Sebelum lanjut membaca, boleh mampir di season 1 nya "Membawa Lari Benih Sang Mafia"
***
Malika, gadis polos berusia 19 tahun, tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah hanya dalam satu malam. Dijual oleh pamannya demi sejumlah uang, ia terpaksa memasuki kamar hotel milik mafia paling menakutkan di kota itu.
“Temukan gadis gila yang sudah berani menendang asetku!” perintah Alexander pada tangan kanannya.
Sejak malam itu, Alexander yang sudah memiliki tunangan justru terobsesi. Ia bersumpah akan mendapatkan Malika, meski harus menentang keluarganya dan bahkan seluruh dunia.
Akankah Alexander berhasil menemukan gadis itu ataukah justru gadis itu adalah kelemahan yang akan menghancurkan dirinya sendiri?
Dan sanggupkah Malika bertahan ketika ia menjadi incaran pria paling berbahaya di Milan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
Malika menahan kesal dengan segenap kesabaran yang ia punya. Ini sudah kelima kalinya ia menyanyi, tetapi Alexander tidak juga memejamkan mata.
Ya, Alex meminta Malika menyanyi dengan alasan ingin tidur. Nyatanya bukan karena itu, Alex hanya ingin menengar suara indah Malika yang selalu terngiang-ngiang di kepalanya.
“Apa tuan muda sedang mengerjai Lika?” gerutunya dalam hati.
Pria dingin dengan tatapan tajam itu hanya duduk bersandar pada kepala ranjang sambil memegang iPad dan ekspresi tidak jelas. Wajahnya adalah perpaduan antara menahan tawa dan sedikit mengejek.
“Lanjut lagu berikutnya,” ujar Alex tanpa menoleh. Ia terlihat seperti seorang sutradara yang tidak puas dengan penampilan aktrisnya.
Malika mengembungkan pipinya. Kalau bukan karena takut mati, ia tidak akan mau menyanyi lagi.
“Iya, iya. Lika nyanyi!” Malika mulai menyanyikan lagu anak-anak dengan suara riang khas dirinya, padahal malas luar biasa.
Ia menyanyikan lagu tentang tupai melompat dan bebek berenang, sungguh tidak cocok untuk suasana kamar pewaris mafia Italia.
Bukannya tidur, Alexander justru tertawa.
Tertawa?!
Tuan Muda Alexander Frederick yang terkenal dingin seperti batu es itu tertawa? Bukan tawa mengejek yang biasa ia lakukan, melainkan tawa geli yang teredam.
Bahkan matanya fokus menatap Malika seolah sedang menonton musisi panggung kelas atas. Dan yang paling membuat Malika ingin menjerit adalah, Alex masih memakai handuk.
Sehelai handuk tipis melingkari pinggangnya. Tidak ada tanda-tanda ia ingin berpakaian.
“Dia tidak kedinginan apa?” gerutu Malika dalam hati, merasa malu sendiri melihat tubuh atletis yang terlihat jelas di depan matanya.
Karena tak tahan lagi, Malika memanggil pelan.
“Tuan…”
“Hm?” sahut Alex, pura-pura mengalihkan tatapannya dari Malika untuk melihat notifikasi iPadnya.
“Lika capek.”
“Duduk satu menit lalu menyanyi lagi.”
“Tapi—”
“Jangan berhenti sebelum aku menyuruhmu berhenti. Atau kau ingin hukuman lain?” Alexander menatapnya dengan tatapan mengancam, tapi nampak lucu.
“Lika benar-benar lelah. Bagaimana kalau Lika pingsan?” Malika bertanya, mencoba menguji batas kesabaran pria itu.
“Aku akan membopongmu,” jawab Alex ringan, seperti sedang menawarkan teh sore.
“Lalu setelah itu? Apa yang Tuan lakukan? Pasti Tuan mau menidurkan Lika di ranjang empuk itu kan?” ujarnya penuh percaya diri sambil menunjuk tempat tidur Alex.
“Tentu saja menggulingkanmu dari tangga paling atas sampai bawah. Jadi aku tak perlu repot mengantarmu ke rumah belakang,” balas Alex santai tanpa dosa, matanya kembali tertuju pada Malika.
Malika membelalak. “Anda benar-benar kejam!” cibir gadis itu dengan bibir cemberut.
Alex mengangkat pundak. “Memangnya siapa yang bilang aku orang baik? Rumor sudah menyebar, bukan?”
“Rumor?” Malika memiringkan kepala, bingung.
Memangnya rumor apa yang beredar di mansion ini soal Alexander?
Alex mendesah, lalu menjatuhkan iPad yang sejak tadi ia pegang. Dimana pesan dari Jimmy baru saja masuk. Jimmy memberi informasi bahwa kekacauan di pelabuhan sudah beres.
Lalu, tatapannya kembali pada Malika.
“Menurut rumor, Alexander Frederick bisa membunuh seseorang hanya dengan kata-katanya. Dan aku sangat membenci orang berisik.” Alex turun dari tempat tidur dan melangkah mendekat, auranya yang dingin langsung membuat suhu ruangan terasa turun.
Malika langsung mundur sambil mengibas-ngibaskan kedua tangan, seolah itu bisa mencegah pria itu mendekat.
Sialnya, Alexander menahan pinggangnya, mendorong tubuhnya mendekat hingga dada mereka hampir bersentuhan.
Malika menelan ludah. Apa jangan-jangan Alex ingin memberinya hukuman enak lagi karena sudah salah bicara?
“Tuan.”
“Apalagi?”
“Sepertinya Lika butuh makan. Lika lapar. Pumpkin juga pasti lapar.”
“Pumpkin?” ulang Alex seolah ia baru saja menyebut nama makhluk mitologi.
“Iya, Pumpkin. Kucing Lika yang menggemaskan dan juga—”
Brugh!
Tangan Alex spontan melepas pinggang Malika. Gadis itu langsung jatuh duduk ke lantai.
“Aduh! Tuan! Sakit!” pekiknya kesal sambil menggosok pantatnya.
Namun Alex sudah berbalik, wajahnya berubah gelap total, mengabaikan Malika yang terjatuh.
Gadis ini, sedang bersama seorang pria yang baru saja membahas rumor pembunuhan, tapi yang dia pikirkan hanya kucing.
Padahal, sejak kemarin hingga detik ini, hanya Malika yang Alex pikirkan. Apa Malika tidak memikirkan Alex? Dia juga belum makan!
“Lihat saja apa yang akan kulakukan pada kucing sialan itu,” gumam Alex, menjauh dari Malika, berjalan menuju lemari pakaian.
*
*
*
Tak lama setelah Malika kembali ke mansion belakang, Sofia dan Albert langsung menghampirinya.
“Lika, kau baik-baik saja?” Albert langsung memeriksanya dari kepala hingga kaki. “Apa Tuan Muda melakukan sesuatu padamu?”
“Iya, katakan saja ke Pamanmu, Lika. Apa pun yang terjadi, jangan ada yang ditutupi,” tambah Sofia dengan wajah begitu tegang.
Malika berdiri dan merentangkan tangan serta kaki, meregangkan otot-otot yang kaku karena terlalu lama berdiri dan berputar-putar.
“Lika baik-baik saja. Tuan Muda hanya menyuruh Lika menyanyi, kok. Padahal Lika pikir Lika akan di hukum,” jawab Malika.
Albert dan Sofia saling pandang.
“Menyanyi?” ulang mereka bersamaan.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah mansion Frederick, Alexander Frederick tidak melakukan apa-apa pada seseorang yang melanggar aturan, selain menyuruhnya menyanyi.
Dan itu hanya berlaku pada satu orang, Malika.
Malika buru-buru masuk ke kamarnya sambil menghela napas panjang.
“Pumpkin, Lika kembali,” panggilnya pelan.
Kucing kecil itu berlari menghampirinya, mengeong manja. Malika langsung menggendongnya tinggi-tinggi.
“Pumpkin, kau tahu tidak, hampir saja Lika digulingkan dari tangga oleh Tuan Muda!” rengeknya.
Pumpkin hanya mengeong pendek, seperti tidak peduli.
Malika memeluknya erat.
“Tapi, Pumpkin, Lika takut satu hal. Lika merasa Tuan Muda ingin melakukan sesuatu padamu. Apalagi saat Lika tadi menyebut namamu. Dia langsung marah dan mengusir Lika keluar.”
Pumpkin mengeong lagi.
“Pumpkin, sepertinya kau dalam bahaya,” ucapnya dramatis sambil mengusap kepala si kucing.
Wajah gadis itu tiba-tiba memerah karena malu mengingat Alex. Ternyata, tuan mudanya tak sekejam yang orang pikirkan, setidaknya tidak pada Malika.
“Tuan muda aneh,” gumamnya sembari menyembunyikan wajahnya di balik bantal.
malika dan Leon cm korban😄🤣