Hanum Salsabila, seorang dosen cantik harus menerima kenyataan jika ia harus dijodohkan dengan seorang CEO. Ia hanya bisa pasrah dengan ketegasan Halim sang ayah yang membuatnya tidak berdaya.
Ravindra Aditama, CEO yang begitu membenci perjodohan. Ia bersumpah akan mengerjai Hanum sampai ia puas dan pergi meninggalkan negeri ini setelahnya.
Kisah cinta mereka baru saja dimulai, namun Tama harus menerima kenyataan jika Hanum lebih memilih untuk berpisah darinya.
Akankah mereka bisa mempertahankan rumah tangga atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak akan paham
Sementara di dalam kamar, Hanum hanya terdiam sambil menatap langit-langit kamar yang polos tanpa hiasan.
Apa mereka tau jika tadi hanya bersandiwara? Apa lagi yang mereka rencanakan sekarang?. Batin Hanum sambil menghela napas panjang.
Ia mencium aroma makanan yang terasa begitu sedap.
Apa dia juga ikut makan malam nanti? Ah, aku sungguh tidak ingin bertemu dengan dia lagi!. Batinnya.
Hanum memegang perutnya, ia memikirkan ucapan Tama yang menjadi beban terberat yang harus ia terima saat ini.
"Huft, mereka begitu menginginkan anak tanpa bertanya apakah aku siap atau tidak," ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Ego yang tinggi dan rasa bebas yang tidak bisa terkekang, membuat Hanum merasa ingin marah kepada orang tuanya. Namun, hati yang begitu lembut mengalahkan semua.
Hanum masih melamun hingga ketukan pintu membuatnya tersadar dan segera melihat siapa yang mengganggu ketenangannya malam ini.
"Buk, makanannya sudah siap!" ucap Mbak Nini.
"Apa Bapak juga ikut makan?" tanya Hanum.
"Bapak belum turun, Buk. Katanya nanti saja," ucap Mbak Nini.
Hanum mengangguk dan langsung keluar dari kamar. Namun ia berpapasan dengan Tama yang baru saja mengganti bajunya yang kotor karena memasak tadi.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Hanum melangkah turun ke bawah menuju ruang makan.
"Bu, tadi Mommy menelfon dan menyuruh Ibu untuk makan yang banyak biar bisa pulih lagi," ucap Tama.
Hanum hanya terdiam mendengar ucapan sang suami dan memilih untuk segera makan tanpa mengatakan apa pun lagi.
Tama tersenyum tipis dan menatap Hanum dengan penuh harap. Ia sengaja menjual nama sang ibu agar Hanum mau memakan masakannya.
Hap!
Suapan pertama berhasil masuk ke dalam mulut dosen cantik itu. Mata tajam Tama langsung berbinar senang ketika melihat ekpresi Hanum.
"Masakan Mbak, enak. Pertahankan ya!" ucap Hanum memuji sang asisten rumah tangga.
Mbak Nini hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Hanum. Namun berbeda dengan Tama yang berbinar senang mendengar hal itu.
Setidaknya ada sedikit harapan untuk memperbaiki ini semua. Batin Tama.
Hanum makan dengan tenang dan lahap, sehingga membuat Tama semakin berbinar senang.
"Kenapa anda tersenyum?" tanya Hanum ketus.
"Tidak. Hanya sedang memandang wajah cantik istriku," ucap Tama tersenyum dan berhasil membuat Hanum merona.
Wanita cantik itu hanya mendengus kesal melihat wajah tengil Tama. Ia melanjutkan makan malam tanpa menghiraukan suami tampannya itu.
Setelah selesai, Hanum langsung masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu. Tama hanya menghela napas, namun ia tidak kehabisan akal karena respon Hanum tadi.
Ia mengambil proposal tesisnya dan mengetuk pintu kamar Hanum, berharap ada harapan setelah ini tentang hubungan mereka.
"Apa?" tanya wanita cantik itu dengan ketus setelah membuka pintu.
"Besok saya tidak bisa ke kampus. Apa boleh saya bimbingan sekarang, bu?" tanya Tama menyerahkan map yang ia pegang.
"Tidak! Bimbingan hanya bisa dilakukan di kampus dengan jadwal yang sudah saya tetapkan!" udah Hanum tegas.
"Ayo lah, Bu! Saya ada meeting penting besok. Apa tidak ada keringanan sedikitpun?" tanya Tama memelas.
"Tidak! Besok saya akan mengajukan pergantian pembimbing untuk anda!" ucap Hanum.
"Baiklah, tapi untuk hari ini, Bu. Biar saya bisa tenang mengerjakan hal lain nanti!" ucap Tama.
Hanum hanya menghela napas. Ia kembali masuk dan mengambil pensil untuk mengoreksi perbaikan yang sudah dibuat oleh Tama.
Namun, pria tampan itu memilih untuk ikut masuk dan duduk di atas ranjang Hanum tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Heh!" sentak Hanum terkejut.
Tama juga tersentak mendengar suara Hanum yang menggema. Ia cemberut dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
"Ibu mengagetkan saja. Bagaimana kalau saya jantungan?" ucapnya.
"Siapa yang menyuruh anda masuk?" tanya Hanum tidak suka.
"Emang mau bimbingan di mana lagi, Bu? Di sini saja ya, biar saya gak susah naik turun tangga," ucap Tama memelas.
"Tidak! Nanti anda tidur di sini!" ucap Hanum kesal.
"Tidak, Bu! Ayo kita bimbingan! Saya sudah mengantuk!" ucap Tama sambil berjalan dan duduk di atas kursi meja nakas.
Hanum kembali menghela napas berat dan ikut duduk di kursi yang ada di sana.
Ia mulai melihat proposal Tesis Tama yang sudah cukup bagus untuk sebuah proposal. Dalam hati ia memuji kepintaran laki-laki ini, namun ia juga mengutuk apa yang sudah dilakukan oleh Tama kepadanya.
"Ini sudah bisa di ajukan. Tapi, tunggu nanti setelah pembimbing anda di ganti!" ucap Hanum.
"Bu, pekerjaan saya banyak. Saya harus mencari nafkah juga, apa ibu tidak memikirkan lagi untuk mengundurkan diri. Itu bisa membuat saya lama untuk melakukan proses selanjutnya. Sementara, beberapa bulan lagi, saya akan pergi ke luar negeri untuk menangani proyek besar," ucap Tama serius.
"Tidak! Saya...," ucap Hanum.
"Bu, saya tau apa yang sudah saya lakukan adalah sebuah kesalahan. Tapi, di luar kita adalah dosen dan mahasiswa. Apa boleh saya meminta untuk tidak mencampurkan itu dengan rumah tangga kita?" tanya Tama.
"Anda tidak akan paham bagaimana rasanya bertemu dengan laki-laki yang sudah memperkosa saya!" ucap Hanum tegas dengan mata yang berkaca-kaca.