Aaron Conan Drax, seorang pengusaha muda serta anak tunggal dari keluarga kaya yang terpaksa menikahi seorang wanita sederhana, Hayley Marshall, sebagai pengantin bayaran demi menyelamatkan hubungan dirinya bersama sang kekasih.
Namun, tidak di sangka jika kekasihnya berkhianat darinya. Aaron memilih untuk melepas dengan ikhlas, namun kini dirinya terjebak dengan perasaan yang membingungkan kepada istri bayarannya.
Aaron sudah kalah start, Hayley sudah menjatuhkan hatinya pada laki-laki lain yang tidak lain dan tidak bukan adalah rekan bisnis Aaron.
Akankah kontrak pernikahan mereka berakhir begitu saja, hanya waktu yang akan menjawabnya.
Happy reading 🖤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syarat Pewaris
Dalam perjalanan menuju rumah orang tua Aaron, Hayley terus menatap keluar jendela mobil, kebetulan malam ini rintik gerimis menemani perjalanan mereka, musik romantis di putar untuk menghilangkan kesunyian. Dua manusia di dalam mobil tidak saling menyapa.
Jarak rumah Aaron dan orang tuanya cukup jauh, hampir memakan waktu satu jam.
"Persiapkan dirimu, Hayley. Aku tau ini nggak bakalan mudah, tapi aku percaya kamu kuat," ujar Aaron sebelum mereka turun dari mobil.
Rumah besar bergaya Eropa dengan tiang-tiang putih besar menjulang tinggi sudah menyambut kedatangan Hayley untuk pertama kalinya. Rumah ini tidak kalah mewah dari rumah milik Aaron, namun terkesan lebih elegan dan bersejarah.
Aaron menggandeng tangan Hayley masuk ke dalam rumah. "Jangan takut, mereka nggak bakalan mencelakai kamu," bisik Aaron. Hayley hanya mengangguk patuh, meredakan ketakutan dalam dirinya.
"Selamat malam, Ma, Pa," sapaan Aaron membuat tiga orang yang duduk di ruang tengah menoleh serentak, Breanda ikut duduk di sana, tidak kalah terkejut dengan kedatangan Aaron dan kakak iparnya.
"Aaron, papa pikir kau sudah lupa untuk pulang," ujar Albern menatap sinis Aaron, lalu melirik pada Hayley yang berdiri di samping putranya.
"Kau membawa wanita jal*ng ke rumah ini? cuih, memalukan!" timpal Samantha.
"Kami sudah menikah, Ma. Aku datang bukan untuk meminta restu, tapi hanya ingin memperkenalkan istriku," ucap Aaron tenang, ia merasakan telapak tangan Hayley berkeringat dingin.
"Istrimu?" Samantha bangkit dari kursinya. "Sejak kapan keluarga kita menerima wanita murahan sebagai menantu."
"Ma, jangan berkata seperti itu," ujar Breanda.
"Jangan ikut campur, Bre," bentak Samantha. "Dengarkan aku Aaron, aku ini mamamu, orang yang sudah melahirkanmu, seharusnya kau menuruti permintaanku, menikah dengan Ellera."
"Cukup, Ma! Ellera bukan wanita yang cocok untukku."
"Aaron! beraninya kamu membantah mamamu demi membela wanita rendahan itu," sentak Albern sambil menuding Hayley.
"Aku sudah menuruti permintaan kalian untuk segera menikah, tentang siapa yang akan menjadi istriku, itu adalah hak ku." Aaron berucap tegas.
"Aaron!" Samantha berteriak. "Pelet apa yang wanita ini pakai sampai kamu berkata seperti itu pada mamamu sendiri, hah?"
"Hayley wanita baik-baik, Ma. Jangan berbicara sembarangan!" bantah Aaron. "Aku datang baik-baik, seharusnya kalian juga menyambutku dengan baik. Dia istriku, mau tidak mau, suka ataupun tidak, kami sudah menikah secara sah."
Hayley meletakkan tangan kirinya di depan dada, sesak sudah memenuhi kerongkongannya. Semua cacian dan hinaan ia terima dalam diam, sama sekali tidak ingin menyela ataupun membantah.
Aaron terus menggenggam tangan kanannya, berusaha memberi kekuatan pada Hayley yang semakin tersudut.
"Cukup!" Albern berteriak keras. "Jika kamu lebih memilih wanita yang kamu sebut sebagai istrimu, jangan pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi."
"Pa, jangan begitu. Semuanya bisa kita bicarakan baik-baik," sela Breanda.
"Oke, aku akan pergi dari rumah ini." Aaron manarik tangan Hayley dan berjalan keluar rumah.
"Papa! apa yang kamu lakukan, kamu mengusir putra kita." Samantha mengernyitkan dahi. Sebenarnya bukan keinginannya untuk membuat Aaron pergi, ia hanya kecewa karena Aaron memilih wanita dari kalangan bawah sebagai istrinya.
"Sudahlah, Ma. Putramu tidak akan mau mendengarkan nasehat kita."
"Tapi, Pa. Aaron itu anak laki-laki kita satu-satunya. Bagaimana keluarga kita tanpanya?"
Albern menghela nafas panjang, sebenarnya ia sangat menyayangi Aaron, namun sifat Aaron yang keras membuatnya harus bersikap keras pula pada putranya itu.
Sejak Aaron mengurus perusahaan keluarganya, bisnis dan keuntungan berkembang pesat, banyak kerjasama terjalin berkat kegigihan Aaron, kesuksesan Aaron dalam berbisnis membuatnya sangat bangga atas kerja keras putranya.
"Pa, hentikan anak kita, Pa. Jangan mengusirnya." Samantha menangis histeris, Breanda dengan sigap memeluk mamanya dan berusaha menenangkannya.
Albern berlari menuruni anak tangga mengejar Aaron dan Hayley, Samantha dan Breanda pun turut menyusul papanya.
"Tunggu!" teriak Albern saat melihat mobil Aaron hampir berjalan. "Turun! papa ingin bicara."
Aaron dan Hayley kembali turun dari mobilnya.
"Aaron, kamu ingin kami menerima Hayley?" tanya Albern serius, Aaron mengangguk.
"Baik, papa ingin mengajukan satu syarat."
"Katakan, Pa," timpal Aaron.
"Kau sudah tau kan, kalau kakakmu, Beatricia, tidak mampu memberikan cucu laki-laki pada kami, sehingga penerus keluarga kita semuanya perempuan," ujar Albern.
"Lalu?" Aaron menyipitkan mata, memahami maksud dari perkataan papanya.
"Kami akan menerima wanita itu sebagai menantu, asalkan dia mampu memberikan pewaris laki-laki untukmu," lanjutnya.
Mendengar syarat yang Albern ajukan, Hayley melongo tidak percaya. Dia merasakan beban hidupnya makin sulit sejak menyetujui pernikahan kontrak ini, dan kini mertuanya meminta untuk mempersembahkan pewaris bagi mereka.
"Mama setuju dengan syarat yang papamu berikan, Aaron. Cukup mudah bukan?" timpal Samantha.
Aaron menghela nafas panjang, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
"Baik, beri kami waktu satu tahun," ujar Aaron.
"Satu tahun? itu terlalu lama," sahut Samantha.
"Kami akan mengusahakannya, Ma. Terimakasih sudah memberi kami kesempatan," lanjut Aaron.
🖤🖤🖤
Pulang dari rumah orang tuanya, Aaron mengajak Hayley untuk mampir ke kedai seafood yang mereka lewati. Sejak keluar dari rumah orang tuanya, Aaron memperhatikan Hayley yang diam-diam menangis, ia merasa bersalah karena melibatkan Hayley dalam kehidupan keluarganya yang rumit.
Mereka masuk ke kedai dan memesan meja VIP dengan ruangan khusus, Aaron ingin Hayley menenangkan diri, gadis itu duduk di kursinya dengan mata yang basah.
"Hayley, maaf atas sikap papa dan mamaku," ujar Aaron lembut.
"Tidak apa-apa. Apa yang mereka katakan memang benar, aku wanita murahan. Menjual harga diriku demi bisa melunasi hutang secara instan," ungkap Hayley sesenggukan.
"Jangan berbicara seperti itu. Kamu wanita baik-baik."
"Jangan menghiburku, Mr. Ice. Pasti dulu kamu juga memilihku untuk menjadi pengantin bayaranmu karena kamu berpikir aku ini murahan, kamu mampu membeli harga diriku dengan hartamu."
"Hayley ...."
"Tidak apa-apa, Mr. Ice. Aku sadar diri kok." Hayley mengusap buliran bening di pipinya yang terus menetes deras. "Dan untuk syarat itu, maaf, aku nggak bisa, Mr. Ice. Sesuai perjanjian kontrak, kita tidak akan melakukan hubungan suami istri, apalagi sampai memiliki anak," imbuhnya.
Entah apa yang ada di benak Aaron, laki-laki itu merasa sedikit tersentil mendengar ucapan Hayley. Benarkah dia akan bertahan selama satu tahun dengan gadis itu tanpa menyentuhnya? entahlah, hanya waktu yang akan menjawab semuanya.
Dia memang sangat mencintai Kathrine, berharap wanita itu yang akan menjadi pendamping hidupnya, menemaninya dalam susah dan senang sampai hari tua. Namun sampai saat ini, Kathrine lebih mementingkan karir ketimbang hubungan mereka, Kathrine pula yang membuat Aaron terjebak dalam situasi yang sulit ia kendalikan.
Sungguh, jika terjadi sesuatu diluar kehendak, maka yang patut di salahkan adalah Kathrine dan ide bodohnya.
🖤🖤🖤
Bersambung ...