Setelah Duke menyingkirkan semua orang jahat dari keluarga Moreno, Caroline akhirnya menjadi pewaris sah kekayaan keluarganya. Tak ada yang tahu bahwa Duke-lah dalang di balik kejatuhan mereka.
Ketika semua rahasia terbuka, Duke mengungkapkan identitas aslinya sebagai putra Tuan William, pewaris kerajaan bisnis raksasa. Seluruh keluarga Moreno terkejut dan dipenuhi rasa malu, sementara Caroline sempat menolak kenyataan itu—hingga dia tahu bahwa Duke pernah menyelamatkannya dari kecelakaan yang direncanakan Glen.
Dalam perjalanan bersama ayahnya, Tuan William menatap Duke dan berkata dengan tenang,
“Kehidupan yang penuh kekayaan akan memberimu musuh-musuh berbahaya seumur hidup. Hidup di puncak itu manis dan pahit sekaligus, dan kau harus bermain dengan benar kalau ingin tetap berdiri kokoh.”
Kini Duke mulai mengambil alih kendali atas takdirnya, namun di balik kekuasaan besar yang ia miliki, musuh-musuh baru bermunculan —
Pertanyaannya siapa musuh baru yang akan muncul disinii?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZHRCY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENJELASAN AMARA
Pukul tujuh lima belas pagi, Caroline turun ke bawah dengan pakaian kerjanya, dan ketika ia masuk ke ruang makan, dia melihat Tuan Sean.
“Selamat pagi, ayah,” kata Caroline dengan mata yang berbinar.
“Oh, sayangku. Kemarilah dan duduk. Aku tahu betapa kau dan Duke menyukai masakanku, dan setelah apa yang kalian berdua lalui selama pesta itu, aku pikir akan menyenangkan kalau aku mampir hari ini dan menyemangati kalian dengan makanan.” Ujar Tuan Sean dengan gembira sambil menarik kursi untuk Caroline.
Setelah duduk, Caroline menatap ayahnya, tersenyum hangat, dan berkata, “Ini kejutan yang menyenangkan, ayah. Terima kasih, aku yakin Duke akan menyukainya sama sepertiku.”
Saat itu, Duke masuk ke dalam ruangan, dan ketika Caroline melihatnya, wajahnya bersinar penuh semangat sambil berkata, “Sayang, ayah membuatkan hidangan favoritmu.”
Untuk sesaat, senyum tipis muncul di bibir Duke. Namun, ekspresinya segera berubah serius saat dia menatap Tuan Sean dengan nada menyesal dan berkata, “Aku minta maaf, tapi aku harus pergi sekarang juga.”
Mengetahui bahwa Duke tidak akan menolak makanannya jika bukan karena urusan penting, Tuan Sean dengan ceria berkata, “Tidak perlu minta maaf, aku mengerti, Nak. Kurasa hari ini hanya aku dan menantuku saja yang akan menikmati masakanku.”
Merasa lega karena perasaan ayahnya tidak tersinggung, Duke berjalan mendekati Caroline, mengangkat dagunya, lalu mencondongkan tubuh untuk mencium bibirnya lembut.
Setelah itu, dia menatap mata Caroline yang penasaran dan berkata, “Scar mendapat terobosan dalam penyelidikannya tentang Earl, dan aku akan menemuinya.”
“Benarkah? Itu luar biasa!” kata Caroline berseri-seri.
Kemudian ia melihat Duke tersenyum padanya sebelum berbalik untuk pergi. Namun, di saat itu Caroline menggenggam jarinya dan berbisik, “Berhati-hatilah, ya?”
“Aku janji,” kata Duke tanpa menoleh.
Dia terdiam sejenak ketika merasakan Caroline perlahan melepaskan genggamannya.
Beberapa detik berlalu dalam keheningan sebelum Duke akhirnya melangkah keluar dari ruangan dan menuju ke luar rumah.
Begitu K melihatnya berjalan menuju mobil, dia segera bergegas membuka pintu belakang.
Ketika Duke sampai di dekat K, mereka saling menyapa singkat sebelum Duke masuk ke mobil, dan pintu tertutup di belakangnya.
“Kemana, Tuan?” tanya Tuan Marcellus sambil memperhatikan cermin depan.
“Ke kasino,” gumam Duke.
Beberapa jam kemudian, Tuan Marcellus menghentikan mobil di depan ‘Kasino Bluemoon,’ dan Duke pun turun.
Dia menatap Scar yang berdiri di luar gedung dengan ekspresi bersemangat.
Begitu Duke dan K sampai di dekat Scar, pria itu langsung menyapa Duke dengan sedikit membungkuk sebelum mengikuti di belakangnya menuju ke dalam gedung.
Ketika mereka tiba di ruang pribadi di lantai atas, Duke menatap Scar dan berkata, “Tunjukkan apa yang kau dapatkan.”
“Baik, ini butuh banyak penggalian, tapi inilah hasilnya!” kata Scar dengan bangga sambil membuka kain hitam yang menutupi papan berdiri.
Ekspresi kebingungan muncul di wajah Duke sebelum Scar menjelaskan, “Ini adalah daftar nama orang-orang yang menerima sejumlah besar uang dari rekening bank yang tidak dikenal yang berhasil aku lacak terhubung ke asisten pribadi James.”
“Mereka semua perempuan,” ucap Duke sambil mengerutkan kening karena ia sudah bisa menebak arah pembicaraan ini.
“Benar! Tapi aku menggali lebih dalam, dan semua wanita ini memiliki satu kesamaan — mereka semua pernah berinteraksi langsung dengan James Earl, bukan asistennya.”
“Apakah kau tahu tentang apa interaksi mereka?”
Sambil tersenyum gugup, Scar menggaruk belakang kepalanya dan menjawab, “Yah, aku mencoba berbicara dengan salah satu wanita itu. Tapi dia tidak mau berbicara denganku. Aku rasa dia takut padanya.”
“Kalau dia takut bicara, berarti apapun interaksi mereka, itu bisa menghancurkan Earl,” kata Duke sambil berpikir sejenak.
Lalu dia menatap tajam ke arah papan nama itu dan berkata pelan, “Kau harus berbicara padanya lagi.”
“Tapi, Tuan. Dia sulit sekali diajak bicara waktu terakhir kami bertemu.”
“Itulah sebabnya, kali ini kau tidak akan melakukannya sendirian.”
Butuh beberapa detik sebelum Scar menangkap maksud Duke. Kemudian dia tersenyum gugup dan berkata, “Baik, Tuan. Tapi kita harus menunggu sampai malam. Dia bekerja sebagai penari di sebuah klub.”
“Benarkah,” gumam Duke dengan nada sedikit frustasi.
“Ada masalah, Tuan?”
“Tidak. Kirimkan aku lokasi dan waktunya, aku akan menemuimu di sana.”
Keheningan di ruangan itu tiba-tiba terpecah oleh nada dering ponsel Duke. Dia merogoh saku jasnya dan mengeluarkan ponsel.
Ketika melihat bahwa Amara yang menelepon, dia segera menjawab, “Selamat pagi, Nona Amara.”
“Selamat pagi, Tuan William. Aku ada di perusahaanmu, tapi aku diberi tahu kalau kau belum tiba. Aku ingin tahu apakah kau akan datang atau tidak.”
“Aku sedang dalam perjalanan.”
“Baik, aku akan menunggu.”
Setelah panggilannya dengan Amara berakhir, Duke menatap Scar, menepuk bahunya dengan lembut, dan berkata, “Kerja bagus.”
Meskipun Scar merasa sangat bersemangat mendapat pujian dari atasannya, dia menunggu Duke keluar dari ruangan sebelum mengepalkan tangan dan berseru pelan, “Yes!!”
Pukul sebelas siang, Duke tiba di ruangannya. Begitu dia duduk di balik meja, dia menelepon Braden dan memintanya mengizinkan Amara masuk.
Beberapa menit kemudian, pintu ruangan terbuka, dan Amara melangkah masuk lalu duduk di kursi kosong di hadapan Duke.
Setelah duduk, dia menatap Duke dan berkata, “Namaku Amara Sharpe. Aku anak tidak sah dari ayahku, dan yah, perusahaan NewWorld adalah hadiah dari ayah untuk ibuku. Istri sah ayahku tidak tahu tentang itu.”
Amara berhenti sejenak sambil memperhatikan wajah datar Duke. Lalu dia melanjutkan, “Itulah sebabnya dua pendiri NewWorld tidak diketahui publik, karena meskipun istri ayahku tidak tahu tentang perusahaan itu, dia tahu bahwa ayah memiliki keluarga kedua dan tahu siapa kami. Jadi…”
“Kalau nama kalian dikaitkan dengan perusahaan, dia akan tahu kebenarannya,” ucap Duke tanpa sadar.
“Benar. Dan sekarang setelah ayahku meninggal, istrinya mewarisi semua kekayaan, dan dengan kekuatan yang dia miliki sekarang, aku takut dia akan menuntut balas dendam, karena dia menyalahkan ibuku atas kehancuran pernikahannya.”
“Itu alasan yang cukup masuk akal untuk merahasiakan identitasmu. Tapi kenapa kau melibatkan aku?”
“Kau memukuli James Earl dan tidak terjadi apa-apa padamu. Dengan pria seperti kau sebagai rekanku, bahkan istri ayahku tidak akan berani menyerang aku atau NewWorld.”
“Jadi kau memanfaatkan aku?”
Keheningan langsung menyelimuti ruangan. Mereka saling menatap sebelum Amara menghela napas dan berkata, “Ya. Aku tahu itu memalukan, tapi aku putus asa. Tapi itu hanya salah satu alasanku memilihmu.”
“Aku rasa aku sudah cukup mendengarnya,” ucap Duke dengan tenang.
Dengan sedikit rasa takut di matanya, Amara menatap wajah datar Duke, menunggu reaksinya.
“Perusahaan NewWorld adalah bisnis yang berkembang pesat, dan aku melihat potensi di dalamnya. Jadi, aku akan menerima tawaran kerja sama antara kau dan aku,” kata Duke datar.
“Apa!” seru Amara terkejut.
Kemudian ia menggeleng pelan dan berkata, “Kau benar-benar mau melakukannya?!”
“Tentu saja. Aku menyukai kejujuran dari orang yang bekerja denganku. Karena kau sudah memberikannya, aku tidak melihat alasan untuk menolak.”
Untuk sesaat, Amara menatapnya dengan ragu, lalu berpikir dalam hati, ‘Orang gila itu benar-benar dalang yang hebat. Dia bahkan bisa membuat orang sekeras Duke William percaya pada kebohongan seperti itu. Mungkin aku harus mulai lebih mendengarkan dan berhenti memberontak nya.’