NovelToon NovelToon
SISTEM MEMINDAH JIWAKU KE TUBUH GADIS BODOH

SISTEM MEMINDAH JIWAKU KE TUBUH GADIS BODOH

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Transmigrasi / Permainan Kematian / Sistem
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: chiisan kasih

Kinara, seorang pejuang akademis yang jiwanya direnggut oleh ambisi, mendapati kematiannya bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah misi mustahil. Terjebak dalam "Sistem Koreksi Generasi: Jalur Fana", ia ditransmigrasikan ke dalam raga Aira Nadine, seorang mahasiswi primadona Universitas Cendekia Nusantara (UCN) yang karier akademis dan reputasinya hancur lebur akibat skandal digital. Dengan ancaman penghapusan jiwa secara permanen, Kinara—kini Aira—dipaksa memainkan peran antagonis yang harus ia tebus. Misinya: meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna dan "menaklukkan" lima pria yang menjadi pilar kekuasaan di UCN.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chiisan kasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KUNCI ARSIP DAN ALIANSI YANG RENTAN

Udara malam di kampus terasa dingin dan tegang. Kami memilih sudut tersembunyi di lantai empat perpustakaan pusat, area yang jarang dikunjungi mahasiswa, jauh dari jangkauan kamera pengawas yang baru-baru ini dipasang secara agresif oleh administrasi. Di hadapanku, Pak Arka terlihat tenang, meski matanya memancarkan kegelisahan yang sama denganku.

Aku memutar-mutar *keycard* kecil dari Rendra di antara jari-jariku. Rasanya seperti memegang kunci sebuah kotak Pandora. Serena benar; aku telah membuat kesalahan terbesar dengan melibatkan Rendra. Tetapi dalam sistem yang busuk, satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan membuat kekacauan yang terstruktur.

“Serena tahu kita bergerak, Pak,” bisikku, merujuk pada panggilan telepon yang baru saja kuterima. “Ancaman itu nyata. Dia tidak akan membiarkan kita mengakses arsip cadangan BEM. Dia akan memutus koneksi atau bahkan menghapus seluruh server.”

“Itu adalah reaksi yang dapat diprediksi dari oligarki yang merasa kekuasaannya terancam,” jawab Pak Arka, menyesap kopi dinginnya. “Mereka akan menggunakan setiap alat. Hukum, pemerasan, bahkan ancaman fisik. Kita harus bergerak sebelum fajar. Dan untuk itu, kita butuh Dimas. Integritas jurnalistiknya adalah perisai kita.”

Tepat pada saat itu, Dimas muncul dari balik rak buku, berjalan cepat dengan wajah tegang. Dia mengenakan jaket gelap dan membawa tas punggung yang penuh dengan peralatan digital. Dia tidak menyapa kami dengan ramah.

“Apa-apaan ini, Amara?” Dimas langsung menuntut, suaranya tertahan, penuh kekecewaan. “Kau baru saja memenangkan hati publik dengan membongkar anggaran BEM, dan sekarang kau meminta aku terlibat dalam aksi peretasan ilegal? Aku seorang jurnalis, bukan operator intelijen!”

“Duduklah, Dimas,” Pak Arka menunjuk kursi kosong. “Tenang. Kami tidak memintamu menjadi peretas. Kami memintamu menjadi saksi dan penjaga data.”

Dimas tetap berdiri. “Saksi apa? Saksi pembongkaran arsip BEM? Rendra sudah hancur, Amara. Misi akademismu sudah selesai. Apa lagi yang kau inginkan? Aku mulai berpikir Serena benar—kau dibayar oleh Target 4, Surya, untuk membuat kekacauan ini.”

Aku menatap Dimas lurus-lurus. “Jika aku dibayar oleh Bapak Surya, apakah aku akan berani menyebut namanya di hadapanmu, jurnalis yang idealis? Pikirkan logikanya, Dimas. Aku tidak mencari uang. Aku mencari keadilan untuk Kinara, jiwa yang meninggal karena lelah melawan sistem yang sama yang kau cintai.”

“Jangan gunakan nama Kinara untuk membenarkan tindakan ilegalmu,” Dimas membalas, nadanya sedikit melunak karena sentuhan emosional itu. “Aku percaya pada kebenaran, Amara. Tapi kebenaran harus diperoleh secara etis. Kau sudah meretas data BEM. Kau sudah menjatuhkan Rendra. Ini sudah melanggar batas.”

“Batas apa, Dimas?” tanyaku, memajukan tubuh. “Apakah batasan etika jurnalistikmu lebih penting daripada batasan moralitas sistem kampus ini? Dengarkan aku. Rendra memberiku kunci ini.” Aku menunjukkan *keycard* itu. “Ini adalah kunci ruang arsip cadangan BEM. Ruangan yang seharusnya hanya berisi dokumen lama, tetapi menurut Rendra, terhubung dengan server cadangan SPU.”

Dimas menyilangkan tangan. “Dan mengapa Rendra memberikannya padamu? Dia musuhmu.”

“Karena dia bukan musuhku. Dia adalah korban, sama sepertiku, sama sepertimu, sama seperti Mastermind yang menciptakan sistem ini,” jelasku. “Serena tidak hanya menggunakan Rendra sebagai pion; dia menjebaknya. Klausa anggaran taktis yang kuungkapkan itu adalah umpan yang dibuat untuk mengikat Target 4 (Surya) dengan BEM. Rendra tidak tahu tujuan akhirnya. Dia hanya menandatangani.”

Pak Arka menyela, memberikan validasi intelektual yang Dimas butuhkan. “Dimas, ini bukan soal Amara mencari pembalasan, melainkan Amara yang melakukan studi kasus sosiologis. Data yang ditemukan Amara kemarin hanya menggores permukaan. Ini tentang sistem yang dibuat agar orang-orang baik seperti Rendra, atau orang-orang idealis sepertimu, secara tidak sadar membenarkan korupsi.”

“Jika kita bisa mengakses server cadangan itu,” lanjutku, “kita mungkin menemukan jejak komunikasi antara SPU, Serena, dan Konglomerat Surya. Itu bukan lagi skandal kampus, Dimas. Itu adalah skandal nasional tentang bagaimana institusi pendidikan kita dijual demi kepentingan korporat. Bukankah itu yang ingin kau liput?”

Dimas terdiam, matanya mulai berkedip-kedip saat ia memproses informasi. Dia adalah jurnalis; kebenaran yang lebih besar selalu menjadi daya tarik yang tak tertahankan.

“Bagaimana kau bisa yakin Serena tidak akan menghapus data itu malam ini?” tanyanya, suaranya kini terdengar seperti jurnalis yang mulai tertarik pada petunjuk besar.

“Aku yakin dia sedang berusaha menghapusnya sekarang,” jawabku jujur. “Itu sebabnya kita harus cepat. Ruang arsip lama itu adalah pintu belakang. Rendra bilang Serena mungkin lupa koneksi itu masih aktif. Ini adalah celah terakhir kita. Setelah ini, SPU akan mengunci sistem secara permanen.”

Dimas menghela napas panjang, mengeluarkan laptopnya. “Baik. Tapi kita harus sepakat pada satu hal. Jika kita menemukan data itu, kau tidak boleh menggunakannya untuk pembalasan pribadi. Aku akan memegang kendali atas data tersebut, memverifikasinya, dan mempublikasikannya secara bertahap. Itu adalah satu-satunya cara aku bisa mempertahankan integritasku.”

“Aku setuju,” kataku, tersenyum kecil. Solidaritas Targets mulai terbentuk. “Amara yang baru tidak mencari pembalasan, Dimas. Kinara hanya ingin kebenaran yang disajikan secara etis.”

Pak Arka mengangguk puas. “Baiklah. Mari kita bergerak. Ruang arsip itu berada di bawah gedung Fakultas Hukum. Kita harus melalui lorong layanan. Kita punya waktu sekitar dua jam sebelum patroli keamanan kampus intensif.”

Kami bergerak dalam keheningan, tiga sosok yang sangat kontras: Dosen Sosiologi yang memegang moralitas, jurnalis idealis yang memegang etika, dan Antagonis Terbuang yang memegang kunci fisik. Aliansi kami sangat rapuh, dibangun di atas rasa saling curiga dan satu tujuan yang sama: membongkar sistem yang lebih besar.

Setelah berjalan memutar melalui area parkir yang gelap dan lorong-lorong belakang yang berbau jamur, kami tiba di pintu besi berkarat di bawah Fakultas Hukum.

“Ini dia,” bisik Pak Arka. “Ini ruang arsip BEM yang tidak pernah digunakan sejak BEM pindah markas lima tahun lalu. Tidak ada CCTV di sini.”

Aku memasukkan *keycard* Rendra ke pemindai usang. Lampu hijau menyala, disertai bunyi ‘klik’ mekanis yang keras, memecah keheningan malam.

Pintu terbuka, memperlihatkan ruangan yang gelap, lembap, dan dipenuhi rak-rak arsip kuno. Aroma kertas tua, debu, dan sejarah korup menyambut kami.

“Server cadangan seharusnya ada di pojok sana,” kataku, menyalakan lampu senter ponselku. Kami berjalan melewati tumpukan kotak bertuliskan ‘Laporan Keuangan 2015-2018’.

Kami menemukan server itu, sebuah unit komputer tua yang berkedip-kedip lemah di sudut ruangan. Itu terbungkus debu, namun masih menyala, menjalankan sistem operasi yang sudah ketinggalan zaman. Bukti bahwa Rendra benar; Serena mengabaikan pintu belakang ini.

Dimas segera menghubungkan laptopnya ke port server. Jemarinya menari di atas *keyboard* dengan kecepatan seorang profesional.

“Ini dia. Servernya masih aktif, tapi koneksi jaringannya sangat lambat,” Dimas bergumam. “Sepertinya Serena memang membiarkannya mati suri. Hanya data-data lama yang ada di sini.”

“Cari folder bernama SPU_PROTOKOL_ALPHA,” instruksiku, mengingat kembali petunjuk samar yang pernah kulihat sekilas dari sistem di tubuh Amara.

Dimas mencari. Keheningan menyelimuti ruangan, hanya dipecahkan oleh bunyi kipas server yang berdebam pelan.

“Ditemukan,” kata Dimas. “Tapi ini bukan data keuangan. Ini adalah protokol keamanan. Ada ratusan file enkripsi. Ini sepertinya bukan tentang uang. Ini tentang kontrol.”

“Buka saja, Dimas,” desakku. “Kita harus tahu bagaimana SPU bekerja.”

Saat Dimas mencoba membuka folder tersebut, tiba-tiba lampu server berubah dari hijau menjadi merah menyala. Sebuah peringatan pop-up muncul di layar laptop Dimas, memenuhi seluruh layar dengan tulisan berwarna merah mencolok.

“Apa itu?” tanya Pak Arka, mendekat dengan cemas.

Dimas membaca tulisan itu dengan suara tertahan. “Peringatan Keamanan Tingkat S. Akses tidak sah. Data yang diminta dilindungi oleh Protokol Serena. Penghapusan diri otomatis dimulai dalam 60 detik.”

Aku merasakan adrenalin membanjiri tubuhku. Serena tidak lupa; dia hanya memasang jebakan waktu.

“Sistem Koreksi!” Aku memanggil sistem dalam hati, panik. [Sistem: Aktif. Misi Sekunder Kritis: Cegah Penghapusan Data. Gunakan Randomizer Skill Terakhir untuk Seri 1!]

“50 detik!” Dimas berteriak, mencoba memutus koneksi, tetapi server itu menahannya. “Dia mengunci koneksiku! Kita tidak bisa mematikannya!”

“Dimas, cepat, putuskan koneksi fisik apa pun!” teriak Pak Arka. “Kita harus menarik semua kabelnya!”

“Tidak ada waktu!” Dimas berbalik padaku, matanya penuh horor. “Amara, kau yang paling tahu sistem ini. Bagaimana cara menghentikan Protokol Serena?”

Aku melihat *keycard* Rendra yang masih kugenggam. Itu adalah bukti bahwa Rendra telah berpihak padaku, sebuah pengkhianatan yang tak termaafkan di mata Serena.

“Rendra memberiku ini. Kunci fisik. Tapi ini juga merupakan simbol pengkhianatan,” gumamku. “Mungkin aku bisa memanfaatkannya.”

“20 detik!”

Aku menatap ke sekeliling, mencari sesuatu. Mataku tertuju pada panel kontrol server yang kecil dan tersembunyi di bagian belakang. Aku meraih salah satu kabel yang baru saja dilepaskan Dimas.

“Dimas, aku butuh lima detik di panel belakang,” kataku. “Tarik perhatian sistem. Beri aku gangguan.”

Dimas mengerti. Dia kembali ke laptopnya dan mulai mengetik serangkaian kode *junk* dengan kecepatan gila, membanjiri sistem dengan data tak berguna.

“10 detik! Aku sudah memasukkan virus *junk*! Cepat!”

Aku berlari ke belakang server, membuka panel kontrol yang tertutup sekrup longgar. Aku melihat jalur sirkuit utama. Dengan cepat, aku mengambil *keycard* Rendra, dan tanpa berpikir dua kali, aku menusuknya ke sirkuit utama, memicu korsleting lokal di bagian koneksi penghapusan data.

Listrik kecil menyambar tanganku. Server itu mengeluarkan suara mengerikan—bunyi desisan listrik yang diikuti keheningan total.

Aku mundur terhuyung. Server itu mati. Ruangan itu kembali gelap total.

Dimas menyalakan senternya. “Apa yang terjadi? Berhasilkah?”

“Aku mematikannya secara paksa,” kataku, terengah-engah. Tangan kiriku terasa kebas. “Aku menggunakan kunci Rendra untuk memicu korsleting yang terisolasi. Protokol penghapusan harusnya terhenti.”

Dimas memeriksa layar laptopnya. “Koneksi terputus. Penghapusan dibatalkan. Tapi data yang kita cari... tidak hilang, Amara. Justru, saat *shutdown* paksa tadi, server itu berhasil membuang semua file Protokol Serena ke folder sementara di laptopku!”

Kami bertiga saling pandang dalam kegelapan. Dimas baru saja secara tidak sengaja mendapatkan seluruh data sensitif yang dilindungi Serena.

“Kau baru saja memenangkan perang kecil, Amara,” kata Pak Arka, nadanya penuh kekaguman. “Kau berhasil mengubah pengkhianatan Rendra menjadi kunci kemenangan, dan ancaman Serena menjadi hadiah data.”

Aku melihat laptop Dimas, yang kini memuat informasi paling berbahaya di kampus. Kami baru saja mendapatkan bukti tak terbantahkan. Namun, aku juga tahu bahwa ini adalah titik tidak bisa kembali. Serena pasti tahu bahwa server itu mati, dan dia tahu siapa yang bertanggung jawab.

Saat kami bersiap untuk meninggalkan ruangan, Dimas tiba-tiba membeku. Ia menunjuk ke layar laptopnya. Ada satu file yang tersisa di folder SPU_PROTOKOL_ALPHA yang baru saja ia unduh. Itu adalah file video.

“Apa ini?” Dimas berbisik. “Ini bukan data teknis. Ini... rekaman CCTV lama.”

Dimas mengklik file itu. Rekaman buram tahun lalu muncul. Itu adalah rekaman di depan sebuah kantor administrasi. Di dalamnya, terlihat Amara (tubuhku saat ini), yang saat itu terlihat mabuk dan sangat marah, sedang berteriak-teriak dan menghancurkan sebuah papan pengumuman.

Namun, di sudut rekaman, terlihat sosok Serena yang sedang berdiri, tidak membantu, melainkan merekam Amara dengan ponselnya, dengan senyum puas yang dingin.

“Serena merekam kehancuran Amara sendiri,” Dimas berbisik, jijik. “Dia yang mempublikasikannya, bukan?”

Aku menatap wajah Amara yang lama di layar. Wajah yang penuh rasa sakit dan kebodohan. Saat itu juga, aku menyadari mengapa Kinara dikirim ke tubuh ini. Bukan hanya karena utang. Tetapi karena jiwa Amara telah dihancurkan secara sistematis oleh orang yang paling dia percayai.

Saat rekaman itu berakhir, muncul satu *pop-up* terakhir di layar Dimas. Itu adalah pesan anonim. Bukan dari Serena, tetapi dari nomor yang berbeda.

[Pesan Anonim: Berhenti di sana, Amara. Kami tahu kau telah mengambil data. Kami tahu kau mendapatkan sekutu baru. Kau mungkin telah mengalahkan Serena dalam hal data. Tapi jangan sentuh data mengenai ‘Proyek Phoenix’. Jika kau menyentuhnya, kami akan mengirimmu kembali ke tumpukan sampah. Ini adalah peringatan terakhir dari atasan Serena. Target 4 (Surya) mengawasimu.]

Jantungku mencelos. Serena hanya pion. Ada ‘atasan’ lain. Dan mereka mengawasi kami melalui Target 4. Kami baru saja memenangkan data, tetapi kami baru saja menarik perhatian sang Dalang sesungguhnya.

1
Tara
ini system kok kaga bantuin. kasih solusi kek bukan cuman ngancam aja🤭😱🫣
Tara: betul betul betul...baru kali ini ada system absurd😱😅🤔🫣
total 2 replies
Deto Opya
keren sekali
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!