Saga, sang CEO dengan aura sedingin es, tersembunyi di balik tembok kekuasaan dan ketidakpedulian. Wajahnya yang tegas dihiasi brewok lebat, sementara rambut panjangnya mencerminkan jiwa yang liar dan tak terkekang.
Di sisi lain, Nirmala, seorang yatim piatu yang berjuang dengan membuka toko bunga di tengah hiruk pikuk kota, memancarkan kehangatan dan kelembutan.
Namun, bukan pencarian cinta yang mempertemukan mereka, melainkan takdir yang penuh misteri.
Akankah takdir merajut jalinan asmara di antara dua dunia yang berbeda ini? Mampukah cinta bersemi dan menetap, atau hanya sekadar singgah dalam perjalanan hidup mereka?
Ikuti kisah mereka yang penuh liku dan kejutan di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beauty and The Beast 23
Jalanan terlalu ramai, sampai mobilnya tidak dapat menjangkau area parkir dengan cepat. "Saya turun di sini saja ya, Pak. Nanti habis parkir, Bapak susul saya," ucap Nirmala, yang langsung turun tanpa menunggu jawaban sang sopir.
Ia berjalan dengan sesekali menunduk, berusaha menghindari senggolan dengan pejalan kaki lain. Tanpa sengaja, tangannya menyentuh bokong seorang pria di sampingnya. Pria itu terkejut dan langsung menangkap tangan Nirmala.
"Kamu?" tanya pria asing yang tanpa sengaja bokongnya tersentuh tangan Nirmala.
Pria itu mencengkeram erat tangan Nirmala hingga Nirmala meringis menahan sakit. "Dasar pencuri," tuduhnya.
"Lepas! Sakit. Aku bukan pencuri, aku tidak sengaja menyentuh bokongmu," jawab Nirmala jujur.
Pria itu tersenyum sinis. Nirmala menghentakkan tangannya hingga terlepas dari cengkeraman pria itu, lalu menatap tangannya yang memerah.
"Itu hanya alasanmu saja. Mana ada maling yang mau mengaku," ucap pria itu dengan nada tinggi, menarik perhatian pengunjung lain yang mulai mendekat.
Nirmala merasa tidak nyaman dengan tatapan orang-orang.
"Bajunya bagus, masa mau mencopet?" celetuk salah seorang pengunjung.
Nirmala memutuskan untuk pergi dari area parkiran, tetapi pria itu dengan cepat kembali meraih tangannya. Sayang, ia hanya berhasil menggapai lengan bajunya saja.
Saga dengan sigap menarik tangan Nirmala yang satunya dan mendekapnya erat. Tarikan pria itu membuat sobekan di lengan baju Nirmala semakin lebar, menampilkan kulit putih mulus dengan tanda merah yang menyerupai kelopak bunga.
Mata pria itu membulat sempurna melihat tanda di lengan Nirmala. ia langsung mematung.
"Sialan kau!"
Bugh...
Selesai berucap, Saga langsung menghantam wajah tampan pria itu.
Pria itu meringis kesakitan. Setelah menerima "hadiah" dari Saga, ia baru tersadar.
"Apa maumu, Rafaell? Dia wanitaku," tegas Saga sambil memeluk pinggang Nirmala erat.
Pria bernama Rafaell itu memegangi pipinya yang nyeri. "Itu tanda lahirmu?" tanyanya sambil menunjuk lengan Nirmala.
Nirmala mengangguk pelan.
"Lancang sekali kamu, Rafaell," ucap Saga setelah melihat robekan di lengan Nirmala. Ia segera melepaskan jasnya dan memakaikannya pada tubuh Nirmala.
Sebelum turun dari mobil, Nirmala memang melepas jasnya dan meninggalkannya di jok, sehingga ia hanya mengenakan kemeja putih dan celana kain hitam polos.
"Kuperingatkan padamu, jangan pernah mengganggu milikku," ucap Saga seraya merangkul pundak Nirmala, menjauh dari area parkiran.
"Tck..." Rafaell berdecak sambil memegangi pipinya yang semakin terasa nyeri.
Ia berjalan menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana. Rafaell mengambil ponsel dari saku jasnya dan mengetikkan sesuatu.
"Cari tahu tentang wanita itu. Aku beri kamu waktu satu jam," ucap Rafaell, lalu memutus sambungan telepon secara sepihak.
Rafaell masuk ke mobilnya dan segera meninggalkan kafe.
Rafaell Enzio Jovanka
Seorang pria tampan dengan tubuh atletis, punggung lebar dan bidang seakan diciptakan untuk mendekap seseorang dalam kenyamanan.
Pria yang terkenal dingin dan tidak pernah menolerir kesalahan sekecil apa pun, selalu menuntut kesempurnaan dalam segala hal.
******
"Kamu di mana?" tanya Saga pada Arman, sopir yang ditugaskannya untuk menjadi pengawal Nirmala.
"Maaf, Tuan, saya sedang berputar arah mencari jalan ke parkiran kafe," jawab Arman.
"Lalu, mengapa kamu membiarkan Nirmala berjalan sendiri?" tanya Saga dengan nada meninggi.
"Tidak, Tuan. Nyonya langsung pergi tanpa mendengarkan ucapan saya," ucap Arman membela diri.
Saga mengusap pelipisnya, lalu mengibaskan tangannya. Melihat itu, Arman langsung membungkuk dan undur diri, meninggalkan Saga seorang diri.
****
"Nirmala Astrid Jovanka?"
"Nirmala Astrid?"
Rafaell mengerutkan kening, menatap kedua lembar kertas di tangannya. Dua biodata satu wanita, hanya berbeda satu kata dalam nama.
"Jelaskan!" perintah Rafaell dengan nada tegas.
"Nirmala Astrid Jovanka itu data dari kartu tanda pengenalnya, Tuan. Sedangkan Nirmala Astrid, itu nama yang diperkenalkan saat berjumpa kolega dan orang baru," jelas mata-mata yang disewa Rafaell.
Rafaell menjatuhkan diri ke kursi. Pikirannya tertuju pada tanda merah itu, tanda yang sama, di tempat yang sama dengan tanda lahir adik perempuannya.
Kenangan kelam kembali menyeruak. Saat itu, Rafaell dan ayahnya, Jovan, tengah menunggu kelahiran sang adik.
Rafaell sangat antusias saat mendengar bahwa dirinya akan menjadi seorang kakak. Ia berjanji akan menjaga adiknya dengan baik.
"Owek... Owek..." Tangisan bayi memecah keheningan, membuat Rafaell dan ayahnya mengucap syukur.
Setelah bayi mungil itu dibersihkan, Rafaell dan ayahnya masuk ke ruangan. Ayahnya sibuk mendampingi Sabrina, ibunya, yang masih terlihat lemas. Bayi mungil itu terlelap di samping ibunya.
"Sini, lihat adikmu," ucap Jovan sambil mengangkat tubuh Rafaell kecil yang berusia delapan tahun.
"Ayah, adikku sangat cantik," ucap Rafaell dengan mata berbinar.
Bayi mungil itu membuka matanya mendengar suara sang kakak. Bibirnya langsung merekah, membentuk senyuman kecil menatap Rafaell.
"Ibu, lihat! Adikku tersenyum, cantik sekali," ucap Rafaell sambil menunjuk wajah mungil adiknya. Matanya mengexplore tubuh sang adik dan ia menemukan tanda merah yang mirip dengan kelopak bunga di lengang sang adik.
Cup! Satu ciuman mendarat di pipi lembut adiknya. Rupanya, satu kecupan itu belum cukup memuaskan Rafaell.
Cup! Cup! Cup! "Owek.... Owek...."
Rafaell menciumi adiknya dengan gemas, hingga membuat si kecil menangis kencang. Rafaell ketakutan, mengira akan dimarahi oleh ayah dan ibunya.
Rafaell menundukkan kepalanya dalam-dalam. Karena penasaran, ia perlahan mengangkat wajahnya. Ia hanya melihat sang ayah tersenyum sambil menggelengkan kepala, dan sang ibu tersenyum lembut sambil menyusui adiknya.
Adiknya dibawa oleh perawat untuk dimandikan. Jam dinding juga sudah menunjukkan pukul lima sore.
Rafaell diminta pulang ke rumah oleh ayahnya. Ia pun diantar oleh Pak Anton, sopir keluarga, untuk membersihkan diri.
Setelah mandi, Rafaell merasakan kantuk yang luar biasa. Awalnya, ia berniat langsung kembali ke rumah sakit setelah selesai membersihkan diri.
Namun, rasa kantuk itu terlalu kuat hingga akhirnya ia terlelap di sofa kamarnya. Riuh suara orang-orang perlahan membangunkannya dari mimpi.
Mimpi yang sangat indah, bermain dengan sang adik di taman bermain. Dalam mimpi itu, adiknya sudah besar dan bisa bermain kejar-kejaran dengan Rafaell.
Rafaell bangkit dari sofa dan berjalan keluar kamar. Ia terkejut melihat banyaknya orang di rumahnya, juga isak tangis yang terpancar dari mata mereka.
Rafaell masih belum mengerti apa yang terjadi. Ia melihat tubuh mungil terbaring di atas karpet, ditutupi kain putih. Dengan tangan gemetar, ia menarik kain tersebut dan terpampanglah wajah pucat sang adik.
Tangisnya pun pecah. Ia menangis histeris sambil memeluk tubuh sang adik. Jovan langsung berlari memeluk putra pertamanya itu.
Bukan hanya Rafaell yang bersedih, seluruh keluarga pun merasakan duka yang mendalam.
Rafaell tak sengaja melihat lengan sang adik, namun di sana tidak ada tanda merah yang sebelumnya ia lihat. Tangisnya seketika terhenti, digantikan oleh perasaan aneh yang menyelimuti hatinya.
Tahun demi tahun berlalu, kini ia tumbuh menjadi seorang pria tampan. Namun, ia tak pernah berhenti mengorek tentang kematian sang adik.
Mungkin saja, jika adiknya masih hidup, usianya sudah menginjak dua puluh delapan tahun.
Terima kasih masih menunggu Saga dan Nirmala update.