Ajari Aku Hijrah

“Gue nggak tau apa masih bisa ketemu lu lagi apa nggak,” ucap Azizah.

“Lho, emang kenapa, Mbak?” tanya Irsyad.

“Ya soalnya Lu udah tau gue ini apa,” jawab Azizah.

“Lah... kan emang dari kemarin-kemarin juga saya udah tau siapa Mbak kan. Tapi saya biasa aja tuh. Saya nggak jauhin Mbak,” sahut Irsyad.

“Iya, tapi sekarang gue malu,” tutur Azizah.

“Bagus dong kalo malu,” ucap Irsyad.

“Maksud lu?” Azizah memicingkan mata mendengar perkataan pria di depannya.

“Saya yakin selama ini Mbak nggak malu ngelakuin pekerjaan itu kan? Mbak tau kenapa?” cecar Irsyad.

Azizah tetap diam dan menunggu penjelasan dari Irsyad, dengan mata yang masih berkaca-kaca.

“Rasa malu itu muncul karena adanya iman dalam hati Mbak. Mungkin kemarin Mbak nggak ngerasa malu sama sekali karena hati mbak belum tersentuh hidayah.”

“Tapi sekarang, tanpa Mbak sadari, iman itu mulai tertanam di hati Mbak. Itu hal baik yang patut disyukuri,” terang Irsyad.

“Menurut lu gitu?” tanya Azizah dengan senyum masam.

Irsyad mengangguk mengiyakan, sembari kembali meminum jus nanasnya.

Tenggorokannya terasa haus karena sejak tadi terus bicara.

“Terus sekarang gue mesti gimana?” tanya Azizah lagi.

“Ya lanjutin. Perdalam lagi ilmu agama Mbak, biar jadi lebih baik,” jawab Irsyad.

“Gitu?” tanya wanita berambut kemerahan itu lagi.

“Iyalah,” sahut Irsyad.

Senyum tipis mengembang dibibir Azizah mendengar semua ucapan Irsyad, yang seolah membesarkan hatinya yang sempat menciut.

Dia kembali terlihat mengusap aliran bening di pipi, dan menyedot ingus yang hampir keluar dari hidungnya.

Irsyad menyodorkan gelas jus milik Azizah yang sejak tadi dianggurkan.

“Thanks,” ucap Azizah.

Wanita itu meminum jus apel stroberinya hingga habis setengah, seolah begitu haus seperti baru saja selesai berlari.

Irsyad hanya melirik sekilas dan menikmati tempe mendoan yang sudah terlanjur dingin, karena terlalu lama menjadi pajangan meja.

“Hah... ternyata gini rasanya ngobrol ama orang yang lebih tua,” ucap Azizah tiba-tiba.

Irsyad pun sontak menoleh dan menjauhkan sedikit kepalanya dari wanita itu, dengan kening yang berkerut .

“Kenapa?” tanya Azizah yang melihat reaksi Irsyad.

“Siapa bilang saya lebih tua?” tanya Irsyad balik.

“Coba sebutin berapa umur lu,” seru Azizah.

“29,” jawab Irsyad.

“Gue baru 25. Bener kan lu lebih tua. Jadi stop panggil gue ‘Mbak’,” ujar Azizah.

Irsyad terkekeh kecil mendengar hal itu.

“Kenapa emang? Bukannya dipanggil ‘Mbak’ itu bagus?” tanya Irsyad.

“Kek tua banget anjir,” keluh Azizah.

“Terus panggil apa dong?” tanya Irsyad lagi.

“Ya nama aja kan bisa. Lagian juga lu dah tau nama gue kan,” seru Azizah.

“Ehm... Azizah?” tanya Irsyad.

“Zee aja cukup, kek yang lain,” sahut Azizah.

“Tapi bagusan Azizah deh,” ucap Irsyad.

“Serah lu deh.” Azizah kembali mengambil gelas jusnya. “Tapi jangan pake Mbak,” lanjutnya.

Irsyad kembali terkekeh mendengar gerutuan dari wanita yang duduk disampingnya itu.

"Ketawa mulu lu. emang gue badut apa? Seneng bener bikin kesel anak orang," keluh Azizah lagi.

“Hehehe... iya... iya... Maaf deh, Azizah,” sahut Irsyad.

"Nah, gitu dong. Kan enak dengernya," ujar Azizah.

Meski terlihat ketus, namun seulas senyum terlihat dibalik wajah angkuh Azizah.

Bersambung ▶️▶️▶️

Jangan lupa like, comment dan rate novel aku ya 😄, kasih dukungan banyak-banyak ke sini 🙏