Kedamaian yang seharusnya bertahan kini mulai redup. Entitas asing yang disebut Absolute Being kini menjajah bumi dan ingin menguasai nya, manusia biasa tak punya kekuatan untuk melawan. Namun terdapat manusia yang menjadi puncak yaitu High Human. High Human adalah manusia yang diberkahi oleh kekuatan konstelasi kuno dan memakai otoritas mereka untuk melawan Absolute Being. Mampukah manusia mengembalikan kedamaian? ataukah manusia dikalahkan?. Tidak ada yang tahu jawaban nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyukasho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11: Pasca-pertempuran
Angin musim semi berhembus pelan di atas tanah bekas pertempuran itu.
Padang reruntuhan yang dahulu dipenuhi api dan darah, kini diselimuti kabut tipis, seolah bumi sendiri sedang berusaha melupakan tragedi yang baru saja berlalu.
Di tengah semua itu, sebuah perkemahan besar didirikan. Bendera-bendera sobek berkibar lemah di tiang-tiang darurat; para penyihir berjalan mondar-mandir, menyalurkan sihir penyembuhan ke para korban yang masih bertahan hidup. "Hanya lima puluh dari tiga ratus orang yang bertahan..." desis seorang ksatria tua dengan nada kesal, menatap ke tanah, tangannya mengepal.
Tenda utama,tempat Sho dan Aria dirawat, dijaga oleh ksatria dan penyihir yang tidak terluka parah. "Bagaimana kondisi mereka?" tanya seorang High Human berambut perak, matanya penuh kekhawatiran.
Penyihir penyembuh yang duduk bersila di tepi ranjang menggeleng perlahan. "Tubuh mereka... hampir hancur dari dalam. Mereka menghabiskan energi jiwa mereka untuk menghentikan monster itu." Ucap penyihir penyembuh itu dengan suara yang bergetar.
Seorang ksatria muda, yang wajahnya masih berlumur perban, mendekat dengan langkah berat. "Mereka masih muda... kita berhutang nyawa kepada mereka." Ucap ksatria muda tersebut sembari memperban tangan nya yang terluka.
Tak jauh dari sana, beberapa penyihir dan ksatria berkumpul di sekitar api unggun kecil. "Kau lihat tadi?" kata salah satu penyihir muda dengan suara gemetar.
"Saat makhluk itu meledak... langit sampai bergetar." Ucap penyihir muda yang berada di dekat api unggun.
"Ya... Dan lihat sekarang." Ksatria bertubuh besar menunjuk ke langit.
"Aurora muncul, itu aurora musim semi, pertanda bumi menerima pengorbanan mereka." Ucap Ksatria bertubuh besar.
Mereka semua memandang ke atas pita-pita cahaya kehijauan menari di angkasa, meski matahari belum sepenuhnya tenggelam. Pemandangan yang tidak biasa indah, namun penuh duka.
Di dalam tenda, Sho dan Aria masih terbaring dalam keheningan.
Keringat dingin membasahi kening mereka kadang tubuh mereka bergetar, seolah bertarung melawan mimpi buruk yang tak terlihat.
Persephone, dalam dunia bawah sadar Sho, terus membisikkan kata-kata penghiburan. "Tidurlah, Sho... Tidurlah, anak musim semi. Dunia ini akan menunggumu bangun." Bisik Persephone
Di sisi lain, Aria mendengar suara Apollo dalam lamunannya. "Jangan takut, Aria. Kau sudah menyalakan cahaya di tengah kegelapan. Waktumu untuk bersinar akan datang lagi."
Mereka tertidur selama 3 hari berturut-turut tanpa ada nya tanda-tanda bahwa mereka berdua akan bangun. Sementara itu, para penyintas tidak tinggal diam, mereka memanggil bala bantuan dan meminta kereta kuda dalam jumlah yang banyak. Beberapa ksatria ada yang disuruh pergi menuju Ibukota atau desa terdekat untuk mencari bala bantuan serta suplai makanan yang kian menipis.
Penyihir membuat lingkaran sihir di tanah, memurnikan tanah dari sisa-sisa energi kematian Absolute Being.
High Human beradaptasi dengan cepat mereka ada yang masuk kedalam hutan untuk berburu, beberapa ada yang membuat ramuan dari tanaman liar, membangun pelindung dari tanah, menggunakan sihir kecil untuk menyimpan makanan agar tetap awet. Meskipun luka-luka menganga di mana-mana, semangat mereka membara.
Pada malam ketiga, saat hujan gerimis mulai turun lagi, sebuah keajaiban kecil terjadi. Tubuh Sho memancarkan cahaya hijau lalu cahaya itu berubah bentuk menjadi api hijau, api tersebut menyelimuti tubuh Sho, jemarinya yang pucat mulai bergerak, menggenggam kain kasarnya.
"Komandan! inkarnasi Persephone seperti mulai sadar, namun ada api hijau yang menyelimuti tubuh nya..." seru seorang ksatria muda yang berjaga. Ia berlari keluar, memanggil komandan ksatria.
Tubuh Aria juga menggeliat, cahaya hari yang tadinya hujan kini mulai reda, cahaya matahari bersinar cerah. kelopak matanya berkedut sebelum perlahan terbuka. Sho memaksakan diri membuka matanya. Dunia tampak berputar, samar, tapi dia bisa melihat bayangan tenda, api unggun yang bergoyang ditiup angin, wajah-wajah penuh harap di sekelilingnya, serta dia melihat api hijau yang menyelimuti tubuh nya, dan mengobati nya secara perlahan-lahan.
Aria yang berada di sisinya bergumam pelan, "Sho... Kau di sini...?" Ucap Aria dengan nada lemah dan hampir tidak terdengar.
Dengan sisa tenaga, Sho mengulurkan tangannya, menyentuh jari Aria. "Ya aku ada disini... masih di sini." bisiknya, senyum kecil terbentuk di sudut bibirnya.
Para penyihir dan ksatria bersorak kecil, mereka benar benar bahagia karena kedua pahlawan yang telah menyelamatkan mereka kini sudah sadarkan diri. Sorakan ini dibuat sebagai penghargaan dikarenakan mereka berdua masih muda namun memiliki kekuatan yang sangat kuat.
Sho dan Aria tidak bisa bangkit. Mereka nyaris tak bisa berbicara. Namun kehadiran mereka yang hidup saja sudah cukup untuk membakar kembali harapan semua orang. Seorang penyihir pengintai yang bertugas di mengintai dari pegunungan tinggi segera berteriak, suaranya penuh kegembiraan, "BALA BANTUAN DATANG!" Teriak Penyihir itu dengan penuh sukacita.
Semua orang di perkemahan menoleh serempak. Dari arah utara, melintasi jalur hutan yang rusak, barisan panjang kereta kuda bermunculan, diiringi panji-panji berwarna biru tua dengan lambang burung phoenix, lambang keluarga kerajaan Vixen. Kereta-kereta itu beratap kanvas putih, dikawal puluhan ksatria kerajaan berpakaian zirah perak mengilap.
Suara lonceng kecil di pelana mereka berdenting nyaring, membelah udara pagi.
"Syukurlah bala bantuan telah datang..." bisik sang Archmage kepada dirinya sendiri, menjatuhkan tubuhnya ke tanah, seolah beban berat di pundaknya akhirnya terangkat.
Komandan ekspedisi bala bantuan, seorang wanita tinggi dengan rambut cokelat keemasan yang diikat ketat, turun dari kudanya dan segera menuju tenda utama. "Aku Komandan Shina salah satu dari 4 komandan utama di kerajaan!" serunya dengan sangat lantang.
"Atas perintah langsung dari Yang Mulia Raja, kami datang untuk mengevakuasi korban dan kembali ke Ibu Kota Vixen!" Ucap komandan Shina dengan suara penuh semangat.
Shina turun dari kuda nya dan berjalan menuju tenda yang ditempati oleh Sho dan Aria. "Siapa yang berada didalam tenda ini? mengapa penjagaan nya lebih ketat dibanding tenda lain." Tanya Shina kepada ksatria yang menjaga tenda Sho dan Aria.
Ksatria yang menjaga Sho dan Aria menundukkan kepala mereka dalam hormat. "Yang berada didalam tenda sini adalah masa depan umat manusia. Mereka berdua adalah High Human kuat yang memutar balikkan kondisi pertempuran yang hampir kalah." lapor ksatria muda tersebut.
Shina mengangguk, wajahnya serius. "Segera siapkan dua tandu khusus. siapkan penyihir terbaik. Pastikan sihir pelindung tetap aktif sepanjang perjalanan."
"Baik!!" Sahut para ksatria dan penyihir yang berada dibawah komando Shina.
Kereta-kereta itu mulai berbaris di pinggiran perkemahan.
Para ksatria luka-luka dibopong ke atas jerami tebal. Para penyihir membantu dengan mantra ringan, membalut luka, mengurangi rasa sakit.
Jeritan pelan dan erangan terdengar di sana-sini, tapi semua itu tenggelam di antara teriakan aba-aba dan derap sepatu logam para petugas bantuan. "Berapa banyak yang bisa kita bawa?" tanya seorang High Human yang membantu menyusun logistik, dia adalah tangan kanan komandan Shina.
"Kita bawa semua yang masih hidup." jawab Shina dengan nada tegas.
"Yang gugur... kita tandai. Nanti kirim tim penguburan dan penghormatan." Sambung Shina.
Di dalam tenda, Sho dan Aria hanya bisa menyaksikan dengan mata mereka yang masih berat.
Saat para ksatria mulai mengangkat mereka perlahan ke atas tandu, Sho sempat menggenggam tangan Aria sekilas. Genggaman yang lemah, tapi penuh makna. "Kita akan pulang..." bisik Sho, hampir tidak terdengar.
Aria hanya mengangguk lemah, matanya berkilat menahan emosi. Entah kenapa Aria dapat memahami apa yang Sho bicarakan meskipun tidak terdengar.
Perjalanan ke Ibu Kota dimulai. Sepanjang jalan, Sho dan Aria dibawa dalam satu kereta khusus yang dijaga ketat oleh ksatria elit. Suara roda kereta menghantam tanah basah terdengar seperti lagu sedih, hutan-hutan yang mereka lewati terasa sunyi, seolah ikut berkabung atas tragedi yang baru saja berlalu.
Di kejauhan, Ibu Kota Vixen mulai terlihat. Menara-menara megahnya berdiri anggun di bawah cahaya jingga matahari sore. Bagi Sho dan Aria, perjalanan ini bukan sekadar perjalanan pulang. Ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Dunia telah berubah, dan begitu pula takdir mereka.
Usai sampai di ibu kota Vixen, para pejuang yang terluka langsung dilarikan kedalam rumah sakit. Sho dan Aria berada didalam kamar yang sama. Tubuh mereka masih tidak bisa bergerak namun mereka sudah bisa berbicara. "Hei Aria, kita tim yang hebat kan?" Ucap Sho dengan nada bangga.
"Kau benar... seperti nya kita berdua ditakdirkan untuk bertarung bersama." Sambung Aria.
"Omong-omong, kau pernah bertanya soal Rika bukan?" Ucap Aria kepada Sho.
"Ya, aku pernah bertanya namun kau tidak menjawab nya. Jadi aku anggap bahwa kau tidak ingin membahasnya." Ucap Sho dengan nada yang santai.
"Rika sudah tiada, dia mati tertimbun reruntuhan rumah kami disaat pasukan Absolute Being menyerang Rivera." Jawab Aria dengan nada yang sedikit sedih.
"Ternyata begitu, maaf kalau aku sudah bertanya dulu." Ucap Sho berusaha menggaruk kepalanya namun tangan nya tidak bisa bergerak.
"Sepertinya kita akan berada disini dalam waktu yang lama..." Gumam Aria.
Sho menganggukkan kepalanya. "Mungkin aku bisa keluar dari sini lebih cepat darimu, namun aku tak ingin membuat tanaman yang berada diluar rumah sakit mati membusuk." Ucap Sho dengan nada santai.
"Ohh efek samping dari pemulihan api hijau ya!" Tanya Aria dengan nada antusias.
"Iya, kau benar, api hijau memiliki kekuatan penyembuhan yang sangat kuat, namun bergantung dengan energi alam. Jika kita berada di gurun pasir tandus mungkin saja api hijau ku tidak berguna" Jawab Sho dengan nada sedikit kecewa.
Mereka berdua pun berbincang-bincang tanpa henti meskipun hari sudah gelap, hubungan mereka berdua menjadi semakin dekat dan dekat. Mereka berdua tidak tahu bahwa dimasa depan mendatang mereka berdua akan berpisah untuk sementara.
Btw bagusss bangett, aku menunggu chapter berikutnyaa/Applaud//Applaud/
sayangg lioraa🫂🫂
peluk jauh untukmu sayanggg🫂🫂
Btw Aria cantik 08 berapa neng? /Smirk//Smirk/
Semangatt terus buat authornya yaaaa
Rasanya campur aduk kayak nasi uduk, aaaa aku ga bisa ngungkapin perasaan ku dengan kata' tapi yang pasti ini KERENNN BANGETTTTT
Oiyaa, semangat terus yaa buat authornyaa /Determined//Determined/