 
                            Setelah kematian bayi malangnya yang baru saja lahir, tepat 2 jam setelah itu Ayu Maheswari tewas secara tragis ditangan suaminya sendiri. Jiwanya menolak mendapat perlakuan keji seperti itu. Ayu tidak terima. Ia berdoa kepada Tuhan-nya, meminta dibangkitkan untuk membalaskan dendam atas ketidak adilan yang ia terima.
Begitu terbangun, Ayu tersentak tetiba ada suaminya-Damar didepan matanya kembali. Namun, Damar tidak sendiri. Ada wanita cantik berdiri disampingnya sambil mengapit lengan penuh kepemilikan. 
"Tega sekali kamu Damar!"
Rupanya Ayu terbangun diraga wanita lemah bernama Rumi. Sementara Rumi sendiri adalah adik angkat-Raisa, selingkuhan Damar.
Ayu tidak terima! Ia rasa, Rumi juga pasti ingin berontak. Dendam itu semakin tersulut kuat. Satu ambisi dua tujuan yang sama. Yakni ingin melihat keduanya Hancur!
Rumi yang semula lemah, kini bangkit kuat dalam jiwa Ayu Maheswari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6
Di dalam, yang seharusnya Rumi merasa bahagia sebab sikap Bu Sintia sudah kembali hangat, namun mengingat raganya di ambil alih oleh Ayu, jadi Rumi hanya mampu bersikap tenang. Datar. Duduk sambil menikmati segelas jus alpukat.
Dalam batinya, Ayu sangat puas sekali melihat sikap anarkisnya tadi. Ia seolah mengusap lengan Rumi, meyakinkan jika semua yang terjadi hanyalah permulaan saja.
Tujuan Ayu sejujurnya hanya 1, yakni Damar. Namun, mencoba-coba berkenalan dulu dengan Raisa, sepertinya bukanlah hal buruk. Dan lagi, ia juga benci kala melihat Rumi disakiti terus menerus oleh Kakaknya.
"Baik, Rumi. Kita sudah menyatu sekarang. Tidak akan ada lagi yang bisa menindasmu sekarang. Dan akan ku pastikan, akulah saat ini yang berkuasa! Lihatlah ... Ibumu sudah mulai melunak terhadapku. Aku tahu sesayang apa kamu dengan wanita ini. Namun, biarkan dulu ia merasakan bagaimana pedihnya terabaikan." Batin Ayu tertawa puas. Ia kini mengangkat segelas jus alpukatnya. "Mari bersulang, Rumi!" kekeh batinnya.
Raisa datang berdiri didekat sofa ruang tengah. Wajahnya terlihat merah, merasa tidak terima melihat sikap sok-sokan Rumi saat ini.
"Mah ... Gadis ini sudah berani membuat onar di rumah! Para pelayan tidak ada yang sama. Dialah yang mencari gara-gara!" Katanya sambil menunjuk kearah Rumi.
Bu Sintia bangkit. Ia mendesah kasar, mencoba bersikap adil seadilnya. "Raisa, sudah stop! Mamah pusing dengerin kamu marah-marah terus."
Raisa menganga melihat bagaimana sang Ibu membela adiknya.
Sementara Rumi, kini ia bangkit. Melihat dua orang didepanya sedang beradu mulut, rasanya begitu memuakan sekali. Jadi ia kini berjalan, dan dengan sengaja menyenggol lengan Kakaknya.
"Ups!" Rumi menutup mulutnya dengan ujung jemari. "Maaf Raisa, tubuhmu menghalangi jalanku." Setelah itu Rumi benar-benar segera menuju lantai dua.
Entah filing dari mana, seakan ia tahu dimana kamar Rumi berada. Baru saja ia mengayunkan tangannya pada handle pintu, tiba-tiba di kejutkan dengan suara sang Ayah.
"Sudah pulang?
Pertanyaan itu murni keluar dari mulut Pak Darma. Suaranya melemah, jelas sekali ada nada kekhawatiran didalamnya.
"Sudah. Saya masuk kamar dulu," jawab Rumi tanpa menoleh.
Pak Darma hanya mampu mematung di depan pintu ruangan kerjanya. Entah mengapa, dadanya terasa nyeri mendengar kalimat dingin dari sang putri. Meskipun wajahnya datar dan tenang, namun sorot matanya menahan luka. Setelah itu Pak Darma memutuskan untuk segera turun.
Di ruangan tengah terdapat istri serta putri sulungnya yang saling diam. Diujung bawah tangga, langkah kaki itu malah membawanya menuju dapur untuk menemui pelayan. Pak Darma enggan ikut bersantai dengan keluarganya. Ada suatu masalah di masa lampau yang membuat hatinya terada dingin, meskipun dengan keluarganya sendiri.
Di dapur terdapat sebuah mini bar. Diatas meja itu ada sebuah buku catatan yang sering Pak Darma tinggalkan untuk memerintahkan para pelayannya. Atau hanya sekedar ingin di buatkan makan apa.
Segelas susu coklat, sandwich tanpa tomat. "Tolong nanti segera bawakan ke kemar putri saya-Rumi!"
Seperti itulah kira-kira pesan yang Pak Darma tulis. Ia juga tak lupa menekan bel disisi kertas, dengan begitu pelayan akan segera datang.
Melihat Ayahnya baru saja kembali dari dapur, hal itu membuat Raisa bangkit dan langsung menghadang jalannya. "Pah, Papah mau kemana?" tanyanya. Raisa menahan nafas dalam, jelas sekali raut wajahnya menahan kesal perihal keberanian sang Adik. "Pah, Rumi-"
Lagi-lagi kalimat Raisa hanya mampu menggantung. Pak Darma lebih dulu mengangkat tangannya. Dengan begitu tak ada lagi kalimat penyambung setelahnya.
Sementara Bu Sintia, ia seolah tak mempedulikan suaminya. Lebih memilih menyibukan diri dengan gawai yang ia pegang saat ini.
'Awas saja kamu Rumi... Aku akan buat kamu lebih menderita lagi.' Batin Raisa menahan emosinya. Setelah itu ia langsung melenggang menuju kamarnya sambil menghubungi Damar.
****
Di dalam kamar itu, Ayu tak menyangka ia kini menempati kamar yang sangat besar. Kamar bewarna pastel itu bak istana megah yang tengah menyambut kedatangannya.
Ranjang ukuran besar dengan busa empuk diatasnya. Lemari besar dan sudah di lengkapi pakaian indah milik Rumi. Dan ketika mata Ayu mengedar ke samping, alangkah terpesonanya ketika melihat meja rias modern sudah lengkap juga dengan beberapa make up mahal.
Benar Rumi memiliki semuanya, namun hanya satu yang gadis itu tidak punya. Yakini waktu. Waktu kebersamaan dengan kedua orang tuanya.
Ayu berhenti di nakas besar depan ranjang besar itu. Disana hanya ada satu foto semasa kecilnya yang tengah tersenyum kearah camera. Dari hal yang ia lihat kini, ada satu titik fokus yang menarik perhatiannya.
Liontin itu.
Bukankah liontin itu mirip sekali dengan kalung yang pernah di pakai Ibunya semasa hidup dulu. Bentuk love bewarna silver, dan ada terdapat ukiran mawar kecil di tengah-tengahnya. Ayu masih mencoba menelisik liontin itu. Akankah, di dunia ini banyak sekali yang jual kalung seperti itu?
Mungkin saja ada. Sebab barang seperti kalung pasti juga pasaran.
Tok.. Tok..
"Non, Bibi masuk ya," kata Bik Asih sambil membuka pintu. Wanita tua itu membawa sebuah nampan yang berisikan susu coklat dan sandwich tanpa tomat.
Makanan itu adalah favorite Rumi sejak kecil.
"Non, ini... Nanti dimakan, ya! Bapak yang menyuruh Bibi untuk membawakan makanan ini." Kata Bi Asih sambil meletakan diatas meja kecil sebrang ranjang.
Ayu hanya mengangguk, sambil tersenyum simpul. "Terimakasih, Bik."
"Ya sudah, kalau begitu Bibi kembali keluar dulu-"
"Bik, tunggu!" Ayu menghentikan langkah sang Maid. Dengan mengandalkan tubuh Rumi, ia kini harus mencari tahu apa masalah dari sakitnya gadis lemah itu, hingga berujung pada koma panjang. Dan menurut Ayu, hanya Bik Asih lah yang tahu sebab akibatnya.
"Ada apa, Non?" Bik Asih menoleh.
"Bik, ayo kita duduk di balkon. Ada sesuatu yang ingin Saya tanyakan!" Ayu berjalan lebih dulu sambil membuka pintu pembatas balkon.
Bik Asih mengikut saja meskipun sejak waktu-waktu lalu ia merasa ada yang ganjil pada Nonanya. Namun beberapa pertanyaan itu hanya mampu bersemayam dibalik hatinya. Bik Asih takut jika ia tanyakan, nanti akan membuat Nonanya tidak nyaman.
Pagi itu, waktu menunjukan pukul 9 pagi. Matahari mulai bergerak naik, perlahan menembus celah pepohonan. Daerah Jogja saat ini tengah memasuki musim dingin. Jadi, matahari pagi tampak lebih cerah dari biasanya.
Ayu sudah duduk menatap hamparan pohon cemara di sudut halaman rumahnya. Rasanya damai. Baru kali ini Ayu merasakan kebebasan, setelah sekian lama ia hidup dibalik tirani.
"Bik, seger banget ya! Saya tidak pernah merasakan keindahan seperti pagi ini. Hidup saya terkurung sudah hampir 1 tahun lamanya."
Tiba-tiba saja kalimat itu membuat Bi Asih tersentak kaget. Ia yang duduk disebelah Nonanya, kini menoleh, memastikan sekali lagi jika itu benar-benar Nonanya.
Ayu kembali melanjutkan, "Apa Bibi percaya, jika manusia di beri kerempatan untuk berengkarnasi?"
Deg
"Ma-maksud, Nona? Reingkarnasi bagaiamana?"
Ayu menoleh. Ia mengulas senyum hangat. "Aku bukan Rumi sejati, Bik! Aku Ayu Maheswari."
ayu itu istrinya damar yang sudah di bunuh mertuanya sendiri kak. lalu Ayu bertransmigrasi ke tubuh Rumi.
sementara Rumi, dia adik angkat Raisa, selingkuhanya Damar. apa masih bingung kak🤗😍
Rumi nich knp jga.