Jin Lin, seorang otaku yang tewas konyol akibat ledakan ponsel, mendapatkan kesempatan kedua di dunia fantasi. Namun, angan-angannya untuk menjadi pahlawan pupus saat ia terbangun dalam tubuh seekor ular kecil. Dirawat oleh ibu angkat yang merupakan siluman ular raksasa, Jin Lin harus menolak santapan katak hidup dan memulai takdir barunya. Dengan menelan Buah Roh misterius, ia pun memulai perjalanannya di jalur kultivasi—sebuah evolusi dari ular biasa menjadi penguasa legendaris.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WILDAN NURUL IRSYAD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jin Lin yang Tak Tersentuh
"Maaf, Saudara Jin... maksudku, Tuan Jin, tingkatan apa sebenarnya senior itu? Mengapa aku sama sekali tak bisa merasakannya?" Meskipun Qinglang ketakutan setengah mati, rasa penasarannya masih tak terbendung.
"Panggil saja aku Kakak Jin. Aku masih muda, jadi jangan panggil aku 'Tuan Tua' atau semacamnya." Jin Lin berkata dengan santai. Sebenarnya, usia Qinglang jauh lebih tua darinya, tetapi tentu saja Qinglang tak berani membantah.
"Baiklah, karena kau begitu tulus, aku akan memberimu sedikit bocoran. Tapi ini rahasia, mengerti? Jangan sembarangan menyebarkannya. Ingatkah kau pada bencana langit yang muncul dua hari lalu?"
"Kesengsaraan surgawi itu? Tentu saja. Kami bahkan tak berani mengangkat kepala untuk melihat. Terlalu menakutkan."
"Sejujurnya, itu adalah kesengsaraan surgawi yang dihadapi temanku," ucap Jin Lin dengan tenang.
Kata-kata itu seperti petir menyambar di telinga Qinglang dan Huang Xian. Mereka tercengang di tempat. Meski mereka tahu bahwa senior itu kuat, mereka tidak menyangka sekuat itu—hingga menghadapi kesengsaraan surgawi sendiri. Itu berarti... dia adalah kultivator Mahayana!
Mereka tentu tidak tahu bahwa Zhang Baichi sebenarnya gagal melewati kesengsaraan itu. Biasanya, kegagalan berarti kehancuran total. Namun, karena dia masih hidup, mereka dengan naif mengira bahwa dia telah berhasil—dan itu membuat mereka lebih takut lagi.
Seorang kultivator Mahayana adalah eksistensi yang hanya setapak dari keabadian. Mereka dapat membalikkan langit dan bumi hanya dengan satu niat. Bahkan sepulau Chixia bisa dihapuskan dari peta dalam satu hari.
"Saudara Jin, aku mohon maaf karena telah menyinggungmu sebelumnya! Tolong... jangan masukkan ke dalam hati." Qinglang langsung berubah menjadi wajah penurut. "Sebenarnya, aku sudah lama mendengar nama besar Saudara Jin... hanya saja... hanya saja—"
"Sudahlah, aku tahu maksudmu," Jin Lin memotong dengan wajah besar hati.
"Saudara Jin, mohon... tolong sampaikan permohonan maafku kepada seniormu juga!" Qinglang benar-benar hampir menangis.
"Aku tahu, aku tahu," ucap Jin Lin sambil tersenyum tipis. Dia tampak semakin mulia di mata Qinglang.
"Saudara Jin, aku memiliki sedikit hadiah sebagai ungkapan rasa hormat dan terima kasihku." Qinglang mencoba menyogok dengan cara halus.
"Oh, begitu ya? Boleh juga kulihat," Jin Lin langsung menghapus citra dinginnya dan berubah menjadi seorang pemuda haus harta dengan senyum lebar.
Tak butuh waktu lama, cincin penyimpanan Qinglang benar-benar diobrak-abrik oleh Jin Lin. Tak ada yang namanya terlalu banyak harta dalam dunia kultivasi!
Qinglang hanya bisa memandangi harta karunnya satu per satu lenyap ke tangan Jin Lin, sambil menggertakkan gigi dalam diam. Tapi apa boleh buat? Nyawa lebih berharga dari emas.
Sebagai penutup, Qinglang bahkan bersikeras memanggil Jin Lin sebagai kakaknya, ingin mengikat hubungan sebagai saudara angkat. Tentu saja Jin Lin menolak. "Meskipun aku suka punya banyak adik, tapi tak semua orang bisa jadi bagian dari keluargaku," katanya, sambil tersenyum menyebalkan.
Namun, sebagai bentuk penghargaan, Jin Lin secara resmi menyatakan Desa Qingfeng sebagai "cabang dari Istana Iblis", dan memerintahkan mereka untuk menghormati Istana Iblis sebagai pemimpin. Tentu saja, semua ini demi "menenangkan sahabatnya"—sosok misterius yang kini menjadi mimpi buruk Qinglang.
Jin Lin pun melangkah keluar dari Desa Qingfeng dengan dada tegak dan langkah ringan.
Di luar desa, Hu Qi memimpin pasukan kecil, bersiap menyerbu jika terjadi bahaya. Namun alih-alih pertempuran, mereka malah melihat pemandangan luar biasa: Jin Lin berjalan santai keluar, sementara Qinglang, Huang Xian, dan seluruh monster Desa Qingfeng berlutut penuh hormat mengantarnya.
Mulut Hu Qi hampir terbuka lebar seperti ikan mas.
"Pemimpin Qingfeng sangat... ramah." Jin Lin berkata santai sambil mengeluarkan beberapa harta, "Awalnya aku ingin menolaknya, tapi dia memaksa memberiku semua ini. Karena tak enak hati, aku hanya ambil separuh. Tentu saja, yang terbaik dari semuanya."
Semua bawahan Jin Lin mendapat bagian—mulai dari pil, senjata sihir, hingga bahan langka. Bahkan monster paling rendah pun diberi sebutir pil kecil. Mereka semua terpukau.
“Qinglang... benar-benar hangat dan murah hati?” gumam mereka, tak percaya.
Dan pada saat itu pula, hati si Beruang Hitam luluh.
Ia tahu itu jebakan. Tapi Jin Lin tetap pergi sendirian. Ia tahu bahayanya, tapi ia tetap kembali dengan selamat. Bukan hanya itu—dia berhasil menaklukkan Qinglang dan membawa pulang harta karun, lalu membaginya kepada semua orang. Berani, cerdas, dan dermawan. Ini... ini adalah pemimpin sejati!
Tapi bagaimana Jin Lin melakukannya?
Pertanyaan ini mengendap di benak semua orang. Jin Lin tidak pernah menjelaskan, dan saat mereka bertanya pada Qinglang, jawabannya selalu sama:
"Aku sudah lama mengagumi Istana Iblis, dan kini ingin bergabung secara resmi."
—Satu kebohongan yang bahkan anak kecil pun tahu palsu, tapi tak ada yang bisa memaksanya berkata lebih jauh.
Dua pasukan besar lain di Pulau Chixia yang sebelumnya ingin menguji kekuatan Jin Lin pun segera menarik diri dua puluh mil dari perbatasan wilayah Istana Iblis. Mereka tak ingin berakhir seperti Qinglang.
“Tunggu saja… cepat atau lambat, kalian juga akan kutaklukkan.” Jin Lin menyeringai dalam hati. Tapi bukan sekarang. Ada hal yang lebih penting: menyelesaikan urusannya dengan Zhang Baichi.
Saat ini, Jin Lin tak lagi takut. Meski lawannya kuat, Jin Lin telah menyadari bahwa kekuatan bukan segalanya. Kecerdikan, keberanian, dan kesempatan… semua bisa mengubah segalanya.
Tapi ia juga sadar, semua ini tidak bisa terus bergantung pada Zhang Baichi. Menyamar sebagai “teman misterius” hanya bisa menjadi trik sesekali. Kekuatan sejati—harus datang dari dirinya sendiri!
Ia harus menjadi lebih kuat.
Di sisi lain, Bai Su Su tahu bahwa Jin Lin pergi sendirian menghadiri jamuan. Anehnya, ia tidak marah. Ia hanya menatap Jin Lin dan berkata, "Hati-hati. Jangan lakukan hal yang terlalu berbahaya."
Jin Lin mengangguk pelan. Ia tahu ibunya khawatir, tapi ia tak bisa memberitahu tentang Zhang Baichi. Semakin sedikit yang tahu, semakin baik.
Dan Bai Su Su tahu… anaknya sudah tumbuh. Ia tak bisa melindunginya selamanya. Mungkin… mempercayai anaknya adalah bentuk perlindungan terbaik.
Hu Xue sangat mengagumi Jin Lin. Setiap kali menyebut namanya, matanya bersinar seperti dipenuhi bintang. Semua orang bisa melihat perasaannya terhadap Jin Lin.
Dan Jin Lin tentu bisa merasakannya juga.
Ia juga menyukai Hu Xue—adik manis dan polos itu. Tapi… rasa suka ini bukanlah cinta. Bukan perasaan yang menggetarkan hati dan menembus jiwa.
Terkadang Jin Lin bertanya dalam hati: di dunia ini... kapankah aku akan bertemu dengan orang yang benar-benar aku cintai?