Lima belas tahun menikah, Ghea memergoki suaminya berselingkuh dengan sekretarisnya. Lebih menyakitkan lagi, di belakangnya sang suami menyebutnya sebagai wanita mandul dan tak becus melayani suami. Hatinya hancur tak bersisa.
Dalam badai emosi, Ghea pergi ke klub malam dan bertemu Leon—pria muda, tampan, dan penuh pesona. Dalam keputusasaan, ia membuat kesepakatan gila: satu miliar rupiah jika Leon bisa menghamilinya. Tapi saat mereka sampai di hotel, Ghea tersadar—ia hampir melakukan hal yang sama bejatnya dengan suaminya.
Ia ingin membatalkan semuanya. Namun Leon menolak. Baginya, kesepakatan tetaplah kesepakatan.
Sejak saat itu, Leon terus mengejar Ghea, menyeretnya ke dalam hubungan yang rumit dan penuh gejolak.
Antara dendam, godaan, dan rasa bersalah, Ghea terjebak. Dan yang paling menakutkan bukanlah skandal yang mengintainya, melainkan perasaannya sendiri pada sang berondong liar.
Mampukah Ghea lepas dari berondong liar yang tak hanya mengusik tubuhnya, tapi juga hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Mencintai dalam Diam
Ghea menoleh. Tatapannya waspada. "Apa syaratnya?"
“Jangan biarkan brengsek itu menyentuhmu,” desis Leon, matanya membakar amarah. “Aku bersumpah, Ghea. Kalau itu terjadi… aku sendiri yang akan memotong tangan kotornya. Aku tidak main-main.”
Ghea terdiam sejenak, lalu mengangguk. Anehnya, di balik ancaman itu… tak ada rasa takut. Yang ia rasakan justru—terlindungi.
“Aku juga tak sudi disentuh pengkhianat sepertinya,” ucap Ghea pelan, tapi nadanya tegas.
Leon melangkah setengah maju, masih menjaga jarak. “Oke. Aku pegang janjimu. Tapi…” suaranya mereda, nyaris memohon, “…biarkan aku menemuimu. Sesekali saja. Aku janji, aku nggak akan menyentuhmu.”
Ghea menggeleng pelan. “Tidak bisa,” katanya, tanpa ragu.
Leon menatapnya lekat, matanya menahan gemuruh. “Tapi… sampai kapan, Honey?”
Ghea menarik napas, dalam. Ia menahan perasaannya yang mulai berontak. Matanya menatap ke depan, ke wajah yang terus ia pikirkan diam-diam. Wajah yang ia rindukan… tapi juga ia takuti.
“Sampai aku yakin… kau benar-benar tulus.”
Sunyi menyergap di antara mereka. Hanya suara dedaunan dan detak jantung mereka masing-masing yang mengisi udara.
Hingga...
Tawa getir Leon memecah keheningan. “Come on, Honey... jangan beri aku jawaban abu-abu. Atau—sumpah, aku benar-benar akan menghamilimu, biar kau tak bisa lari lagi.”
Ghea menahan napas. Ingin marah—tapi tidak. Ia tahu, itu cuma cara Leon menyembunyikan luka dan rindunya, di balik lelucon sarkastik.
“Aku akan beri jawaban itu…” bisik Ghea, “…setelah aku mengambil kembali perusahaanku dari David.”
Mata Leon menyala. “Kalau begitu, biar aku bantu. Aku bisa selesaikan semua lebih cepat.”
Ghea menggeleng, tajam. “Tidak. Aku ingin melakukannya sendiri. Aku ingin membuktikan… bahwa aku bukan wanita bodoh yang bisa diremehkan seenaknya.”
Leon terdiam. Tidak lagi mendominasi, hanya menatapnya dengan rasa kagum yang dalam.
“Itu bagus,” gumamnya akhirnya. “Tapi akan lama, kalau kau belajar dari orang yang kurang kompeten. Jadi… bagaimana kalau aku saja yang jadi gurumu?”
Ghea tersenyum tipis. Pahit. “Tidak, Leon. Kau tak boleh menemuiku.”
Kening Leon berkerut. “Lalu?” suaranya seperti retak. Putus asa.
“Kau ingin buktikan, bukan?” bisik Ghea. “Buktikan dengan menjauh… dan mencintaiku, dalam diam.”
Leon menatapnya. Lama. Napasnya berat. “Aku akan sangat merindukanmu, Honey. Kalau kau rindu… hubungi aku. Aku akan datang.”
Ia melangkah mundur perlahan, lalu berbalik. Tak lama kemudian, bayangannya lenyap ditelan malam.
Ghea berdiri membatu. Matanya terpejam, namun air mata jatuh perlahan dari sela bulu matanya, membasahi pipi tanpa suara.
Hatinya berteriak. Ia tak ingin pria itu pergi. Ia ingin berada dalam pelukannya, menghirup aroma tubuhnya, merasakan lagi hangat yang nyaris ia lupakan. Tapi logikanya menjerit—memohon agar ia bertahan. Karena sekali saja ia lengah, ia akan terperosok ke luka yang lebih dalam.
“Leon…” nama itu lolos lirih dari bibirnya.
Ia sendiri bingung... mengapa hatinya bisa terikat begitu kuat pada pria yang belum lama ia kenal.
Ia menunduk. Pandangannya jatuh pada kartu hitam di genggamannya.
"Aku harus membuktikannya. Aku harus tahu... apakah ia tulus atau hanya satu lagi pembohong yang dibungkus pesona."
“Ghea.”
Suara itu menyentaknya.
David.
Dengan cepat, ia mengusap pipinya. Ia menyembunyikan kartu ke dalam saku piyamanya.
Sementara itu, tak jauh dari balkon, di balik bayang gelap pohon mangga yang rindang, Leon masih berdiri. Napasnya tertahan, matanya menatap lurus ke arah Ghea.
Saat suara pria lain terdengar dari dalam rumah, mata Leon menyipit. Tatapannya menusuk tajam. Ia melihat David muncul di balkon, mendekati Ghea.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya David, tatapannya menyapu balkon yang lengang.
Sekilas, ia menciumnya. Parfum maskulin. Mewah. Tidak familiar.
"Aku hanya... mencari angin. Memandang bulan." Suaranya bergetar, namun ia mencoba terdengar tenang.
Matanya menatap langit, dan bibirnya berucap pelan, hampir seperti sedang berbicara pada dirinya sendiri.
“Dari jauh, bulan terlihat begitu indah. Tapi tak banyak yang tahu, permukaan bulan sebenarnya penuh luka, retak, dan debu.”
David menyipitkan mata, mendengar kata-kata itu, lalu tersenyum tipis—sinis.
"Dia mulai berpuisi rupanya. Apa maksudnya? Menyindirku? Mengasihani diri sendiri? Lucu."
"Sudah kuduga, wanita seperti dia terlalu sensitif. Cepat terluka, cepat membuat cerita sendiri. Tapi aku tak boleh lengah—belum saatnya dia lepas dari genggamanku."
David melangkah pelan, mendekati Ghea. Saat David menggenggam bahu Ghea dengan santai, rahang Leon mengeras.
“Sentuh dia sekali lagi,” batinnya, “dan aku benar-benar akan mematahkan tanganmu.”
Tapi ia tak bergerak. Belum.
Ia hanya ingin memastikan satu hal.
Bahwa Ghea… tidak berbohong saat bilang ia tak ingin disentuh pengkhianat itu.
“Masuklah, di sini dingin,” ucap David datar, nyaris seperti perintah, bukan perhatian.
Ghea menepis tangannya. Pelan, tapi tegas.
Ia melangkah masuk ke dalam kamar. Tanpa sepatah kata.
David berdiri mematung. Menatap tangannya yang kosong, lalu menoleh ke arah balkon sekali lagi.
Parfum itu... masih samar di udara. Ada seseorang di sini. Ia yakin.
“Aku harus pasang CCTV tambahan.”
“Aku tak akan biarkan penyusup mencuri istriku.”
Rahangnya mengeras. Tangannya mengepal.
Dari balik pohon, bibir Leon tertarik ke atas. "Bagus, Honey. Kau menepati janjimu."
David menutup pintu balkon perlahan, lalu menguncinya dari dalam.
-----
Malam kian larut.
Suara dengkur David terdengar halus di balik punggungnya. Tapi Ghea tak bisa tidur. Tangannya merogoh saku bajunya,mengambil kartu hitam pemberian Leon.
Ia duduk di tepi ranjang. Cahaya remang dari lampu tidur menyapu wajahnya yang penuh tanya. Tangannya bergetar, menatap kartu itu.
"Apa benar… saldo kartu ini bisa membeli dua perusahaan seperti milikku?"
Ghea memandang kartu hitam di tangannya. Namanya tertera jelas di permukaannya, di samping logo bank internasional yang prestisius. Tangannya gemetar ringan.
"Leon bilang, kartu ini atas namaku. Jadi… aku bisa akses penuh ke saldonya."
Ia menghela napas. Jantungnya berdetak cepat saat membuka aplikasi mobile banking yang biasa ia gunakan—Leon telah mengatur semuanya agar kartu itu terhubung ke akunnya.
Ia mengetik nomor kartu dengan perlahan, lalu berhenti di kolom PIN.
"Tanggal lahirku…"
Batinnya menegaskan.
Ia mengetik.
Klik.
Layar memuat beberapa detik sebelum akhirnya menampilkan angka yang membuatnya nyaris berhenti bernapas.
USD 20,000,000.00
Dua puluh juta dolar. Matanya membelalak. Tenggorokannya tercekat.
Angka itu terpampang jelas di layar ponsel.
Ghea membeku.
Tangannya gemetar, menutup mulutnya yang nyaris menganga. Pandangannya tertancap pada angka-angka itu, tak bergeser. Layar itu seperti menjelma jadi jurang dalam yang siap menelannya.
"Dua puluh juta dolar…"
"Dia… tidak bercanda?"
Air mata turun perlahan tanpa suara. Entah karena syok, kagum, takut—atau semuanya sekaligus. Perasaan itu berjejal di dadanya, menyisakan napas yang tertahan.
Ia mencubit dirinya sendiri.
"Aku tidak bermimpi. Ini nyata…"
Ia menatap layar lagi. Tak berubah.
USD 20,000,000.00
“Kenapa…” gumamnya parau. “Kenapa dia melakukan ini…?”
Leon berkata, rekening ini ia buat atas nama Ghea, agar Ghea bisa memiliki akses penuh. Tapi… satu hal tetap mengganjal di hatinya.
"Jika semua ini bisa ia rancang dan lakukan dengan begitu mudah… siapa yang bisa menjamin dia tak bisa mengambilnya kembali?"
"Dia terlalu cerdas untuk dianggap polos. Terlalu rapi."
Ghea memejamkan mata, lalu membukanya kembali.
"Aku harus tahu. Aku harus pastikan."
Tangannya melayang ke layar.
"Jika dia tulus, dia tak akan peduli pada uang ini. Tapi kalau ini hanya permainan, kalau dia cuma ingin menjeratku, dia pasti akan kehilangan kendali setelah aku melakukan ini…"
"Meskipun rekening ini atas namaku… aku ingin uang itu berpindah ke rekening lamaku. Rekening yang benar-benar milikku. Di luar kuasa dan kendalinya."
Dengan napas tercekat, Ghea mengetik nominal:
10,000,000.00 USD
Lalu ia klik Transfer.
Jantungnya berdetak kencang, nyaris copot saat layar memuat data. Detik-detik berjalan lambat seperti keabadian.
Kemudian, suara lembut dari ponsel berdenting.
“Transfer Successful.”
Tubuh Ghea jatuh perlahan ke atas bantal, ponselnya masih tergenggam. Pandangannya kosong menatap langit-langit.
Air mata kembali mengalir.
"Leon… jika kau marah… berarti aku tak salah menilaimu."
"Tapi jika tidak… mungkin, kau memang berbeda…"
Ia menoleh ke samping.
David masih terlelap di ranjang, mendengkur pelan.
"Dan kau… pria yang selama ini kupanggil suami… ternyata bukan hanya penghianat. Tapi juga pencuri. Kau ingin merampok hidupku. Tapi kau akan lihat. Aku akan bangkit. Dengan kakiku sendiri."
Saat ia akan meletakkan ponsel, notifikasi masuk.
1 pesan baru dari: Leon
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Ghea kasihan sekali kau sebagai istri yang setia sampai detik ini akal warasmu masih berjalan.
Leon segeralah eksekusi tuh David jadikan dia kere sekere-kerenya.
Atau paling tidak bantu Ghea supaya segera kasih tahu Ghea hasil temuan kecurangan si pengkhianat yang masih bergelar suami Ghea.
Semakin cepat semakin Ghea yang menceraikan suaminya bukan suaminya yang menceraikan istri beda vibes-nya bagi Ghea pastinya.
aku gak bisa bayangkan jika nanti mereka bisa menikah & malam pertama pasti dasyat karna leon sangat berhasrat jika berdekatan dengan ghea😂
sebelum semua hartamu jatuh pada David udah tendang ada dia bersama selingkuhannya.
Leon suami idaman banget...
lanjut kak sehat selalu 🤲
maaf baru bisa hadir 🙏