Demon Dragon
Jin Lin tersadar dari kegelapan tak berujung, kepalanya masih terasa berputar dalam kebingungan.
Ada pepatah lama yang mengatakan, jika nasib sedang sial, minum air putih pun bisa membuat gigi patah. Jin Lin akhirnya mengerti makna sesungguhnya dari pepatah itu.
Dia hanya pernah melihat berita tentang ponsel meledak di internet dan selalu menganggapnya lelucon. Siapa sangka, lelucon tragis itu menimpa dirinya sendiri.
Jin Lin adalah seorang otaku sejati. Kesehariannya dihabiskan dengan berselancar di internet, bermain game, dan melahap novel daring.
Belakangan ini, ia tergila-gila pada sebuah novel berjudul "Naga Iblis Kuno", dan langsung mengunduhnya ke ponsel agar bisa dibaca kapan saja. Namun, saat sedang asyik membaca, sebuah panggilan masuk. Tepat ketika ia menempelkan ponsel murahan itu ke telinganya, benda itu meledak!
Ledakan dahsyat tepat di sisi kepalanya. Kekuatan destruktifnya tak terbayangkan. Kesadaran Jin Lin langsung direnggut, tubuhnya ambruk seketika.
"Syukurlah, aku selamat..." Itulah pikiran pertama yang melintas di benaknya. Ia membayangkan seorang pejalan kaki yang baik hati telah membawanya ke rumah sakit.
Seluruh tubuhnya terasa begitu hangat, seolah terbaring di atas alas yang luar biasa empuk. Ini pasti ranjang rumah sakit termewah yang pernah ada, pikirnya.
Dengan susah payah, Jin Lin membuka matanya. Namun, pemandangan di hadapannya sama sekali tidak familiar. Ini bukan bangsal rumah sakit, melainkan sebuah gua yang remang-remang, dengan dinding batu yang lembap dan beberapa kristal yang berpendar lembut.
"Mungkinkah... rumah sakit sekarang mengusung tema dekorasi fantasi?" Jin Lin bergumam dalam kebingungan.
Saat itulah, ia menyadari sesosok wanita rupawan tengah membungkuk dan menatapnya lekat. Wanita itu berusia sekitar dua puluhan, mengenakan gaun putih bersih yang anggun, dan senyumnya begitu menenangkan.
"Perawat yang cantik sekali..." Otak Jin Lin langsung merangkai skenario romantis antara pasien dan perawat. "Pakaiannya juga sangat klasik." Gaun panjang itu terlihat seperti kostum dari drama kolosal.
"Lin'er, kau sudah bangun." Suara wanita itu selembut sutra. Dengan gerakan yang tak terduga, ia mengangkat tubuh Jin Lin dan mendekapnya seperti seorang ibu menimang bayi.
Begitu hangat, begitu nyaman. Jin Lin secara naluriah menyandarkan kepalanya di dada wanita itu. Tunggu... Aku diangkat? Ada yang tidak beres.
Jin Lin sangat sadar akan postur tubuhnya. Tinggi 178 sentimeter dengan berat 125 kilogram. Meskipun jauh dari kata atletis, ia jelas bukan seseorang yang bisa diangkat dengan mudah oleh seorang perawat wanita.
Mungkinkah? Isekai? Sebagai pembaca novel daring yang fanatik, kata "transmigrasi" atau "reinkarnasi" langsung meledak di benaknya.
Baiklah, jika memang reinkarnasi, maka terjadilah. Kehidupannya yang dulu terlalu biasa, terlalu normal. Dia hanyalah satu dari miliaran manusia tanpa nama di lautan manusia. Jauh di lubuk hatinya, ia selalu berfantasi mengalami plot seperti di dalam novel.
Karena itu, Jin Lin tidak merasa takut. Sebaliknya, secercah kegembiraan mulai tumbuh. Hanya saja, pikiran tentang orang tuanya yang pasti akan cemas membuatnya sedikit sedih.
"Lin'er, apa kau lapar?" Suara lembut wanita itu kembali terdengar. Tangan kirinya menimangnya, sementara tangan kanannya menyodorkan sebuah piring kecil.
Jadi, aku bereinkarnasi menjadi bayi. Kalau bayi, seharusnya minum susu... Jin Lin menatap dada wanita itu, dan pikirannya mulai liar.
"Ayo, makanlah." Wanita itu mendekatkan sepotong makanan ke mulut Jin Lin.
Jin Lin tanpa sadar membuka mulut, namun matanya membelalak ngeri saat melihat apa yang disodorkan... seekor katak hijau yang masih hidup, kaki-kaki kecilnya meronta-ronta panik tepat di depan matanya.
"Ah—!" Jin Lin ingin menjerit histeris. Apa ini makanan manusia? Daging katak mungkin lezat jika dimasak, tapi siapa yang memakannya hidup-hidup?
Anehnya, yang keluar dari mulutnya bukanlah teriakan, melainkan suara desisan aneh. "Hss... hssss..."
Saat itulah Jin Lin menyadari ada sesuatu yang sangat, sangat salah. Ia menunduk, mencoba melihat tubuhnya. Yang ia lihat bukanlah sepasang tangan dan kaki bayi yang mungil, melainkan tubuh panjang bersisik yang melingkar. Ia... seekor ular!
"HSSS—!" Jin Lin berteriak ngeri sekali lagi. Aku... Aku bereinkarnasi menjadi seekor ular?!
Kenyataan ini menghantamnya seperti palu godam. Ia tidak bisa menerimanya. Kenapa harus begini? Reinkarnasi ya reinkarnasi, tapi kenapa harus mengubahku menjadi ular?
Lalu, perawat cantik itu... oh, bukan, wanita rupawan itu, kenapa dia memegang ular? Apa dia tidak takut?
Logika Jin Lin masih kacau balau. Namun, pemandangan berikutnya memberinya jawaban yang lebih mengerikan dari pertanyaannya.
Melihat Jin Lin menolak makan, wanita itu tersenyum penuh kasih. "Lin'er, apa ini terlalu besar untukmu? Biar Ibu potong kecil-kecil." Wanita itu meletakkan Jin Lin kembali ke "ranjang" empuknya, lalu bergerak pergi.
Caranya bergerak bukan berjalan, melainkan meluncur. Tubuh bagian bawahnya... adalah ekor ular raksasa yang berkilauan!
"HSSS—!" Ini terlalu mengerikan. Jin Lin menjerit untuk ketiga kalinya, sebelum kegelapan kembali menelannya. Ia pingsan lagi.
"Lin'er... Lin'er..." Sebuah suara merdu yang lembut membangunkannya sekali lagi.
Alangkah indahnya jika aku hanya bisa melihat tubuh bagian atasnya saja, desah Jin Lin dalam hati. Setidaknya itu akan menyejukkan mata, dan ia bisa menipu dirinya sendiri untuk sesaat. Namun, untungnya, wanita setengah ular ini tampak sangat menyayanginya.
Dari panggilannya, sepertinya ia adalah ibunya di kehidupan ini.
"Lin'er, kau tidak boleh tidak makan. Dengarkan Ibu, makanlah yang banyak agar kau cepat besar dan kuat," wanita siluman ular itu membujuk Jin Lin dengan sabar.
Jin Lin menatap ngeri pada potongan-potongan katak di piring dan menggelengkan kepalanya dengan putus asa
.
"Kau tidak suka?" tanya wanita itu, sedikit bingung.
Jin Lin mengangguk cepat.
"Kita para siluman ular biasanya memakan ini. Bagaimana kalau Ibu carikan tikus untukmu?" tawarnya lagi.
Jin Lin menggelengkan kepalanya lebih keras. Kau bercanda? Katak hidup saja sudah cukup mengerikan, apalagi tikus.
"Katak tidak mau, tikus juga tidak mau. Jadi, kau mau makan apa?" Wanita itu mengerutkan kening, lalu matanya berbinar seolah teringat sesuatu. "Ah, benar! Kemarin Ibu baru memetik beberapa Buah Roh. Buah ini penuh dengan energi spiritual, sangat baik untuk kultivasimu. Makanlah ini dulu."
Mendengar kata "buah", Jin Lin merasa itu adalah pilihan yang jauh lebih aman. Ia mengangguk dengan antusias.
Wanita itu tersenyum lembut, berbalik, dan kembali dengan dua buah seukuran aprikot. Buah itu berwarna keemasan, memancarkan cahaya redup dan aroma yang sangat manis.
Tanpa ragu, Jin Lin membuka mulutnya. Wanita itu meletakkan satu buah ke dalamnya. Saat itulah ia sadar, ular tidak bisa mengunyah. Ia hanya bisa menelan buah itu utuh, tanpa bisa merasakan cita rasanya... Sungguh tragis.
Setelah menelan dua buah, perutnya akhirnya terisi. Namun, sesuatu yang ajaib terjadi. Begitu buah itu menyentuh perutnya, buah itu meleleh menjadi aliran energi murni yang hangat. Aliran itu menyebar dari perutnya, mengalir deras ke seluruh penjuru tubuhnya, menyusuri setiap meridian yang tak kasatmata.
Seluruh tubuhnya terasa hangat dan nyaman, seolah setiap sel di dalamnya tengah bersorak gembira.
Rasa kantuk yang luar biasa menyergapnya. Aku... butuh tidur...
Kesadaran Jin Lin perlahan memudar, membawanya ke dalam tidur lelap yang penuh dengan mimpi akan kekuatan dan evolusi yang akan datang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Syaifudin Fudin
Ceritanya aduhai banget, bikin senang hati! 😍
2025-06-14
0
⚚ Aethros Vîn
njrtt, mirip si dontol
2025-06-26
1