NovelToon NovelToon
Antara Kau, Dia Dan Kenangan

Antara Kau, Dia Dan Kenangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Bad Boy / Trauma masa lalu / Barat / Mantan
Popularitas:570
Nilai: 5
Nama Author: Yellow Sunshine

Ketika cinta pertama kembali di waktu yang salah, ia datang membawa hangatnya kenangan sekaligus luka yang belum sembuh.
Nora tak pernah menyangka masa lalu yang sudah ia kubur dalam-dalam muncul lagi, tepat saat ia telah memulai kisah baru bersama Nick, pria yang begitu tulus mencintainya. Namun segalanya berubah ketika Christian—cinta pertamanya—kembali hadir sebagai kakak dari pria yang kini memiliki hatinya.
Terjebak di antara masa lalu dan cintanya kini, sanggupkah Nora memilih tanpa melukai keduanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yellow Sunshine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pernah–Tidak Pernah

Langit malam Gainesville membentang luas, penuh bintang yang berkelip lembut seperti janji yang belum terucap. Rumah di ujung jalan itu berdiri megah, dihiasi cahaya hangat dari lampu gantung di teras. Musik dari dalam terdengar samar, campuran tawa dan bisikan canggung dari ruang tamu yang mulai dipenuhi oleh para mahasiswa.

Udara malam itu mengalir hangat dan berat di dalam rumah yang penuh gelak tawa dan musik yang bergelombang lembut, seperti ombak yang menggulung pantai jauh dari kota. Lampu-lampu temaram berpendar keemasan di sudut ruangan, menyelimuti kami dalam sebuah dunia kecil yang berdenyut dengan kehidupan dan rahasia yang siap terungkap. Pesta kecil ini berlangsung di rumah salah satu teman kampus kami, Julie. Kebetulan kami semua mengenalnya—aku, Nina, Sarah, bahkan Nick dan juga kekasih Nina yang bernama James.

Malam ini aku datang bersama Sarah. Sebenarnya, Nick sudah berniat ingin menjemputku, tapi karena kali ini Nina akan berangkat bersama James, jadi aku tidak tega melihat Sarah berangkat sendirian. Untungnya, Nick mau mengerti—dia memang selalu pengertian selama ini.

Di dalam sana, aku melihat Nina berdiri di dekat pintu, tangannya menggenggam erat tangan James. Senyumannya hangat, seperti menguatkan aku dalam diam.

"Hai, Nora! Hai, Sarah!", sapanya, menghampiri kami.

"Hai, Nina!", balas kami hampir bersamaan.

"Girls, maaf tadi James menjemputku, jadi aku tidak bisa berangkat bersama kalian.", katanya.

"Tidak masalah, Nina! Yang penting malam ini kita akan bersenang-senang.", jawab Sarah, tertawa kecil.

"Ya. Waktunya bersenang-senang!", sahutku, ikut tertawa.

Aku memang sedang tertawa bersama Nina dan Sarah, tapi sejak tadi kedua mataku berusaha mencari sosok Nick di antara kerumunan di sana. Ketika akhirnya aku melihatnya, ia tengah berbincang santai dengan beberapa teman satu jurusannya. Bahunya yang tegap dan tawa rendahnya membuatku merasa tenang.

Tak lama kemudian, Alice muncul. Langkahnya mantap, tubuhnya dibalut dress hitam yang tampak mempesona, matanya tajam menatap ke arahku dengan senyum tipis yang penuh arti. Ada sesuatu di balik senyuman itu—sebuah tantangan yang tak tersampaikan, seolah dia berkata, 'Malam ini bukan hanya tentang bersenang-senang.'

Aku merasakan getar kecil di dadaku, bukan karena takut, tapi karena rasa waspada yang tiba-tiba menyelinap. Aku masih ingat jelas, bagaimana pagi itu, di kantin kampus, ia secara terang-terangan berusaha mendekati Nick, meskipun ada aku di dekatnya.

Nina menoleh ke arahku, matanya bertemu dengan mataku, dan ada bahasa diam yang seolah mengatakan, 'Aku ada di sini, kamu tidak sendiri.'

Alice melangkahkan kakinya, menghampiri Nick di ujung sana. Ia menepuk bahu Nick, menyapanya. Nick sontak menoleh dan membalas sapaannya dengan senyuman. Aku tidak bisa menyalahkannya, sebab Nick memang pria yang ramah dan baik, bahkan pada semua orang.

"Jangan terpengaruh, Nora! Sepertinya perempuan itu memang sengaja ingin membuatmu kesal.", bisik Nina di sebelahku.

"Siapa perempuan itu?", tanya Sarah yang memang belum pernah kuceritakan tentang Alice dan kejadian pagi itu di kantin kampus.

"Kurasa seorang perempuan gila yang berusaha menggoda kekasih seseorang.", sahut Nina, sambil tersenyum sinis.

"Hmm, jadi sepertinya dia berusaha mendekati kekasihmu, Nora. Jangan khawatir, kalau dia sampai berani macam-macam denganmu, aku dan Nina tidak akan tinggal diam.", kata Sarah, tiba-tiba ikut merasa kesal.

Nina tampak masih memperhatikan gerak-gerik Alice yang berada di dekat Nick. "Ya, tentu saja.", katanya.

Beberapa saat kemudian, saat aku mengambil segelas bir untuk menenangkan pikiran dan hatiku, Nick tiba-tiba datang menghampiriku. "Hai, Nora!", sapanya.

Aku pun sontak menoleh padanya, lalu tersenyum. "Hai, Nick!", balasku.

Nick menatap segelas bir penuh di tanganku, tampak sedikit terkejut. "Wah! Sepertinya kamu berencana mabuk malam ini, Nora. Aku tidak akan membiarkannya."

Aku memutar mataku, lalu tertawa ringan. "Aku tidak akan mabuk hanya karena segelas bir penuh, Nick. Bahkan dua atau tiga gelas lainnya. Asal kamu tahu, batas toleransi alkoholku cukup tinggi."

Nick ikut tertawa bersamaku. "Baiklah. Sepertinya kekasihku ini seorang peminum yang tangguh.", godanya, membuat wajahku memanas, karena baru pertama kali ini menyebutku dengan kata 'kekasih'.

"Kurasa aku melihat Nina, James dan teman asrama kalian disana. Mau bergabung dengan mereka?", tawarnya.

Aku menganggukkan kepala, lalu berjalan tepat di samping Nick, menghampiri Nina, James dan juga Sarah di sofa panjang bersama mahasiswa lainnya.

"Wah, pasangan manis kita malam ini sudah bergabung. Kemarilah, Nick, Nora!", seru Nina, menggeser sedikit tubuhnya, memberiku ruang untuk duduk bersama Nick. Sementara Sarah tampak duduk di sekitar James bersama seorang pria yang tampak akrab dengannya. Sepertinya Sarah akan menemukan belahan hatinya juga sebentar lagi.

"Hai, semua!", sapa Alice, yang tiba-tiba datang menghampiri kami, bersama seorang perempuan yang mungkin adalah teman baiknya. "Boleh kami bergabung?", tanyanya.

Semua orang tampak diam, entah karena tidak mendengar atau memang tidak peduli padanya.. Jadi, aku menyahuti pertanyaannya. "Ya, tentu.", kataku, membuat Nina dan Sarah sontak menatapku heran. Mungkin mereka berpikir untuk apa aku membiarkan perempuan yang sudah berusaha menggoda kekasihku bergabung dengan kami?

Alice dan temannya tampak duduk di ujung sofa, dekat Sarah dan teman pria barunya. Aku bernafas lega, setidaknya Alice tidak berusaha untuk duduk di sebelah Nick dan kembali menggodanya.

Suara musik mereda saat Alice dengan penuh percaya diri mengusulkan, “Bagaimana kalau kita main 'Pernah atau Tidak Pernah' malam ini? Sepertinya akan seru.”

Tawa dan tepuk tangan dari beberapa mahasiswa di sekitar pun menyambut ajakan itu. Kami mulai menyusun gelas kecil berisi minuman. Aturan sederhana : setiap kali seseorang pernah melakukan sesuatu yang disebutkan, dia harus meminum. Sebotol minuman di tengah lingkaran mulai diputar, sementara setiap orang menyiapkan diri—tak ada yang tahu apa yang akan terbongkar nanti.

Aku bisa merasakan getar di dalam dada, sesuatu yang tak bisa aku jelaskan. Nina dan Sarah menatapku dengan sorot mata yang penuh perhatian, seolah tahu mungkin ada sesuatu yang licik di balik ajakan Alice untuk bermain permainan tersebut. Aku hanya mengangguk pelan, mencoba menguatkan diri.

Aku menoleh, menatap wajah Nick. Tatapannya hangat dan penuh dukungan. Aku pun tersenyum pelan, mengangguk pelan.

Permainan pun dimulai.

Sebuah botol di tengah kami mulai diputar. Botol itu berputar, lalu berhenti dengan ujungnya yang mengarah ke James. James pun tertawa kecil, lalu mengambil alih permainan, dengan pertanyaan ringan yang menyenangkan. "Pernah atau tidak pernah—tertidur saat kelas dosen killer?"

Semua orang tampak tertawa dengan pertanyaannya. Beberapa di antara mereka meminum segelas bir di tangan, termasuk Nina dan Sarah, menandakan bahwa mereka pernah melakukannya—tertidur di saat kelas dosen killer. Aku ikut tertawa bersama mereka.

Botol di tengah kami pun kembali diputar. Kali ini, ujung botol mengarah pada teman Alice di sebelahnya. Mereka tampak saling menatap dan tersenyum, sebelum temannya itu melempar sebuah pertanyaan. Entah apa yang sedang mereka rencanakan.

"Giliranku. Pernah atau tidak pernah—belajar sampai larut malam di rumah seseorang?", tanyanya.

Awalnya pertanyaannya terdengar cukup biasa, hingga Alice dan Nick sama-sama meminum gelas kecil berisi bir di tangan mereka. Aku tidak memperhatikan jawaban yang lainnya. Yang kulihat, Alice tampak tersenyum sambil melirik Nick, sebelum meminum segelas bir di tangannya. Entahlah. Nick juga meminumnya. Apa itu berarti mereka pernah belajar bersama hingga larut malam... di rumah Nick? Pikiranku mulai tak karuan.

"Kamu ingat malam itu, Nick? Malam yang panjang dengan tugas-tugas yang cukup membuat frustrasi.", kata Alice, tiba-tiba. Seakan ingin memperjelas apa yang ada di dalam benakku.

Nick menganggukkan kepala dan tertawa kecil. "Ya. Kuharap tidak ada lagi tugas seperti itu.", jawabnya.

Sepertinya Nick tidak menyadari kalau saat ini aku sedang gelisah, membayangkan apa yang sebenarnya terjadi diantara dirinya dan Alice.

Beberapa saat kemudian, ujung botol kembali mengarah pada teman Alice.

"Pernah atau tidak pernah—mendapatkan pelukan atau penghiburan dari seseorang saat sedang sedih?"

Alice menatap Nick sekilas, tersenyum, lalu meminum segelas bir di tangannya. "Trims untuk waktu itu, Nick.", katanya.

Nick pun sepertinya mulai menyadari kalau atmosfer di antara kami mulai berubah, akibat perkataan Alice kepadanya. Ia menatapku sejenak, mencoba meyakinkanku kalau apapun hal buruk yang sedang kupikirkan tentangnya dan Alice itu tidak benar.

Nina dan Sarah menatapku. Sepertinya mereka juga menyadari kalau permainan ini sudah direncanakan Alice untuk menyerangku.

"Tunggu!", sergah Nina, ketika seseorang hendak memutar botol itu kembali untuk menetapkan giliran. "Sepertinya menggunakan botol itu kurang seru. Bagaimana kalau sekarang semua orang bisa melemparkan pertanyaan yang diinginkan?", usulnya.

"Ide yang bagus. Kalau begitu sekarang giliranku!", sahut Alice, tersenyum sinis.

"Pernah atau tidak pernah, menceritakan hal pribadi ke teman lawan jenis?", tanyanya.

Ia kembali menatap Nick, tersenyum penuh arti, lalu meminum minumannya. Begitu juga dengan Nick—ia meminum minumannya. Hal tersebut lantas membuatku semakin geram dan gelisah. Hubungan apa yang sebenarnya dimiliki Nick dan Alice? Sebab, sepertinya mereka terlihat sangat dekat–bahkan untuk saling berbagi hal yang bersifat pribadi.

"Baiklah, sekarang giliranku!", sahut Nina dengan nada tinggi. "Pernah atau tidak pernah—berciuman dengan seseorang di sebelahmu?"

Pertanyaan Nina, membuatku dan Nick saling menatap sejenak. Nick tersenyum hangat kepadaku, lalu meminum minumannya dengan semangat. Aku pun dengan sedikit keraguan meminum minumanku setelah itu.

Semua orang yang memperhatikan kami saat itu tampak bersorak, apalagi Nina dan Sarah. Mereka seakan sengaja merespon secara berlebihan dengan sorakan mereka, agar membuat Alice merasa kesal. Dan, memang benar, Alice tampak begitu kesal.

"Hmm, sudah berapa kali kalian berciuman? Apakah itu ciuman manis? Hangat? Atau panas?", tanya Nina, bersemangat.

"Kurasa itu curang, Nina! Kami tidak perlu menjawabnya.", sahut Nick, tertawa kecil.

"Baiklah, sekarang giliranku!", sahut Sarah. Entah apalagi rencana mereka untuk membuat Alice merasa kesal. "Pernah atau tidak pernah—berniat menggoda dan mendekati kekasih seseorang?", tanyanya.

Aku sontak terkejut, begitupun dengan Nina. Kami tidak menyangka kalau Sarah akan melemparkan pertanyaan bak sindiran tersebut. Jelas, Alice pasti merasa terintimidasi dengan itu. Ekspresinya tambah begitu kesal, seakan api akan keluar dari matanya atau mulutnya sebentar lagi.

"Kurasa kamu harus meminumnya, Alice!", sahut Nina. Membuat Alice mendengus kesal, lalu bangkit dari posisi duduknya, meninggalkan kami, diikuti teman baiknya yang tadi duduk di sebelahnya.

"Kita menang!", bisik Nina padaku. Dan, Sarah pun tertawa lebar.

Permainan pun berakhir.

Langit malam di luar mulai pekat, jendela kecil di ruang tamu memantulkan cahaya lampu hangat yang menerpa wajah-wajah yang tersenyum dan sesekali berbisik. Aku duduk di samping Nick, terasa hangat dari genggaman tangannya yang tak pernah lepas sejak tadi. Suasana seperti melambat, tiap detik terasa berharga, meski ada riuh rendah di sekitar.

Tatapan Nick menahan kata-kata yang ingin ia ucapkan, dan aku tahu, di balik mata itu tersimpan janji yang tak terucap—janji untuk tetap bersama, melewati segala badai dan cemburu yang datang.

"Ternyata kamu dan Alice...cukup dekat.", kataku, saat hanya kami berdua yang tersisa di sofa itu, juga beberapa lainnya yang duduk jauh dari tempat kami.

"Sudah kubilang, kami hanya teman satu jurusan, Nora.", katanya, lembut, berusaha meyakinkanku.

"Ya. Tapi kamu pernah mengajaknya belajar bersama, berdua di rumahmu?", tanyaku.

"Siapa bilang, Nora? Kami memang pernah belajar bersama sampai larut malam, tapi itu di rumah teman kami dan saat itu kami bersepuluh. Bukan hanya aku dan Alice saja.", jelasnya.

"Lalu, soal pelukan dan penghiburan saat dia sedih?", tanyaku, lagi.

"Tidak pernah ada pelukan, Nora. Aku hanya menghiburnya dengan kata-kataku, saat dia merasa terpuruk dengan nilai-nilainya yang turun saat itu.", jelasnya, lagi. Tiba-tiba mengingatkanku saat Nina bilang kalau Nick pernah membantunya dan menghiburnya saat ia merasa terpuruk. Mungkin yang terjadi memang seperti itu. Nick hanya menjadi seorang pria yang baik, tidak ada maksud lain.

"Dan, aku tidak menyangka kamu dan Alice saling berbagi tentang hal pribadi.", kataku.

Nick mengerutkan dahinya, tampak tidak mengerti. "Apa maksudmu, Nora?"

"Ya. Aku melihat Alice meminum minumannya tadi... sambil menatapmu. Dan, kamu juga meminum minumanmu, Nick."

Nick tertawa. "Nora! Sepertinya kamu sudah salah paham... karena terlalu cemburu.", godanya.

"Aku tidak cemburu.", elakku.

"Benarkah?"

"Ya. Aku hanya berbicara tentang apa yang kulihat tadi."

"Nora, aku dan Alice tidak pernah berbagi tentang hal pribadi. Ehm, mungkin dia pernah... dia bercerita tentang perceraian orang tuanya yang membuat nilai-nilai akademiknya menurun, untuk meminta saran dariku. Itu saja."

"Tapi, kamu juga meminumnya."

"Ya. Aku memang pernah bercerita tentang hal pribadi. Tapi, padamu... bukan Alice. Aku bercerita tentang tragedi yang menimpa keluargaku padamu, tentang kematian orang tuaku dan hubunganku yang tidak baik dengan kakakku. Hanya padamu."

Aku tersenyum, menertawai kebodohanku, kesalahpahamanku tentang Nick. Sepertinya Nick benar, aku sudah salah paham padanya, karena aku terlalu cemburu. "Sepertinya, aku sudah berpikir buruk tentangmu, Nick. Maaf!", kataku, penuh penyesalan.

"Rasa cemburu menandakan kalau kamu benar mencintaiku. Selama kamu percaya padaku, dengan penjelasanku, itu tidak masalah, Nora.", katanya, membuatku tersipu.

Nafasku mengalir tenang, seolah menemukan ritme baru dalam setiap detik yang kulewati di sini. Aku menunduk sebentar, lalu mengangkat wajahku dan menatap Nick.

“Trims, Nick.” bisikku, suara hampir tak terdengar. “Aku mencintaimu.”

Ia membalas dengan sentuhan lembut di pipiku, dan suara hangatnya mengalir seperti melodi. “Aku juga mencintaimu, Nora. Sangat.”

Dalam pelukan itu, aku merasa semua kekhawatiran menguap, tergantikan oleh rasa damai yang dalam—bahwa aku dan Nick, meski dengan segala terpaan badai, akan tetap saling menjaga.

1
Yellow Sunshine
Halo, Readers? Siapa disini yang kesel sama Alice? Angkat tangan 🙋‍♂️🙋‍♀️. Author juga kesel nih sama Alice. Kira-kira rencana Alice untuk menggoda dan mengejar Nick akan berlanjut atau berhenti sampai sini ya? Coba tebak 😄
Arass
Lanjutt thorr🤩
Yellow Sunshine: Siap. Semangat 💪🫶
total 1 replies
Yellow Sunshine
Hai, Readers? Siapa nih yang nggak sabar liat Nora sama Nick jadian? Kira-kira mereka jadian di bab berapa ya?
Aimé Lihuen Moreno
Wih, seruu banget nih ceritanya! Jangan lupa update ya thor!
Yellow Sunshine: Thanks, Reader. Author jadi makin semangat nih buat update 😍
total 1 replies
Melanie
Yowes, gak usah ragu untuk baca cerita ini guys, janji deh mantap. 😍
Yellow Sunshine: Thanks, Reader. It means a lot 😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!