Berniat memberi kejutan kepada sang kekasih, Zifana justru yang terkejut karena ia memergoki sang kekasih sedang bercinta dengan sahabatnya sendiri. Rasa sakit itu kian dalam ketika Zifana mengetahui kalau sahabatnya sedang dalam keadaan hamil.
Zifana pun pergi dan membawa rasa sakit itu. Ia berjanji akan membuat kedua orang itu membayar mahal atas pengkhianatan yang sudah mereka lakukan.
Bisakah Zifana membalas pengkhianatan itu dan menemukan kebahagiaannya?
Simak kisahnya di sini dan jangan lupa selalu beri dukungan untuk Othor Kalem Fenomenal, Guys 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Zifana-25
..."Cinta itu bukan hanya berkata aku mencintaimu dan semua sudah tuntas, tapi cinta itu adalah sesuatu yang hadir di dasar hati dan kau tidak pernah tahu apa alasan kedatangan cinta itu sendiri. Begitu pun dengan menikah. Bukan hanya saya terima nikah dan kawinnya. Namun, perihal sebuah pernikahan adalah hal tersulit karena harus menyatukan dua hati yang berbeda watak, pemikiran, dan ya ... apa pun itu." ...
...~Zifana Mahreen~...
...****************...
Baru saja pulang kantor setelah seharian ini moodnya dibuat berantakan oleh Jason. Kini, Zifana mendengkus kasar karena sang kakak sudah duduk di ruang tamu seperti sengaja menunggu kepulangannya. Zifana yang mencoba untuk tidak acuh pun memilih untuk naik ke tangga tanpa menyapa sang kakak sama sekali, tetapi langkahnya terhenti ketika kakinya baru menginjak anak tangga paling bawah.
Ia menoleh dan menatap Joshua yang sedang berjalan mendekatinya.
"Apa, Bang? Di mana papa dan mama? Kenapa aku tidak melihat mereka?" tanya Zifana mencairkan suasana yang sedikit tegang.
"Mereka di kamar. Ada yang akan Abang bicarakan denganmu, tapi jangan di sini karena Abang tidak mau kalau sampai mama dan papa mendengarnya." Wajah Joshua terlihat serius. Membuat Zifana menjadi terheran sekaligus takut jika ada apa-apa.
Zifana pun mengajak Joshua agar masuk ke kamarnya dan membicarakan hal penting yang ia sendiri tidak tahu hal apakah itu.
Setelah masuk ke kamar Zifana, gadis itu langsung duduk di tepi ranjang, sedangkan Joshua memilih untuk berdiri di dekat jendela. Tatapan Zifana sama sekali tidak terlepas dari sosok sang kakak.
"Zi, kau jawab dengan jujur. Apa kau mau menerima lamaran Jason?" tanya Joshua lirih.
Zifana terkejut dengan pertanyaan itu. "Kenapa Abang bertanya seperti itu? Apa maksudnya?"
"Jason bilang dia akan melamarmu dan kau akan menerima, tanpa protes. Apa itu benar?" tanya Joshua menegaskan.
"Dasar pria menyebalkan!" gerutu Zifana.
"Kau bilang apa?" Joshua menatap penuh selidik ke arah adiknya dan Zifana hanya mengendikkan kedua bahu. "Zi, kalau memang kau mau menikah dengan Jason. Abang justru sangat senang karena itu artinya kau jatuh di tangan lelaki yang tepat. Jason itu baik dan Abang sudah sangat mengenalnya."
"Bang, aku belum mau mikirin soal nikah. Aku cuma mau kerja, ngerasain punya uang sendiri dan yang jelas masih bebas." Zifana merebahkan tubuhnya di ranjang. Menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang menerawang.
Soal cinta. Zifana belum mau memikirkan itu. Namun, ia pun ingin memiliki seorang lelaki yang benar-benar bisa menjaganya. Bukan hanya sekedar pandai mengatakan cinta.
"Aku belum mau mikirin cinta, Bang. Masih takut sakit hati lagi. Dah, ah! Jangan bahas gituan. Aku mau tidur. Lagian, si Jason itu cuma bercanda. Dia tidak pernah serius dengan ucapannya." Zifana membalik badan dan memeluk guling erat.
Joshua pun menyudahi pembicaraan tersebut karena tidak ingin merusak suasana hati adiknya. Ia pun mencium kening Zifana sebelum akhirnya pergi dari kamar itu dan membiarkan sang adik untuk beristirahat.
Setelah pintu kamar tertutup rapat, Zifana menghela napas panjangnya. "Aku belum bisa memilih Jason karena aku masih belum yakin. Aku sadar masih kalah jauh dari Rere dan aku juga tidak yakin bisa menggantikan posisi Arini di hati Jason."
***
"Hallo, ini siapa?" tanya Leli bingung saat ada nomor asing yang menghubunginya.
"Kau tidak perlu tahu siapa aku," sahutnya dari seberang telepon hingga membuat kening Leli mengerut dalam. Ia berusaha mencermati suara siapakah itu, tetapi ia sama sekali belum pernah mendengarnya. Suara tersebut sungguh sangat asing di telinganya.
"Ada perlu apa kau menghubungiku?" tanya Leli. Jantungnya berdebar kencang karena ia merasa khawatir orang tersebut adalah orang jahat. Atau penipu yang ingin meminta uang padanya.
Orang itu pun memberi perintah kepada Leli. Namun, perintah tersebut justru membuat Leli membelalakkan mata selebar mungkin. Sebuah permintaan yang bahkan Leli tidak pernah membayangkannya.
"Kau jangan bercanda! Aku tidak mungkin melakukan itu," tolak Leli mentah-mentah.
"Kau tidak perlu memberikan jawaban sekarang. Aku akan memberi waktu sampai kau yakin pada pilihanmu. Kuharap kau bisa mengingat bagaimana dia menghancurkan hidupmu. Kalau kau berhasil maka aku akan memberi imbalan yang sebanding dan anakmu akan ku kembalikan. Bahkan, aku bisa saja membuat suamimu terbebas dari penjara."
"Anakku? Kau tahu anakku? Siapa kau sebenar ...."
Belum juga selesai berbicara, panggilan itu pun terputus begitu saja. Hati Leli rasanya begitu cemas apalagi saat ada satu pesan masuk dan ternyata itu adalah foto anaknya.
Ya, ia bisa mengenali dengan jelas bahwa itu adalah foto bayinya. Sebagai seorang ibu, ia tidak mungkin lupa pada wajah buah hatinya.
Leli berusaha menerka, siapakah kiranya orang tersebut. Namun, ia sama sekali tidak bisa mengetahuinya. Hatinya pun dipenuho dengan kebimbangan.
Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan.
Leli benar-benar bingung dan bagai mendapat buah simalakama.
***
Entah mengapa, Zifana saat ini ingin sekali datang ke penjara untuk melihat keadaan Jayden. Sudah lama sekali sejak Jayden hendak melecehkannya, Zifana tidak pernah bertemu atau sekadar menjenguk lelaki itu, dan sekarang ini gadis tersebut sedang dalam perjalanan menuju ke penjara.
Zifana tidak bilang kepada Jason maupun Joshua karena ia yakin kalau meminta izin, sudah pasti akan ditolak oleh kedua lelaki itu. Ketika mobilnya sudah berhenti di depan penjara, Zifana terlihat gugup. Namun, ia tetap memberanikan diri untuk masuk ke sana.
"Zifana," panggil Jayden lirih saat ia baru bertemu Zifana.
Gadis itu diam dan mengamati wajah Jayden yang terlihat berantakan. Tidak setampan dulu. Mereka pun duduk berhadapan dalam satu meja kecil. Jayden terus menatap Zifana lekat, sedangkan Zifana memalingkan wajah karena tidak ingin bertatapan dengan lelaki itu. Lelaki brengsek yang sudah menorehkan luka dalam di hatinya.
"Untuk apa kau datang ke sini?" tanya Jayden masih lembut. Bahkan, lelaki itu sepertinya sangat merindukan Zifana.
"Tentu saja untuk melihat keadaanmu. Aku sungguh kasihan melihat kau yang terlihat menyedihkan, Jay!" Ucapan Zifana seketika membuat tangan Jayden terkepal erat.
"Kau mau menghinaku! Lihat saja, setelah aku keluar dari penjara maka aku akan memberi pembalasan untukmu!" hardik Jayden penuh emosi. Meskipun ia terlihat sangat meredam agar emosi di hatinya tidak meluap.
"Seharusnya kau sadar bahwa semua ini adalah balasan untukmu, Jay. Balasan untuk orang tamak sepertimu. Seharusnya Leli juga ada di sini untuk menemanimu," kata Zifana tanpa rasa takut sedikit pun. Melihat bola mata Jayden, sungguh membuat Zifana kembali merasakan lara.
"Zifana!" Jayden membentak bahkan sampai menggebrak meja.
"Jangan keras-keras, Jay. Atau kau mau membuat keributan di sini." Zifana tersenyum miring.
"Pergilah dari sini! Aku tidak sudi kau menjengukku!" usir Jayden membentak. Zifana bangkit berdiri dan berbisik tepat di telinga Jayden.
"Aku hanya ingin melihat keadaanmu dan ternyata cukup menyedihkan juga. Semoga kau selalu betah di sini. Jayden," bisik Zifana sebelum akhirnya ia meninggalkan tempat itu. Ia tidak ingin jika berlama-lama bersama lelaki itu.
"Sialan!" umpat Jayden emosi sendiri.