Di dunia modern, Chen Lian Hua adalah seorang medikus lapangan militer yang terkenal cepat, tegas, dan jarang sekali gagal menyelamatkan nyawa. Saat menjalankan misi kemanusiaan di daerah konflik bersenjata, ia terjebak di tengah baku tembak ketika berusaha menyelamatkan anak-anak dari reruntuhan. Meski tertembak dan kehilangan banyak darah, dia tetap melindungi pasiennya sampai detik terakhir. Saat nyawanya meredup, ia hanya berharap satu hal
"Seandainya aku punya waktu lebih banyak… aku akan menyelamatkan lebih banyak orang."
Ketika membuka mata, ia sudah berada di tubuh seorang putri bangsawan di kekaisaran kuno, seorang perempuan yang baru saja menjadi pusat skandal besar. Tunangannya berselingkuh dengan tunangan orang lain, dan demi menjaga kehormatan keluarga bangsawan serta meredam gosip yang memalukan kekaisaran, ia dipaksa menikah dengan Raja yang diasingkan, putra kaisar yang selama ini dipandang rendah oleh keluarganya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24 : Kenapa harus wanita itu?
Di luar tirai yang hening, semua orang sontak menoleh ketika suara geraman Yi Chen terdengar, memanggil nama Lian Hua. Ketegangan seketika menggantung di udara. Rui Feng mengerutkan kening, wajahnya penuh tanda tanya. “Apa yang terjadi di dalam sana?” gumamnya.
Xin Yi hanya menghela napas pelan, lalu menggeleng dengan getir. “Sepertinya… Lian Hua membuat masalah lagi,” ujarnya lirih.
Belum sempat mereka mencerna, tirai tersibak. Lian Hua keluar dengan langkah cepat, hampir berlari kecil. Lengan jubahnya menutup sesuatu yang disembunyikannya erat. Tanpa menoleh, ia langsung meninggalkan aula, seolah ingin menjauh sejauh mungkin dari sana.
Keheningan berubah jadi riuh bisik-bisik penuh kebingungan. Semua mata mengikuti sosoknya, bertanya-tanya apa yang terjadi di dalam. Namun sebelum satu pun jawaban bisa terucap, sosok Yi Chen muncul.
Berbeda dengan Lian Hua yang terburu, Yi Chen melangkah dengan tenang, tapi tergesa… setiap gerakannya tegas dan penuh tekanan. Sorot matanya tajam, dingin, namun jelas hanya tertuju pada satu arah: punggung Lian Hua yang berlari di hadapannya.
Rui Feng, bingung sekaligus khawatir, maju selangkah. “Kakak tertua! Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyanya dengan nada mendesak.
Namun Yi Chen sama sekali tidak berhenti. Tanpa menoleh, ia hanya mengucapkan singkat, suaranya datar tapi berat, “Masuklah. Temui Kakek.”
Langkahnya tidak goyah, tidak pula melambat.
Xin Yi, yang berdiri agak jauh, menatap kejadian itu dengan perasaan campur aduk. Mulutnya sempat terbuka, hendak memanggil Yi Chen, namun suaranya tercekat. Bahkan ketika akhirnya ia memanggil, Yi Chen tidak sedikitpun menoleh. Pandangannya lurus, tajam, hanya mengikuti bayangan Lian Hua yang berlari di depan.
Xin Yi terdiam. Dadanya bergemuruh, sulit menerima apa yang ia lihat. Yi Chen… mengejar Lian Hua? Bukan orang lain, bukan musuh, tapi wanita itu?
Tangannya mengepal rapat di balik jubah, rahangnya mengeras. Ada sesuatu yang asing, yang tak ingin ia akui, saat melihat pemandangan itu.
“Kenapa harus dia?”
Disisi lain, Wei Ming yang terdiam sambil mengumpat Lian Hua terus menerus sebagai gadis tidak tahu diri, tidak tahu sopan santun, dan berbagai kata kasar lainnya, akhirnya mengangkat tangannya untuk mengusap wajahnya dengan frustasi.
Namun, saat telapak tangannya benar-benar menyentuh wajah, Wei Ming tertegun. Matanya melebar, pandangannya langsung jatuh pada tangannya sendiri yang kini terangkat di depan wajahnya.
“Aku… menggerakkannya…?” bisiknya lirih, seakan tidak percaya dengan kenyataan itu.
Tubuhnya membeku. Sejenak, bahkan nafasnya tertahan. Jantungnya berdentum keras di dada, antara terkejut, takut, dan tidak mampu memahami apa yang baru saja terjadi.
Suara langkah tergesa di luar terdengar, lalu tirai tersibak. Rui Feng dan Xin Yi masuk dengan penuh hormat, segera berlutut di hadapan tempat tidur.
“Kakek besar, kami datang untuk menjenguk.” ucap mereka serentak.
Namun pandangan Wei Ming masih terpaku pada tangannya. Jari-jarinya bergetar pelan, seolah ingin memastikan bahwa tadi bukan sekadar ilusi. Lalu, perlahan ia mengalihkan pandangannya kepada Rui Feng dan Xin Yi.
Seketika, ingatan tentang cairan menjijikkan yang dipaksa masuk ke tubuhnya kembali membanjiri pikirannya. Wei Ming bergidik, wajahnya menegang, dan dengan gerakan refleks ia menyeka bibirnya seakan ingin menghapus sisa rasa yang masih membekas.
Rui Feng yang melihat gerakan itu tercengang. Matanya melebar, lalu dengan suara setengah tercekat ia bertanya, “Kakek besar… apa… apa Anda sekarang bisa menggerakkan tangan Anda?”
Wei Ming yang menyadari itu langsung menjatuhkan tangannya ke atas tempat tidur dan berteriak menyuruh Rui Feng dan Xin Yi keluar.
“Kalian berdua, keluar sekarang!”
Suara keras Wei Ming mengundang banyak pelayan istana datang untuk memeriksanya. Pintu kamar terbuka lebar, langkah-langkah bergegas masuk, wajah-wajah panik menatap keadaan di dalam. Suasana jadi kacau, pelayan-pelayan saling berdesakan, bingung harus berbuat apa. Beberapa bahkan berlutut, takut kalau ada yang salah dari pelayanan mereka.
Wei Ming mengerang pelan sambil mencoba menahan napas beratnya, matanya berkilat penuh amarah bercampur cemas. Ia menatap para pelayan itu dengan sorot dingin yang membuat bulu kuduk mereka meremang. "Cepat panggil tabib istana! Sekarang juga!" teriaknya dengan suara serak namun penuh wibawa.
semakin penasaran.....kenapa Lin Hua....
ga kebayang tuh gimana raut muka nya
orang orang istana.....
di atas kepala mereka pasti banyak tanda tanya berterbangan kesana kemari....
wkwkwkwk....😂