Hinata di titipkan pada keluarga Hashirama oleh ayahnya yang menghilang secara tiba-tiba.
Di sana, di rumah besar keluarga itu yang layaknya istana. Hadir empat orang pangeran pewaris tahta.
Uchiha Sasuke
Namikaze Naruto
Ootsutsuki Toneri
Kazekage Gaara
Akankan Hinata bisa bertahan hidup di sana?
Disclaimer : All Character belongs to Masashi Kishimoto. Namun kisah ini adalah original karya Author. Dilarang meniru, memplagiat atau mencomot sebagian atau keseluruhan isi dalam kisah ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vita Anne, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Anger
Hujan masih mengguyur sebagian kota hingga larut malam ini. Lampu kota yang biasa terlihat menawan mulai terlihat redup dari sini. Dari kamar dimana pemandangan indah biasa tersaji.
Naruto tengah memeluk Hinata yang terlelap dalam dekapan~nya yang hangat. Di atas ranjang mereka di sini, di Apartemen yang sudah beberapa minggu ini menjadi rumah bagi kedua~nya.
Syukurlah Hinata tidak demam atau sakit. Setelah gadis itu berjalan memecah deras~nya hujan di malam yang dingin. Dia segera tertidur ketika mereka tiba di sini tadi. Tanpa banyak bicara tentang apa yang terjadi sebelumnya.
Sesekali tangannya tergerak mengusap helai-helai anak rambut di dahi sang istri. Naruto begitu khawatir. Ponsel Hinata yang di luar jangkauan~nya tadi membuat dia segera pulang. Setelah usahanya mencari sang istri yang menghilang dari rumah sejak tadi membuahkan hasil.
Dia merasa mulai tenang sekarang. Meski dia masih merasa sangat marah atas apa yang terjadi pada Hinata. Sang istri pergi dari rumah keluarga Hashirama dengan keadaan kacau. Dia membelah derasnya hujan seorang diri untuk kembali padanya.
Naruto, Pria itu masih sibuk dengan pikiran~nya sendiri. Dia bahkan tidak bisa memejamkan mata~nya sedikitpun. Banyak tanya di kepalanya tentang kejadian apa yang membawa sang istri kembali ke sana, ke rumah Kakek.
Pria itu terus mendecak kesal dalam hati. Jika saja dia bisa bertindak sedikit kejam. Dia pasti akan segera datang pada keluarga Hashirama untuk mengkonfrontasi apa yang telah terjadi. Sayangnya, dia bahkan tidak bisa beranjak sedikitpun dari atas ranjang.
Sang istri tertidur dengan terus memeluk perpotongan pinggang~nya. Seolah menahan langkah~nya agar tidak pergi kemanapun.
Dia akan menahan nya kali ini. Naruto akan bersabar sebentar lagi.
...°°°...
Hinata menggerakkan tangan~nya pada ruang kosong di sebelahnya. Dia menyadari bahwa pria itu tidak ada di sana. Hinata membuka mata~nya yang berat secara perlahan. Hinata mendesah lega. Dia bersyukur dia telah kembali ke kamarnya bersama Naruto yang kini telah menjadi suaminya.
Gadis itu menghembus nafas lelah dengan posisinya yang masih berbaring di atas ranjang. Mengingat apa yang terjadi kemarin membuat dia begitu takut.
"Kau sudah bangun?" Sebuah senyum lebar menyambut matanya yang masih sayup. Dia sang suami. Suara bariton Naruto tidak pernah terdengar begitu menenangkan baginya seperti pagi ini.
Pria itu tengah mengancingkan lengan kemeja putihnya pagi ini. Dia sudah bersiap untuk pergi ke kantor yang sudah menjadi rutinitas nya lagi beberapa hari ini.
"Aku sudah menyiapkan sarapan untuk mu di meja makan." sambungnya lagi.
Hinata bangkit perlahan seraya mengangguk pelan. Dia tersenyum lebar sembari menyandarkan tubuhnya pada punggung ranjang. Sakit di kepalanya mulai reda. Dia bersyukur, dia masih bisa mendengar suara pria itu yang bicara di sisi~nya saat ini.
Naruto menghampiri sang istri. Pria itu mengusap pipi hinata yang hangat dan mengecup dahi sang istri dengan lembut.
"Bagaimana perasaan mu? Apa sudah membaik? Apa kita perlu ke rumah sakit?" Tanya Naruto dengan senyum lebar dan suaranya yang pelan.
Hinata membalas senyum itu dengan sebuah senyum tipis yang mencapai kedua matanya yang sayup. Dia menangkup tangan pria itu di pipinya. Menyematkan ke dalam dada~nya dan memeluk lengan pria itu perlahan.
"Aku baik-baik saja, Perasaan ku sudah membaik. Aku punya dokter di sini. Aku tidak butuh rumah sakit atau apapun. Aku hanya butuh suami ku." Ucap gadis itu seraya kembali memejamkan mata~nya. Merasakan kehangatan tangan pria itu yang tersemat di dadanya. Seolah Naruto memegang kendali atas jantungnya.
Hinata tidak tahu kapan pastinya semua di mulai dulu. Yang dia tahu. Saat ini, dia sudah jatuh cinta pada pria yang kini menjadi suaminya itu. Dia tidak ingin siapapun memisahkan dia dan Naruto. Bahkan, kenyataan yang baru dia dengar kemarin tidak bisa mengalahkan perasaannya untuk pria itu.
Meski Hinata merasa sangat bersalah sekarang. Meski dia belum bisa berkata apa-apa pada Naruto. Dia hanya berpikir ini bukan waktu yang tepat untuk bercerita panjang lebar mengenai kejadian kemarin.
Naruto terkekeh pelan. Melihat apa yang hinata lakukan. Meski ada seribu tanya di kepalanya. Dia mencoba untuk tetap tersenyum. Dia memilih untuk tidak bertanya pada Hinata. Dia tidak ingin gadis itu kembali mengingat apa yang terjadi kemarin yang mungkin saja bisa membuat perasaannya memburuk.
"Aku bukan dokter kandungan jika kau lupa!"Sahut pria itu."Kau harus tetap di periksa untuk memastikan keadaan kalian di sini. Aku akan kembali saat makan siang untuk menjemput mu. Kita harus mengunjungi rumah sakit." Sambung Naruto lagi seraya mengusap perut rata hinata dengan lembut dan kemudian dia mengusuk pucuk kepala sang istri.
Hinata mengangguk patuh. Dia akan menurut pada apa yang sang suami katakan sekarang. Dia tidak akan pergi lagi dari rumah diam-diam. Dia tidak akan melakukan kesalahan itu lagi.
"Aku harus pergi ke kantor sekarang. Apa kau akan baik-baik saja jika aku meninggalkan mu sendiri di rumah?" Naruto berpikir sejenak."... Apa aku harus kembali mengambil cuti ku lagi? Bagaimana?" Tanya pria itu pada Hinata.
Hinata terkekeh.
"Tidak! Pergilah, Aku akan baik-baik saja di rumah. Banyak pekerjaan yang harus kau selesaikan. Aku telah membuat Kakek kehilangan salah satu cucu~nya. Aku tidak ingin dia juga kehilangan salah satu CEO Perusahaan terbaik~nya."
"Kau pandai bicara!" Sahut Naruto seraya menyembunyikan senyum di sudut bibir~nya."... Aku akan kembali saat makan siang nanti. Aku sudah membatalkan jadwal sore ini karena kita harus mengunjungi dokter kandungan nanti. Setelahnya, aku hanya ingin kita bersantai berdua di rumah. Bagaimana?" Tanya Naruto seraya menempelkan keningnya pada dahi Hinata.
Hinata mengangguk antusias seraya tersenyum lebar. Matanya bergetar bahagia. Menatap mata sebiru lautan itu di depan matanya. Membuat dia tidak bisa berkata-kata. Seperti biasa, seolah sebuah mantra. Dia kembali tenggelam hingga ke dasar tanpa dia tahu bagaimana cara untuk kembali.
Naruto mengecup bibir peach Hinata dengan sekali lumatan yang cukup dalam namun lembut. Pria itu tersenyum setelah melepas tautan~nya seraya kembali mengusap rambut gadis itu dengan lembut. Sebelum akhirnya dia bangkit.
"Aku pergi! Jangan keluar seorang diri lagi atau menerima tamu di rumah ini kecuali jika itu adalah aku! Ingat!" Ucapnya.
"Kau pemilik rumah ini Tuan Namikaze!" Sahut Hinata. Dia terkikik atas sikap possesif sang suami.
"Dan juga pemilik mu dan calon malaikat kecil yang ada di sana. Jadi, menurutlah mulai sekarang Nyonya Namikaze! Jangan terus membuat ku khawatir!" Sahut Naruto lagi dengan suara~nya yang dia buat sedingin mungkin. Meski jelas, pria itu gagal karena wajah Hinata yang terlihat menggemaskan membuatnya tidak bisa bersikap dingin lagi.
Naruto segera mengambil jas di dalam lemari di kamar~nya. Sebelum dia berubah pikiran untuk tetap di rumah dan mengunci diri bersama Hinata di kamar mereka.
"Siap laksanakan Tuan!" Sahut Hinata seraya terkikik geli.
Dia tidak akan melakukannya lagi. Setidaknya untuk saat ini.
...°°°...
Naruto, pria itu berjalan memasuki rumah dengan wajah serius. Pagi ini, sebelum dia berangkat ke kantor. Dia menyempatkan diri untuk kembali ke rumah keluarga Hashirama.
Langkah kakinya yang berjalan dengan tegap membuat aura dingin tercipta di sekitarnya. Dia bahkan tidak perduli dengan beberapa pelayan yang menyapa nya sejak dia tiba.
Dia hanya merasa perlu menyampaikan tujuannya kembali ke rumah ini. Setelah apa yang terjadi kemarin. Mereka hampir saja melukai sang istri dan calon bayi~nya.
Nyonya Mizuke menghampiri Naruto yang melewati ruang tengah rumah besar itu.
"Tuan Naruto! Selamat datang kembali!" Ucap wanita itu seraya menunduk pelan.
"Nyonya Mizuke, Dimana Kakek dan Sasuke!"Tanya Naruto tanpa basa basi.
"Tuan Hashirama sedang kurang sehat! Beliau sedang beristirahat di kamarnya! Tuan Sasuke sudah berangkat ke rumah sakit sejak pagi sekali. Tuan Sasuke ada jadwal operasi." Sahut Nyonya Mizuke, sebelum akhirnya wanita itu menghampiri Naruto dan memegang lengan pria itu dengan wajah khawatir."Bagaimana kondisi Nona Hinata?" sambung wanita itu lagi dengan suara pelan.
"Apa dia terluka?" Potong suara dari lantai dua rumah itu. Sebelum Naruto sempat menjawab pertanyaan Nyonya Mizuke.
Toneri menuruni tangga dengan tergesa. Di segera menghampiri Naruto dan bicara pada~nya dengan wajah kesal.
"Seharusnya dia tetap di sini! Kenapa kau membawanya pergi? kau Mungkin saja melukai~nya." Sambung pria itu lagi.
"Apa kau menyukainya?" Tanya Naruto datar seraya menatap tajam sang adik dengan tatapan dingin."... Menyukai istri ku?"
Toneri mengerutkan dahinya.
Apa dia tidak salah dengar barusan?
Pria itu terkekeh dengan wajah bodoh seolah apa yang dia dengar barusan hanya sebuah lelucon yang bahkan tidak lucu untuk di dengar.
"Apa maksudnya? Ha.. Ha..! Aku salah dengar kan?" Tanya Toneri dengan tawa sumbang~nya.
Naruto memilih untuk mengabaikan~nya dan beranjak pergi menuju sang Kakek. Dia tidak ingin membuang waktu lagi. Kepala~nya sudah begitu sakit menahan semua.
Pria itu meninggalkan Toneri yang hanya terpaku menatap langkah kakinya yang semakin menjauh.
Toneri tahu, Naruto bukan pria yang suka bicara omong kosong.
Dia mengerutkan keningnya. Namun, dia tetap tidak bisa menerima apa yang baru saja dia dengar.
Apa benar yang pria itu katakan tadi?
...°°°...
Naruto memasuki kamar Kakek yang tengah duduk di sofa seraya memijat pelipis~nya dan mendesah lelah.
Entah sudah berapa kali dia melakukannya. Pria tua itu tidak henti-hentinya melakukan kegiatan ini sejak beberapa hari yang lalu.
Suara pintu yang terbuka perlahan membuat kakek mengalihkan pandangannya pada sumber suara berasal. Di sana, di ambang pintu kamarnya. Ada Naruto yang berjalan perlahan dengan kemarahan di wajahnya.
"Apa Kakek akan terus melakukan~nya?" Tanya Naruto tanpa memberi salam atau kata-kata yang lebih baik. Dia bicara dengan suara pelan yang dalam. gigi-giginya bergemertak menahan kesal."... Aku, terus menahannya sejak dulu! Aku terus mengalah dan menurut! Aku melakukan semua yang Kakek inginkan! APA AKU BUKAN CUCU MU?" Pekik pria itu dengan mata merah menahan air mata kemarahan yang sudah meluap di sana.
Kakek menelan ludah serat. Pria tua itu menatap Naruto yang berdiri di depan~nya. Dia tidak bisa berkata-kata. Apa yang cucunya katakan memang benar. Naruto adalah cucu yang selalu mengikuti perintah~nya dan Dia tidak pernah mengecewakan Segala yang Kakek inginkan dari~nya.
Dia juga tahu pria itu begitu marah dengan semuanya. Meski dia telah berusaha bersikap adil.
Pada akhirnya dia akan tetap melukai salah satu di antara kedua cucunya kan?
Kakek kembali menangkup dahi yang terasa sakit dengan sebelah tangannya.
"Aku Mohon...! Berhentilah melakukan ini! Aku menerima saat kau meminta ku untuk berhenti menjadi apa yang ku inginkan! Aku menurut bahkan saat kau bilang aku harus menyerah dan mengalah saat aku merasa aku mampu dan bisa! Aku mohon... Aku, tidak akan melakukan itu lagi! Aku akan menjalani hidup ku sendiri bersama Hinata dan calon bayi kami."
Kakek menoleh, kedua alis pria tua itu tertaut mendengar kata-kata terakhir sang cucu. Wajahnya yang terdiam menyiratkan tanda tanya di sana.
'Apa Hinata tengah mengandung?'
"Ya!"Sahut Naruto lagi seolah membenarkan isi kepala Kakek."... Kau telah melukai istri dan calon bayi ku kemarin." Desis pria itu dengan suara beratnya yang nyalang. Sebelum akhirnya dia pergi dari sana meninggalkan sang kakek yang bahkan tidak bisa berucap sepatah katapun.
...°°°...
Naruto kembali melewati ruang tengah dimana Toneri sedang menunggu~nya di sana. Dia sengaja menunggu sang kakak untuk meminta penjelasan atas kata-kata pria itu sebelumnya.
Sedangkan Naruto, dia hanya berjalan tanpa menoleh lagi. Dia akan pergi dari sini. Meski dia adalah cucu Kakek. Dia akan belajar menjadi orang lain mulai sekarang. Dia ingin melepas semua sakit yang dia rasakan di rumah ini.
"Oniichan!" Gaara berlari dan memeluk Naruto seraya mengusap kepala sang kakak."... Apa kau baik-baik saja? Bagaimana kabar mu?"Tanya~nya dengan wajah khawatir.
Naruto melepas pelukan Gaara seraya mengangguk.
"Jaga dirimu baik-baik! Menurutlah pada kakek! Bantu pekerjaan~nya dan jaga dia di sini. Datanglah pada ku jika kau membutuhkan bantuan."Ucap Naruto sembari mengusuk kepala sang adik bungsu.
Gaara mengangguk dengan wajah sedih.
"Apa gadis itu baik-baik saja?" Tanya~nya lagi.
"Aku akan menjaganya! Jangan khawatir." Sahut Naruto."... Kalian akan punya keponakan nanti." Sahut pria itu lagi.
Gaara maupun Toneri membulatkan matanya dengan mulut terbuka dan wajah terkejut.
"APAAA?!!"
...°°°...
Sebuah pesawat International mendarat sore ini.
Langkah kaki jenjang itu berjalan dengan anggun di sertai dengan kilatan lampu sorot kamera yang tidak hentinya mengikuti kemana dia melangkah.
Wajah~nya yang luar biasa dan Tubuh langsing nya menegaskan bahwa dia bukan orang biasa.
Ada puluhan wartawan menunggunya di sertai sorakan dari beberapa orang yang menanti kedatangan~nya sore ini.
Gadis itu membuka kaca mata yang tersampir di wajah cantiknya seraya tersenyum lebar pada semua orang yang ada di sana.
'Aku kembali!'
Bisiknya dalam hati.
To be continued