Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 25 pria misterius
"Kakak,,,"
Air mata Nara tumpah tuk kesekian kali. Rana yang melihat kakaknya menangis pun segera menghampirinya, mengusap air mata itu lalu memeluknya.
"Maafkan aku Kak, bukan maksudku untuk membuka memori masa lalu kakak, aku hanya ingin debay nanti seperti Papanya, kata orang, jika Mamanya sering memandang orang yang dibatinnya, maka anaknya akan seperti orang itu. Makanya kubuatkan lukisan wajah Kak Raffi yang besar, biar Kak Nara merasa melihat Kak Raffi. Tapi aku salah, ternyata kakak malah semakin bersedih, maafkan aku Kak,,,"
Ucap Rana di sela isak tangisnya, ia sungguh menyesal telah membuat kakaknya bersedih, apa lagi disaat ia baru terbangun dari tidurnya.
"Aku baik baik saja sayang, air mata ini bukan karena aku sedih, tapi aku bahagia bisa melihatnya dan terasa begitu nyata, terima kasih ya sayang, sudah jangan menangis, justru air matamu ini yang membuat hati Kakak sakit."
Nara pun menghapus air mata Rana lalu membelai lembut rambutnya.
"Benar kakak baik baik saja?"
Tanya Rana untuk memastikan keraguannya. Dan di jawab anggukan oleh Nara sambil tersenyum penuh arti.
"Ya udah sayang,,, kakak mau mandi dulu nanti kesiangan ke pasarnya, kamu bilang ke Kak Naya *cepat siap siapnya keburu siang ntar."
"Ok,, Kak*,,,"
Dengan membentuk telunjuk dan jempolnya seperti huruf o, lalu mencium pipi Nara, Rana segera berlari kecil keluar dari kamar kakaknya itu. Sayup terdengar ia memanggil nama Naya yang mungkin sudah berada di taman bunganya.
Nara pun berdiri dari duduknya, lalu meletakkan lukisan Raffi di dinding tepat di depan tempat tidurnya, hingga ia bisa melihatnya setiap kali mau dan bangun tidur.
"Kakak,,, aku bersiap siap dulu ya, kakak jangan ngintip aku nanti ya,,,"
Dengan senyum yang mengembang, Nara berbicara dengan lukisan Raffi, seolah olah dia sedang berbicara dengan suaminya saat masih hidup dulu.
Nara pun segera masuk ke kamar mandi, setelah tiga puluh menit, ia sudah ke luar dari rumahnya setelah selesai sarapan juga minum susu ibu hamil. Mencari keberadaan Naya di taman bunganya.
Naya dan Rana segera menghampiri Kakak mereka setelah melihat Nara menyusul mereka ke taman.
"Ayo Kak,,, aku sudah siap."
Naya dengan membawa kranjang berisi bunga hasil petikannya mendekat ke arah Nara.
"Sayang, kamu di rumah saja ya, aku nggak mau kamu kecapekan ntar,,,"
Nara membelai rambut Rana dengan lembut, yang dijawab anggukan oleh Rana.
Akhirnya Nara juga Naya pergi ke pasar dengan mengendarai motor meticnya. Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam, akhirnya mereka sampai di pasar tradisional di kota kecil itu.
Setelah memarkirkan motornya, Naya berjalan kearah Nara yang sudah menunggunya di pintu depan pasar. Lalu keduanya pun memasuki pasar tradisional itu, yang nampak bersih dan tertata rapi layaknya pasar swalayan di kota besar.
Nara juga Naya segera membeli semua kebutuhan untuk acara tingkepan yang rencananya hanya dengan sederhana saja, cukup mengundang tetangga kanan kiri rumah saja. Jadi belanjaan mereka tidak terlalu banyak.
"Kak, sudah semua belum yang di perlukan?"
Sambil mengecek barang belanjaan mereka, Naya bertanya pada Nara yang kini sedang membayar semua barang belanjaannya ke penjual.
"*Apa kamu capek sayang,,"
"Tidak Kak,,, aku cuma tanya saja, lepas ini kita beli apa lagi*?"
Tanya Naya disela sela di langkah mereka menyusuri pasar.
"Kita ke toko buah sayang, buat rujak buah ntar,,,"
Ucap Naya sambil memandang ke arah lapak yang khusus menjual buah buahan.
Keduanya pun segera membeli buah buahan yang di perlukan seperti mentimun, kedondong, jeruk bali, nanas, apel, dan yang lain, tak lupa dua kelapa muda yang berwarna kuning yang nantinya akan diukir gambar wayang yang akan di belah dan menurut kepercayaan orang jawa bisa menentukan jenis kelamin anak yang akan dilahirkan.
Setelah selesai berbelanja, kini Nara dan Naya menaruh semua barang belanjaannya di motor metic mereka.
"Kak,,, apa masih ada yang kurang, ini udah penuh motornya, nggak muat lagi jika harus memuat barang belanjaan yang lain."
Tutur Naya sambil menata barang belanjaan mereka di motor metic mereka, karena ia melihat Nara yang kecapekan dan sesekali mengusap pinggangnya.
"Hanya tinggal beli kain saja, Dek. Apa kamu sudah lelah, kalau kamu lelah, tunggu di sini saja ya, biar Kakak yang membelinya sendiri, cuma pesan saja, nanti mereka yang mengantar ke rumah, kakak tinggal kasih uang lebih saja, lagian belanjaan kita tidak ada yang menjaga."
Naya pun menganggukkan kepalanya pertanda setuju dengan ucapan Nara.
"*Kakak hati hati ya, kalau capek istirahat dulu disana, aku tak apa apa menunggu kakak agak lama dikit."
"Iya sayang*,,,"
Nara pun melangkah ke arah toko tekstil yang menjual berbagai macam jenis kain. Setelah memilah dan memilih mencari yang cocok dengan desainnya, ia pun segera memesan kain itu dan menyuruh mereka mengantarkan ke rumah, karena Nara sudah lama berlangganan dengan mereka.
"Tolong ya mas, antar kerumah nanti, barang belanjaan saya cukup banyak hari ini."
Ucap Nara sambil memberikan sejumlah uang pada penjual kain itu.
"Ini lebih Dek Nara, aku tak mau jika uang kembalian ini tidak kamu terima, aku ikhlas kok nganter ke rumah adek, terima ya, atau aku tak akan mengantar semua pesanan adek."
Ucap pedagang itu yang memang menganggap Nara seperti adiknya sendiri, ia juga tau kisah Nara dari tetangga Nara yang suka menggunjingnya hamil di luar nikah, namun penjual itu tau jika Nara mempunyai suami dan sudah meninggal dari mulut Rana yang dikoreknya saat mengantarkan kain pesanan Nara ke rumah, maka timbullah rasa simpati dan kasihan di hatinya untuk Nara dan kedua adiknya.
"Baiklah lah mas, saya terima kembaliannya, dari pada nanti mas mogok dan tidak mau nganter ke rumah, bisa repot aku ntar, he,,he,,he,,"
Dengan sedikit terkekeh, Nara menerima uang lebih yang sengaja ia berikan tadi.
"Nah,,, gitu dong, itu baru namanya adek yang penurut."
Balas penjual itu sambil tersenyum penuh arti.
Akhirnya setelah berpamitan, Nara segera melangkahkan kakinya keluar dari toko.
Cuaca yang cukup panas membuat kepala Nara sedikit berkunang kunang. Hingga akhirnya ia terjatuh tak sadarkan diri.
Namun sebelum tubuhnya menyentuh tanah, sepasang tangan telah menangkap tubuhnya.
Lalu membopong tubuh Nara dan membawanya masuk ke dalam mobilnya.
"Cepat bawa kami ke rumah sakit terdekat."
Perintahnya pada sopir pribadinya.
Setelah itu ia menelpon seseorang," bawa Naya kembali pulang ke rumah."
Tanpa menunggu jawaban yang di hubunginya, pria itu pun segera memutus sambungan tlpnya.
"Untung aku tepat waktu, kalau tidak,, apa yang akan terjadi padamu Nara sayang,,,, jangan khawatir aku ada disini sekarang."
bersambung, 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹