Suami Pinjaman

Sementara Andin sedang menikmati kebahagiaan nya di tempat lain seperti nya akan terjadi perdebatan yang sengit.

" Hei, apa dia sudah pergi, tolong bantu lepas ini dong, ini tidak nyaman "

Bukannya di bantu, Ia malah pergi meninggalkan temannya berusaha seorang diri.

" Lepas sendiri, dasar tidak berguna "

Meskipun tahu bahwa dirinya hanya di permainkan tapi tidak ada rasa penyesalan sedikit pun di hatinya, Ia rela menderita, namun sayang orang yang Ia perjuangkan tidak pernah peka atas perasaan nya.

Ponsel Andin berdering, Ia segera memeriksanya dan ternyata itu adalah dari Ivan.

" Hai sayang "

Ivan langsung menyapa Andin ketika wajah Istrinya terpampang disana.

" Hei, kenapa wajahnya, cemberut gitu. Apa ada masalah disana sayang " Tanya Ivan was was.

Andin menggeleng

" Mas kenapa nelpon " Tanya Andin

" Ya karena Mas merindukanmu sayang, kamu baik baik saja kan " Tanya Ivan khawatir.

" Aku, aku baik baik saja Mas. Oh ya Mas, aku boleh ijin nggak "

" Tentu saja boleh dong sayang, mau ijin apa "

Andin menarik nafas berat

" Besok aku mau membeli keperluan Baby "

Ivan menepuk jidatnya sendiri, Ia lupa untuk membeli perlengkapan bayi mereka. Kenapa dia bisa lupa padahal kehamilan Istrinya sudah memasuki delapan bulan dan sebentar lagi akan waktunya bersalin.

" Tunggu Mas pulang saja ya baru kita beli semua keperluan nya sama sama "

Andin terpaksa mengalah karena tidak baik pergi kemana mana tanpa ijin suami.

" Baiklah Mas "

...----------------...

Jam empat dini hari Andin terbangun dengan peluh membasahi tubuhnya, Ia merasakan nyeri yang hebat dan itu tiba-tiba. Rasa sakit yang tidak tertahan, hingga membuatnya kesusahan untuk melangkah.

" Bik ~ Bibik " Panggil Andin berulang ulang.

Andin mencari ponselnya yang kebetulan Ia letakkan di atas kepala, Ia menghubungi nomor suaminya namun tidak aktif.

" Duh sakit " Rintih Andin

Ia kembali mengklik nomor yang lain namun tidak terhubung.

" Bibik kemana sih, kok ponselnya nggak aktif "

Akhirnya Andin menghubungi Bunda nya, panggilan pertama terlewat. Ia menghubungi kembali dan langsung tersambung.

" Iya sayang, ada apa "

" Bunda ! " Rintih Andin tertahan.

" Sayang, kamu kenapa, dimana orang rumah " Diana mulai panik.

" Andin sakit perut Bun, Mas Ivan belum pulang, nomor Bibik tidak aktif. Andin tidak bisa jalan, ini sakit sekali Bunda "

Mendengar itu Diana langsung melompat dari ranjangnya dan menarik kaki suaminya, Ia panik sampai tidak bisa berpikir jernih.

" Mas bangun, buruan. Anak kita mau melahirkan dan tidak ada siapa pun di rumah "

Haris pun sama, mereka langsung panik bahkan tidak memperhatikan apapun lagi. Hanya ponsel dan kunci mobil yang mereka bawa.

Bunyi mobil menderu dengan sangat nyaring karena Haris melajukan mobilnya dengan sangat cepat. Tidak butuh waktu lama mereka sudah tiba disana, Haris mengetuk pintu namun tidak ada yang mendengarnya.

" Bunda, Andin tidak bisa membuka pintunya, Andin tidak bisa bergerak "

Tanpa pikir panjang Haris langsung mendobrak pintu depan, dobrakan kedua pintu itu langsung lepas dari tempatnya, bukan hanya terbuka tapi hancur.

" Ayo Mas, buruan "

Haris melakukan hal yang sama dan alhasil pintu depan dan kamar hancur.

" Ayo sayang "

Haris langsung menggendong putrinya membawa kedalam mobil untuk di larikan ke rumah sakit. Mereka tidak peduli yang lainnya, yang ada di benak mereka bagaimana Putri mereka bisa tiba di rumah sakit dengan selamat.

Andin langsung di masukkan ke dalam ruang bersalin, dan Dokter langsung turun tangan memeriksanya.

Diana mondar mandir seperti setrikaan, Ia tidak sadar bagaimana kondisinya saat ini. Baru ketika Ia merasakan dingin akhirnya Ia sadar bahwa yang Ia kenakan saat ini adalah baju tidur transparan.

" Mas, sayang ! lihat pakaian ku " Bisik Diana.

Haris langsung melotot menyadari barang berharga nya tidk tertutup dengan sempurna.

Tanpa pikir panjang Haris mengambil salah satu selimut yang berada disana dan menuntupkannya pada tubuh Istrinya.

" Bik Ratih, cepat ke rumah sakit kasih Bunda, bawa pakaian untuk Nyonya "

Haris yang berinisiatif langsung menghubungi art nya yang alhamdulillah langsung tersambung.

Jam lima pagi Ivan tiba di rumahnya, Ia yang ingin memberi kejutan pada Istrinya karena pulang lebih awal malah dirinya yang terkejut.

Ia menemui pintu depan yang rusak, terlepas dari henselnya. Karena panik Ia langsung berlari kedalam dan kembali terkejut karena pintu kamar juga mengalami nasib yang sama.

" Ada apa ini, dimana Andin. Kenapa pintu hancur semua "

Ivan berlari keluar dan mengetuk pintu art nya. Pelayan rumah itu keluar dengan mengucek matanya karena mengantuk.

" Pak ~ Pak Ivan " Seru Bibik terkejut.

" Dimana Andin "

" Di kamarnya Pak " Jawab Bibik.

" Kalau ada aku tidak akan bertanya, coba kalian keluar dan lihat kekacauan di luar sana. Kenapa kalian sampai tidak tahu. "

Bibik langsung membangunkan suaminya dengan panik dan keduanya langsung terkejut melihat Pintu depan dan kamar hancur.

" Maaf Pak, kami benar-benar tidak tahu, maafkan kami "

Ivan berusaha meredam kemarahannya, Ia menghubungi ponsel Istrinya namun ternyata bunyinya ada di rumah itu.

Ia kembali menghubungi nomor Bunda Diana dan langsung tersambung.

" Assalamu'alaikum Bun, Bunda ada dimana, apa Bunda bersama Istriku "

Diana yang ingin marah akhirnya mereda ketika mendengar Ivan menyebut Andin dengan sebutan Istriku.

" Baik, aku akan kesana Bun " Ucap Ivan ketika mendengar kabar dari Diana.

Ia menyesal tidak mempersiapkan semuanya, sampai melahirkan tanpa perlengkapan apapun.

" Bagaimana keadaannya Bun " Tanya Ivan ketika tiba disana.

" Belum tahu pasti, Dokter masih menanganinya di dalam, kita berdoa saja semoga Andin dan juga calon bayinya baik baik saja "

Ivan semakin merasa bersalah, lagi lagi Ia biarkan Istrinya berjuang sendiri. Ia ingat bagaimana Andin meminta ijin membeli perlengkapan untuk kedua bayinya.