Kisah pernikahan paksa yang di alami oleh seorang gadis berusia 22 tahun dengan seorang laki-laki arogan yang di pilih ayahnya sebagai mempelai pria putrinya.
Sabrina, terpaksa menerima pernikahan ini demi menyelamatkan perusahaan milik ayahnya yang hampir bangkrut, dia harus merelakan dirinya sebagai alat balas budi kepada laki-laki yang telah bersedia membantu keluarganya.
Meskipun sang suami adalah laki-laki yang begitu tampan dan mapan, Sabrina kurang menyukainya. Sabrina memiliki karakter yang cenderung mudah mengeluh dan keras kepala, ia wanita yang tidak suka di atur dan bertindak sesukanya.
Di novel ini, kalian akan di buat kesal tujuh turunan sama si pemeran utama. HAHAHA
Selamat membaca, semoga suka ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sarapan istimewa tuan Arga
Dengan nafas yang naik turun menahan keinginan batinnya yang semakin lama semakin menguasai dirinya, dia menarik tubuhku ke dalam dekapannya, tangannya sudah berkeliaran membuka setiap kancing bajuku, kemudian satu tangan yang lain menarik tengkuk leherku agar ciumannya tidak mudah terlepas.
"Tu, tuan," ucapku terbata-bata dengan mengatur nafasku perlahan.
"Diamlah!" Dia tidak peduli lagi dengan apapun yang aku katakan, dia hanya fokus pada keinginannya yang menggelora.
Tanpa menunggu waktu lama, semua kain yang menempel di tubuhku sudah terlepas tak menyisakan apapun untuk menutupi maluku.
"Ahh..." Aku menjerit kecil saat dia menggigit nakal sesuatu di bawah leherku.
"Nikmati saja, ekspresikan apa yang kamu rasakan, itu membuatku semakin tergoda." Bisiknya lembut lalu menggigit telingaku dengan gemas.
Aku tidak mampu lagi menolak semua kenikmatan ini, semakin liar dia menikmati tubuhku, semakin panas diriku dibuatnya, kami ada di dalam kenikmatan yang tidak mampu diukur dengan alat apapun.
Disini, di ruangan dengan sekelilingnya yang berwarna putih bersih, banyak air di mana-mana, ruangan yang tidak memiliki tempat empuk untuk memadu kasih, ruangan yang bukan seharusnya menjadi tempat bercumbu sepasang manusia pada umumnya, menjadi saksi keganasan tuan Arga menyantap habis tubuhku dengan penuh nafsu.
Usai dia mendapatkan puncak kenikmatannya yang luar biasa, dia menarik tubuhku di bawah shower, mengguyur tubuh kami yang basah oleh keringat dengan air hangat yang menenangkan setiap inci tubuh yang sudah tegang selama berjam-jam. Dia terus memelukku di bawah guyuran air, sesekali mencium lembut bibirku dan memainkannya dengan nakal, lalu memeluk lagi, mencium lagi, bibirnya kembali mengabsen semua bagian tubuhku, meninggalkan bekas kepemilikan di semua bagiannya.
"Kau menikmatinya?" Dia bertanya lalu menciumi kedua gunung kembarku bergantian.
"Hmm." Aku tidak bisa berkata-kata lagi.
"Kita akan melakukannya setiap hari," ucapnya dengan tersenyum senang. Dia melepaskan pelukannya lalu mengambil handuk di dekat pintu, kemudian keluar meninggalkanku sendirian dengan perasaan yang tidak karuan.
Aku kembali menikmati setiap tetes air yang jatuh membasahi tubuhku, bayangan-bayangan nakal itu terus manari-nari di kepalaku.
Aku benar-benar menyerahkan hidupku padanya, aku tidak tau ini sebuah kesalahan atau apa, tapi aku memang harus memberikan haknya, aku sungguh-sungguh menikmati buaian laki-laki itu, tapi aku takut jika kemudian dia membuangku begitu saja setelah menjadi barang bekasnya.
Usai memunguti baju yang sebelumnya aku pakai yang masih teronggok begitu saja di lantai, aku keluar kamar mandi dengan hanya memakai handuk kecil yang tidak mampu menutupi semua bagian dada dan area intimku, karena memang hanya handuk ini yang tersedia di kamar mandi.
"Kau belum puas?" tanya tuan Arga yang duduk manis di tepian tempat tidur, dia mengibaskan rambutnya yang masih basah.
"Apa?" tanyaku tidak mengerti.
Dia berjalan mendekatiku, lalu menarik handuk kecil yang menempel di tubuhku, membuat dia melihatku tanpa sensor.
"Apa yang tuan lakukan?" Aku meraih handuk di tangannya dan berusaha menutupi tubuhku sebisanya.
"Kita sudah melakukannya berjam-jam di kamar mandi, lalu kau masih menggodaku dengan memakai handuk sekecil ini, ini membuatku ingin menambah jatah sarapanku dengan memakanmu lagi," ucapnya mendorongku ke arah tempat tidur.
"Saya mohon, Tuan, saya lelah," ucapku memohon.
Dengan kecewa dia membalikkan badannya berjalan menuju sofa, lalu duduk diam menatap keluar jendela.
Dengan cepat aku menuju ruang ganti, menjauh dari dirinya sejauh mungkin agar tidak terjadi lagi hal gila seperti itu. Aku benar-benar merasa sangat lelah, seperti sudah bekerja keras melakukan kegiatan yang menguras hampir seluruh energiku pagi ini, tubuhku sudah lemas, beberapa kali terdengar suara gemuruh dalam perutku, sepertinya aku benar-benar butuh sarapan lebih banyak pagi ini.
...
Di meja makan, kami sudah duduk bertiga, tuan Joe duduk berhadapan denganku, sedangkan tuan Arga duduk di kursi utama, diantara aku dan tuan Joe. Acara sarapan pagi dilaksanakan tanpa ada obrolan apapun, tuan Joe beberapa kali melirikku, memperhatikanku dengan seksama, sedangkan tuan Arga hanya diam saja menikmati sarapan pagi keduanya, kalau yang kami lakukan tadi adalah sarapan mengenyangkan hasrat, yang ini adalah sarapan mengenyangkan perut.
Tuan Joe melihatku penuh selidik, sepertinya dia menyadari ada yang salah denganku, rona merah di wajahku seakan membara, menahan malu luar biasa karena kejadian memalukan yang aku lakukan tadi pagi sebelum duduk di meja makan ini.
Sedangkan tuan Arga, wajahnya begitu bahagia, senyumnya cerah secerah mentari pagi yang menghangatkan seluruh isi bumi ini, bahkan saat keluar kamar tadi, dia begitu ramah mengucapkan terimakasih pada pelayan yang datang mengingatkan untuk sarapan pagi ini, begitu mengherankan bukan?
Tuan Arga benar-benar terlihat seperti pengantin baru yang baru saja melakukan malam pertamanya dengan penuh cinta, berbeda denganku, kegiatan tak terduga pagi tadi membuat badanku terasa remuk, sakit di area-area tertentu, terutama nyeri yang membuatku agak kesulitan berjalan seperti biasa.
Usai sarapan pagi, aku menemui Salimah, mencari kotak P3K dan mengganti hansaplas di jariku, sepertinya air merembes masuk ke dalam lukaku, terasa sedikit perih saat jariku ditekuk.
"Jarimu kenapa?" tanya tuan Arga tiba-tiba duduk di sofa sebelahku.
"Tersayat pisau tadi pagi, sedikit." Aku tidak meliriknya sama sekali, rasa malu di sekujur tubuhku belum luntur.
"Biarkan aku yang memakaikan hansaplas ini," ucapnya sambil menarik paksa tanganku.
Aku hanya diam menurutinya, perasaanku sedang tidak baik, jadi aku berharap semua berjalan sesuai keinginannya, agar tidak terjadi sesuatu yang membuatku semakin merugi hari ini, sudah cukup menjadi santapan paginya, lalu hampir saja menjadi sarapan keduanya, aku tidak mau lagi terjadi hal-hal yang semakin membuat aku gila di tempat ini.
"Sudah, lain kali jangan ceroboh, aku tidak mau menjadi duda muda gara-gara kau mati tersayat pisau," ujarnya sambil berlalu pergi memasuki kamar.
Aku menyandarkan punggungku di sofa empuk, pikiranku melayang-layang pada kejadian memalukan itu.
Ya tuhan, bagaimana bisa ini semua terjadi begitu saja, rasanya aku tidak rela menyerahkan hidupku pada laki-laki itu, aku benar-benar takut di buang jika sudah seperti ini.
Aku memejamkan mataku perlahan, ada buliran air mata yang menetes jatuh ke pipiku, dada ini rasanya begitu sesak.
"Kau baik-baik saja, Nona?" Tuan Joe kembali mengagetkanku, membuyarkan lamunanku, seketika aku menghapus air mata yang terlanjur menetes dengan punggung tanganku.
"Tidak apa-apa, Tuan, tolong tinggalkan aku sendiri," ucapku pelan, lalu kembali memejamkan mata, menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
Tuan Joe melihatku penuh iba, namun tidak akan ada seorangpun yang mengerti tentang apa yang aku rasakan saat ini.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung ...
semoga suka, sama kayak novel othor yg lainnya,,,,
🥰🥰🥰🥰
.justru klo hamil nanti Arga JD makin sayang
.walopun mulutnya Kdng sesuka
hati nya ..kamu hidup dalam kemewahan kok