Di kehidupan sebelumnya, Nayla hidup dalam belenggu Adrian.
Tak ada kebebasan. Tak ada kebahagiaan.
Ia dipaksa menggugurkan kandungannya, lalu dipaksa mendonorkan ginjalnya kepada saudari kembarnya sendiri—Kayla.
Ia meninggal di atas meja operasi, bersimbah darah, dengan mata terbuka penuh penyesalan.
Namun takdir memberinya kesempatan kedua.
Di kehidupan ini, Nayla bersumpah: ia tidak akan jatuh di lubang yang sama.
Ia akan membuka topeng dua manusia berhati busuk—mantan kekasih dan saudari tercintanya.
Namun kali ini... apakah ia bisa menang?
Atau akan ada harga baru yang harus ia bayar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julie0813, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23: Penyelidikan
Kayla merasa muak mendengarnya. Bukankah orang itu bilang, begitu obatnya diminum, korbannya akan langsung kehilangan kesadaran dan bisa diperlakukan sesuka hati?!
Tapi meski Kayla kesal setengah mati, wajahnya tetap harus berpura-pura tenang, menunjukkan kepedulian dan empati pada Nayla.
“Sepertinya Adrian-lah yang akhirnya menyelamatkan Nayla... tapi apakah dia akan mencurigai sesuatu?” pikir Kayla dengan cemas.
“Nay, terus Adrian bilang apa? Dia nggak ngomong soal orang yang bawa kamu pergi semalam? Siap orang itu jahat banget sih , kok bisa-bisanya nyakitin adik kesayangan Kayla!” ucap Kayla dengan nada prihatin.
“Aku nggak tahu apa yang terjadi sama orang itu, Adrian juga nggak bilang apa-apa. Oh ya, Adrian bilang aku harus menjauh dari Kakak. Tapi kenapa ya? Kakak kan baik banget sama aku... Aku nggak setuju, mana mungkin aku bisa melakukan itu.” jawab Nayla polos.
Kayla langsung merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Meskipun bibirnya tetap memuji Nayla yang bersikap “benar”, dalam hati dia mulai mencari cara untuk sepenuhnya menyingkirkan kecurigaan dari dirinya.
Tapi kenapa ya... perasaan ini seperti sedang dijadikan bahan lelucon?Apa cuma perasaanku saja?
---
Lantai tiga, ruang kerja.
“Gimana hasilnya? Sudah tahu siapa pelakunya?” Suara Adrian terdengar datar dan dingin. Dia sangat tidak ingin menemukan sesuatu…Namun semuanya tetap harus diungkap dengan jelas.
“Rekaman CCTV menunjukkan kalau jus yang diminum Nona Nayla memang dipesan sendiri olehnya. Saat Nona Kayla nyari Nona Nayla, dia sempat ditampar oleh Nona Nayla, lalu pergi dari tempat itu. Tapi, orang yang membawa kabur Nona Nayla baru muncul setelah Nona Kayla pergi. Tidak ada bukti langsung yang menunjukkan ada rencana tersembunyi. Pelaku mengaku bahwa dia hanya tergoda oleh nafsu sesaat.”
Suara pria di seberang sambungan telepon sempat terdiam sejenak sebelum melanjutkan,
“Bos, saya nggak tahu ini pantas disampaikan atau nggak... tapi ini cuma dugaan pribadi saya.”
“Katakan.”
“Baik. Meskipun kelihatannya semua hanya kebetulan… entah kenapa saya merasa terlalu banyak kebetulan yang terjadi. Tapi mungkin saja saya salah dan ini memang murni sebuah insiden.”
“Bos?” Karena tak mendengar balasan, pria itu mencoba memanggil pelan.
“Selidiki. Teruskan! Mulai dari pria yang sudah kita tangkap itu.” Suara Adrian kini berubah dingin dan mengandung aura mematikan.
Adrian tidak pernah percaya pada yang namanya kebetulan. Kalaupun ada, itu pasti sudah diatur.
"Siap, bos!" suara dari seberang telepon menjawab tegas.
Setelah menutup telepon, Adrian teringat bahwa Nayla dan Kayla masih berada di ruang tamu lantai bawah. Dia mulai bertanya-tanya dalam hati—apakah Nayla benar-benar mendengarkan peringatan yang baru saja dia katakan?
Saat Adrian melangkah sampai di tikungan lantai dua, suara Kayla terdengar cukup keras dari bawah—terlalu keras, seakan sengaja ingin didengar orang.
Langkah Adrian terhenti. Di sudut itu kebetulan ada tanaman hias besar yang cukup untuk menutupi tubuhnya. Ia diam dan memasang telinga.
"Nay, akhir-akhir ini kamu agak aneh ya. Dulu kamu suka banget sama Rayyan, sampai-sampai tiap detik maunya nempel terus sama dia. Sekarang kamu malah menjauh. Kamu lagi punya masalah ya? Cerita aja sama Kakak, biar Kakak bantuin."
Saat menyebut “masalah yang sulit diungkapkan”, Kayla melirik sekilas ke atas—jelas sebuah pancingan agar Nayla mengaku.
Nayla memandang ke atas sejenak, ekspresinya penuh keraguan dan kebingungan. Melihat itu, Kayla semakin yakin—umpannya mulai dimakan.
"Nay, jangan takut. Bilang aja sama Kakak... Kamu masih cinta sama Rayyan, kan? Cuma karena diancam Adrian makanya kamu pura-pura menjauh darinya?"
Wajah Nayla terlihat makin muram, ekspresinya rumit dan sedih.
Dulu, setiap kali Kayla berbicara seperti ini, Nayla pasti akan memandangnya dengan penuh kepercayaan dan mengikuti arah pembicaraan sesuai keinginan Kayla.
Kayla pikir hari ini pun akan seperti itu...