya menggunakan telapak tangan.
Natasha menurunkan tangan yang menutupi mulutnya. "Lo abis keluyuran dari mana, baru pulang jam segini?"
"Taman Asteena."
"Kan, tebakan gue benar."
Candu memperhatikan bibir mungil di depannya, Sangga mencuri cium.
"Hih, nyebelin banget asal cium," kesal Natasha memukul pelan bahu suaminya.
Sangga terkekeh.
Di tengah kekesalan, Natasha teringat sesuatu.
"Kenapa diem?" tanya Sangga.
"Ada hal penting mau gue omongin, pas siang—" kalimat Natasha dihentikan telunjuk Sangga yang menempel lurus di bibir.
"Sekarang udah larut, besok kita bahas."
Natasha berkedip, penantiannya menunggu kepulangan Sangga setengah hari ini berujung tidak berguna.