Hayi, seorang remaja yang akrabnya di panggil Ay, terpaksa menuruti kemauan ayahnya untuk di kirim ke salah satu pesantren agar dirinya sedikit berubah dari kebiasaan buruknya. dari sanalah sebuah kejadian yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya terjadi, ketika tiba-tiba saja ia di ajak ta'aruf oleh seorang anak pemilik pesantren bernama Altair, yang kerap di panggil Gus Al.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonaniiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
"Kenapa kamu masih di masjid?" sebuah suara yang tak asing di telinga Hayi.
"Kasih makan kambing. ya pikir aja sih sendiri, orang ke masjid itu ngapain." timpal Hayi dengan kesalnya.
"Ini sudah malam lebih baik kamu pulang." kata suara itu yang tak lain dan tak bukan adalah Gus Altair.
"Ini juga mau pulang kok. " kata Hayi
Saat sampai di luar, cuaca terlihat begitu mendung dan sedetik kemudian turunlah rintik-rintik air yang semakin banyak dan deras. Hayi yang memang tidak membawa payung hanya bisa menghela nafasnya saja dan menunggu sampai hujan reda. Alih-alih kembali ke dalam, Hayi justru berdiri di luar sambil memandangi air yang turun dengan derasnya.
Tak berselang lama, Gus Altair pun selesai dan mengambil payung seraya keluar masjid. Ia menoleh sebentar ke belakang di mana Hayi masih diam saja tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ia pun berjalan menghampiri Hayi membuat gadis itu terkejut.
"Kamu tidak pulang?" tanya Gus Altair
"Nunggu reda dulu, Gus." kata Hayi.
"Nggak papa bareng saya, kali ini saya berbaik hati sama kamu, karena ini juga sudah malam dan tidak tahu kapan rendanya. Kalau redanya sampai pagi, kamu mau tidur di masjid sendiri?" kata Gus Altair membuat Hayi terdiam
"Iya juga ya. Yaudah lah dari pada tidur di masjid." kata Hayi kemudian berlari dan langsung bergabung di samping Gus Altair persis.
Karena mungkin Hayi terlalu dekat dan menempel, membuat Gus Altair sedikit menjauh, hal itu juga Hayi sadari tapi ia tetap bodo amat karena ia tidak mau basah.
"Sudah?" tanya Gus Altair yang di angguki Hayi.
"Gus Altair suka ya sama ustadzah Rena?" tanya Hayi secara tiba-tiba.
"Tidak. Saya sukanya sama kamu." jawab Gus Altair secara gamblang membuat Hayi berhenti dan menoleh.
"Kenapa? Kamu tidak percaya?" kata Gus Altair.
"Nggak." jawab Hayi singkat.
"Ya terserah kamu saja. Sampai sekarang saja juga masih menunggu jawaban dari kamu." kata Gus Altair.
"Tapi gue liat, lo perhatian banget sama ustadzah Rena. Yaahh nggak heran sih semua laki-laki sama aja." kata Hayi dengan terkekeh.
"Sama saja bagaimana? Jangan menyamakan saya dengan laki-laki yang kamu anggap hanya mempermainkan wanita. Saya tidak berani mendekati wanita termasuk kamu, kecuali itu Allah yang kasih saya petunjuk. Selama ini saya tidak pernah dekat dengan wanita manapun, jadi jangan samakan saya dengan laki-laki murah di luaran sana." kata Gus Altair yang merasa tersinggung dengan perkataan Hayi.
"Ya emang cowo kan gitu. pasti nggak bakal terima kalau ada yang bilang kaya gitu, padahal mah kenyataannya...." kata Hayi.
"Terus mau kamu bagaimana?" tanya Gus Altair dengan menatap Hayi datar.
"Ya mana gue tau. kalau gitu nikah aja sama ustadzah Rena, lo kan suka sama dia, PERHATIAN lagi." kata Hayi dengan menekan kata perhatian pada Gus Altair.
"Kamu kenapa sih? kamu cemburu lihat saya deket sama ustadzah Rena?" tanya Gus Altair.
"Bodo ah, males gue sama lo. Udah ah gue mau pulang, bye." kata Hayi dengan berlari kecil menjauh membuat Gus Altair terkejut karena kondisi masih hujan deras.
"Astaghfirullah." kata Gus Altair dengan menghela nafasnya.
Belum juga melangkah terlalu jauh, Gus Altair terkejut tak kala Hayi terpeleset dan terjatuh. ia pun langsung berlari menghampiri gadis itu yang masih tersungkur dengan kondisi yang sudah basah kuyup.
"Ini sebuah teguran dari Allah, makannya kamu kalau ngomong jangan sembarangan. Saya bukan laki-laki seperti itu." kata Gus Altair membuat Hayi menoleh dengan sinisnya.
"Ya tolongin gue dulu, Gus!!" seru Hayi kesal yang membuat Gus Altair membatu Hayi berdiri
Ingin sekali ia menertawakan tingkah Hayi, tapi sebisa mungkin ia tahan agar gadis itu tidak kembali marah padanya. Apalagi kondisinya yang sudah basah kuyup dengan baju yang di penuhi tanah, membuat Hayi terlihat benar-benar lucu.
"Makannya..."
"Nggak usah ceramahin gue!! Sakit ini!" seru Hayi dengan kesalnya.
"Iya, sabar. saya antar kamu ke asrama sekarang. Lagian kenapa kamu lari, udah tau ini lagi hujan." kata Gus Altair dengan tersenyum.
Hayi hanya terdiam saja dan menoleh ke arah Gus Altair dengan kesalnya. Bisa-bisanya di saat ia yang seharusnya langsung di tolong malah di kasih wejangan lebih dulu oleh Gus Altair. Jujur saja dari pada sakit, ia lebih ke malu.
"jangan deket-deket saya, nanti saya ikut basah, kita juga bukan muhrim." kata Gus Altair membuat Hayi berdecak kesal saja.
Dengan refleksnya Hayi sengaja menabrakkan lengannya pada Gus Altair yang membuat pria itu sedikit terdorong. Gus Altair sendiri terkejut dan menoleh ke arah Hayi yang sedang tersenyum smrik. entah kenapa melihat senyuman itu ia justru merasa ngeri. Benar saja beberapa saat kemudian, ia di dorong dengan kerasnya dan langsung merebut payung dari tangan Gus Altair, sehingga membuat pria itu kehujanan.
"Emang enak!! Hahaha Bye Gus Altair." kata Hayi dengan tertawa renyah sembari berlari meninggalkan Gus Altair.
"Astagfirullah, Hayi. Saya jadi basah ini." kata Gus Altair dengan menggelengkan kepalanya saja sambil tersenyum kecil.
Karena jaraknya lebih dekat ke Ndalem dari pada ke rumahnya, Gus Altair lebih memilih ke Ndalem. Saat sampai di Ndalem, nyai Harsyi begitu terkejut melihat anaknya basah kuyup seperti itu. Ia pun segera mempersilahkan masuk dan langsung mengambilkan handuk.
Bertepatan dengan itu juga, kyai Ilham pun juga pulang. Ia menatap Gus Altair dengan tatapan heran sambil menggelengkan kepalanya saja. Tentu hal itu membuat Gus Altair bingung dengan tatapan ayahnya. Setelah itu ia pun membersihkan diri dan mengganti bajunya yang sudah basah.
"Apa kamu sudah memberitahu keputusan kamu sama Umi?" tanya kyai Ilham yang di jawab gelengan kepala oleh Gus Altair.
"Lebih baik di bicarakan sekarang. Abu tidak mau kamu terlibat maksiat. Selama ini Abi tidak pernah melihat kamu sedekat itu dengan lawan jenis, Al." kata Kyai Ilham membuat Gus Altair paham arah pembicaraan ayahnya.
"Saya hanya menolong, karena dia tidak membawa payung." kata Gus Altair.
"Kamu tau, kamu bukan mahramnya. lalu kenapa kamu masih melakukannya?" tanya kyai Ilham.
"Ada apa ini Abi? Kenapa kalian berdua terlihat begitu serius?" tanya nyai Harsyi yang baru saja datang membawa dua gelas teh panas.
"Altair ingin bicara serius dengan kita sekarang." kata kyai Ilham membuat Gus Altair langsung menatap ayahnya saja kemudian menghela nafasnya.
"Ummi, sekiranya ummi merestui saya, jika saya ingin memiliki pendamping hidup . Saya cinta sama dia, dan Allah sudah kasih petunjuknya." kata Gus Altair membuat nyai Harsyi terkejut bukan main.
"Alhamdulillah, Gus. Siapa orangnya, bilang sama ummi." kata nyai Harsyi dengan begitu antusiasnya.
"Hayi." jawab Gus Altair membuat nyai Harsyi lebih terkejut lagi.
"Kamu serius, Al?" tanya nyai Harsyi.
"Saya serius ummi." jawab Gus Altair dengan mantapnya