RINJANI (Cinta sejati yang menemukannya)
jani seorang gadis yang terlahir dari keluarga yang berantakan, dirinya berubah menjadi sosok pendiam. berbanding terbalik dari sikap aslinya yang ceria dan penuh tawa.
hingga jani bertemu dengan seorang pria yang merubah hidupnya, jani di perkenalkan dengan dunia yang sama sekali belum pernah jani ketahui,jani juga menjalin sebuah hubungan yang sangat toxic dengan pria itu.
Dapatkah Jani terlepas dari hubungan toxic yang dia jalani? atau Jani akan selamanya terjebak dalam hubungan toxic nya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AUTHORSESAD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PINDAH
Setelah drama cemburu yang Jani buat, kini mereka sudah sampai di halaman rumah sederhana milik Jani, Erlan membuka helmnya dan menaruhnya di atas tangki motor, seperti biasa tangan Erlan terulur membantu Jani menuruni motor, setelah itu Erlan juga membantu Jani melepas helmnya.
"Kenapa?" Tanya Erlan saat Jani tak kunjung masuk.
"Kelihatan nggak?" Jani menunjukan luka yang ada pada sudut bibirnya, dengan jari telunjuknya.
"Mana sini, coba aku lihat" Ucap Erlan menarik tangan Rinjani.
Rinjani mendekat pada Erlan dan mendongak sedikit, tangan Erlan menangkup wajah Jani, dengan gerakan ke kanan dan kekiri Erlan memindai wajah Jani. Seakan-akan dia sedang mencari sesuatu di wajah Jani.
"Nggak kelihatan kok" Ucap Erlan menatap wajah Jani.
"Beneran?" Jawab Jani merasa tidak percaya dengan ucapan Erlan.
Erlan tersenyum dan mendekatkan wajahnya pada wajah Jani, dengan lembut Erlan menempelkan bibirnya pada bibir Jani hingga membuat mata Jani membulat lebar.
Reflek tangan Jani memukul lengan Erlan, Jani hanya takut jika ibunya melihat apa yang di lakukan oleh Erlan tadi.
Plaaaakkkk.......!!!!
"Sakit Yang–" Erlan mengusap lengan tangannya yang di pukul oleh Jani. Padahal Erlan sama sekali tidak merasakan sakit sedikitpun dari pukulan yang di berikan oleh Jani
"Lagian kamu sih" Jani mengerucutkan bibirnya
"Aku cuma mastiin aja, masih ada luka nggak di bibir kamu"
"Itu sih emang modus kamu" Jani sedikit memberi jarak pada Erlan.
Erlan terkekeh "Udah–kalau nanti ibu kamu tanya sama luka di wajah kamu, aku bantu ngomong sama ibu kamu" Tangan Erlan mengusak puncak rambut Jani.
"Bener ya–" Jawab Jani dengan suara manja.
Erlan mengangguk dan tersenyum melihat tingkah Rinjani, Erlan sungguh sudah jatuh sejatuh-jatuhnya di bawah kaki Jani, bahkan sekarang hanya Jani yang menguasai dunianya.
Se cinta itu kamu sama Rinjani Erlan–
Jani lebih dulu masuk ke dalam rumahnya di susul dengan Erlan yang berjalan di belakang Jani, wajah Erlan nampak tenang dengan tatapan dingin dan tajamnya. Jani mempersilahkan Erlan duduk terlebih dulu, karena Jani tak melihat ibu atau adiknya saat ini.
"Kamu tunggu bentar ya, aku mau cari ibu" Ucap Jani pada Erlan yang sudah duduk tenang di kursi kayu.
Seperti biasa Erlan hanya mengangguk dan mengeluarkan ponsel serta sebungkus rokok dari saku jaketnya, Erlan menatap Jani yang kini sudah pergi masuk mencari ibunya.
Tak lama Jani kembali keluar dengan membawa nampan yang berisi secangkir kopi dan setoples kacang asin, Jani meletakkan minumannya dan toples kacang di atas meja.
"Aku nggak tau kamu suka kopi manis atau pahit" Jani duduk di samping Erlan "Jadi aku sekalian bawa gulanya"
"Aku suka kopi pahit" Jawab Erlan, tangannya mengusap rambut Jani.
Sudah seperti kebiasan bagi Erlan, jika sedang bersama dengan Jani tangannya akan dengan sendirinya mengusap rambut panjang Rinjani. Kini tangan Erlan beralih mengambil secangkir kopi pahit yang Jani buat tadi, Erlan menyeruput kopi buatan Jani dan melihat pada Jani yang sedang memperhatikan Erlan dari samping.
Erlan menelan kopinya dengan menatap wajah ayu Rinjani.
"Gimana?" Ucap Jani pada Erlan
"Apanya?"
"Kopinya"
"Pahit" Erlan mengambil sebatang rokok dan mulai menyalakan ujung rokoknya. "Nggak papa aku nge rokok?"
Erlan membuang asap rokoknya dan mengipas asap rokoknya agar tak terhirup oleh Jani.
"Nggak papa, cuma di sini nggak ada tempat buat buang abu rokoknya" Jawab Jani berdiri.
"It's okay" Jawab Erlan santai
Erlan melihat Jani yang sudah berdiri, dan langsung memegangi pergelangan tangannya.
"Mau kemana?" Tanya Erlan pada Jani
"Mau ganti baju, gerah" Jani tersenyum pada Erlan "Kamu tunggu bentar ya" Ucap Jani dan pergi meninggalkan Erlan yang mulai susah payah menelan ludahnya.
Erlan menunduk dan tersenyum miring, saat ini Erlan sedang menahan dirinya agar tidak menerkam Jani, kenapa Jani malah memberitahu dirinya jika mau ganti baju, apa Jani nggak tau kalau ucapan Jani bisa membuat pikiran Erlan travelling
Untuk menetralkan pikirannya, Erlan mengambil cangkir kopi dan menyeruput kopi pahit lagi, saat sedang meminum kopinya, Rosaline masuk dengan menggendong Liliy dan membawa tas belanjaan di tangannya,sontak Erlan langsung berdiri dan menyapa Rosaline dengan ramah dn sopan. Tangan Erlan dengan cekatan mengambil tas belanja yang Rosaline bawa.
"Eh.... Ada nak Erlan" Ucap Rosaline saat melihat Erlan di ruang tamu. "Udah lama?" Imbuh Rosaline menerima uluran tangan Erlan.
Erlan menyalami Rosaline dan mencium tangan Rosaline, tangan kirinya memegang tas belanjaan yang Rosaline bawa tadi.
"Belum kok tante" Jawab Erlan dengan membawakan tas belanjaan ke dapur.
Rosaline menurunkan Liliy dan membukakan puding yang sedang Liliy pegang, hingga Jani keluar dari kamarnya dan berjalan mendekati ibu dan juga Liliy, Jani duduk di sisi Rosaline dan mencubit gemas pipi Liliy. Tak lama nampak Erlan yang keluar dari dapur.
"Habis narok belanjaan ibu" Ucap Erlan, saat Jani menatap dirinya dengan tatapan bingung.
Jani hanya tersenyum dan mengangguk, kini Erlan duduk di hadapan Rosaline dan juga Jani, matanya tak henti menatap Liliy yang sibuk dengan puding nya.
"Nak Erlan, Terima kasih sudah antar Jani" Rosaline tersenyum menatap Erlan.
"Sama-sama tante"
Sedangkan Rinjani, dia masih diam. Tangannya terus menutupi luka yang ada di sudut bibirnya, Rinjani menoleh hendak megelap mulut Liliy yang belepotan oleh puding, Namun mata Jani membulat saat melihat sudut bibir Rosaline yang sedikit membiru.
"Bu..... ini kenapa?" Tangan Jani menangkup wajah ibunya.
Jani melihat secara intens luka di sudut bibir Rosaline, luka yang sama seperti yang Jani dapatkan dari Ezra, dan Jani sangat tau bagaimana rasanya.
"Udah nggak papa kok" Tangan Rosaline mengusap lembut lengan Jani "semalem ayah kamu datang lagi" Ucap Rosaline lirih.
Jani langsung menarik tangannya dari wajah Rosaline, wajahnya menunjukkan rasa bersalah kecewa dan marah. Seandainya dia tidak ikut Touring pasti dia bisa menolong ibunya.
"Lisa sama Liliy nggak luka kan?" Jani menatap ibunya sendu.
Rosaline menggeleng pelan dengan tangan mengusap kepala Jani, tak lupa senyuman yang terukir di bibirnya, semakin membuat Jani menyalahkan dirinya sendiri. Saat Jani dan ibunya larut dengan obrolan mereka, tanpa di sadari Erlan sedang memperhatikan interaksi mereka, ada rasa yang sangat kuat untuk bisa melindungi Rinjani dan keluarganya dari sosok ayah yang seharusnya mengayomi dan melindungi.
Namun—sosok ayah yang di miliki Rinjani sangat berbeda dari sosok ayah pada umumnya.
"Apa nggak sebaiknya kalian pindah rumah saja?" Entah sadar atau tidak, tiba-tiba Erlan mengeluarkan kalimat itu.
Tentu apa yang Erlan katakan membuat Rinjani dan ibunya menoleh secara bersama, Rinjani sangat terkejut dengan apa yang dia dengar, hingga mulutnya sampai ternganga. Rosaline—dia bingung dan hanya menatap bingung pada sosok Erlan yang malah santai menatap kedua anak ibu yang sedang terbengong.