Seorang putri Adipati menikahi putra mahkota melalui dekrit pernikahan, namun kebahagiaan yang diharapkan berubah menjadi luka dan pengkhianatan. Rahasia demi rahasia terungkap, membuatnya mempertanyakan siapa yang bisa dipercaya. Di tengah kekacauan, ia mengambil langkah berani dengan meminta dekrit perceraian untuk membebaskan diri dari takdir yang mengikatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26
Kereta kuda yang membawa Cheng Xiao akhirnya tiba di depan gerbang megah kediaman Adipati Cheng. Jantung Cheng Xiao berdebar kencang, ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum memutuskan untuk turun. Namun, tiba-tiba tubuhnya terasa lemas, lututnya seolah tak mampu menopang berat badannya. Ia dilanda ketakutan yang luar biasa, takut bertemu dengan ayahnya, takut melihat wajah kecewa pria yang sangat ia hormati itu.
"Nona, apakah Anda baik-baik saja?" tanya Lian'er, pelayan setianya. Nada suaranya lembut, namun penuh dengan kekhawatiran.
Pada kenyataannya, Lian'er sangat sadar bahwa Cheng Xiao sedang tidak baik-baik saja. Ia bisa melihat dengan jelas gurat kesedihan dan ketakutan yang terpancar dari wajah pucat nonanya. Namun, bibirnya terasa kelu, tidak ada kata lain yang mampu ia ucapkan selain pertanyaan basa-basi itu.
Cheng Xiao menggeleng lemah, mencoba menyembunyikan perasaannya. "Aku tidak apa-apa," jawabnya lirih, suaranya nyaris tak terdengar.
Lian'er turun dari kereta kuda terlebih dahulu, lalu dengan sigap mengulurkan tangannya, membantu Cheng Xiao yang sedang menggendong bayi kecilnya turun dari kereta. Mereka berdua berdiri tepat di depan gerbang kediaman Adipati yang masih tertutup rapat. Suasana hening dan mencekam menyelimuti mereka.
Tiba-tiba, gerbang kediaman Adipati terbuka perlahan, menampilkan pemandangan yang membuat hati Cheng Xiao semakin berdebar. Ayahnya, Adipati Cheng, berdiri di sana dengan senyum hangat di wajahnya, menyambut kedatangannya bersama dengan para pelayan yang berbaris rapi di belakangnya.
"Ayah..." gumam Cheng Xiao, suaranya bergetar menahan tangis. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.
Adipati Cheng tersenyum lembut, menatap putrinya yang berdiri di depan sana dengan tatapan penuh kasih sayang. Pria itu merentangkan kedua tangannya, seolah ingin memeluk Cheng Xiao erat-erat. "Kemarilah putriku, pulanglah pada Ayah," ucap Adipati Cheng, suaranya terdengar begitu tulus dan penuh kerinduan.
Air mata Cheng Xiao akhirnya tumpah, membasahi pipinya. Ia tidak bisa lagi menahan emosi yang selama ini ia pendam. "Ayah..." Wanita itu berjalan perlahan ke arah ayahnya, langkahnya terasa berat dan ragu.
Saat Cheng Xiao sudah berada dalam jangkauannya, Adipati Cheng langsung memeluk putrinya dengan erat. Ia berusaha untuk tidak menangis, berusaha untuk tetap tegar di hadapan putrinya. Namun, saat merasakan tubuh Cheng Xiao yang ringkih dan bergetar hebat di dalam pelukannya, pria itu tidak bisa lagi menahan air matanya. Air mata itu mengalir deras, membasahi pundak putrinya.
"Menangislah putriku, menangislah sepuasmu," ujar Adipati Cheng dengan suara bergetar, "Tumpahkan semua kesedihan dan kesakitanmu padaku." Ia mengusap lembut punggung Cheng Xiao, mencoba menenangkan putrinya yang sedang dilanda kesedihan yang mendalam.
Cheng Xiao membalas pelukan ayahnya dengan erat, menenggelamkan wajahnya di dada bidang pria itu. Ia menangis sejadi-jadinya, meluapkan semua kesedihan, kekecewaan, dan ketakutan yang selama ini ia rasakan. Tangisannya memecah keheningan malam, menggema di seluruh penjuru kediaman Adipati.
Adipati Cheng terus memeluk putrinya erat, membiarkan Cheng Xiao menangis sepuasnya. Ia tahu, putrinya telah melewati masa-masa sulit dan membutuhkan tempat untuk bersandar. Ia ingin menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi Cheng Xiao, tempat di mana putrinya bisa melupakan semua masalah dan kesedihan.
Setelah beberapa saat, tangisan Cheng Xiao mulai mereda. Ia melepaskan pelukannya dan menatap ayahnya dengan mata sembab. "Ayah, maafkan aku," ucapnya lirih, suaranya serak karena terlalu banyak menangis.
Adipati Cheng tersenyum lembut dan mengusap air mata di pipi Cheng Xiao. "Tidak ada yang perlu dimaafkan, putriku. Kau adalah putriku, dan aku akan selalu menyayangimu, apapun yang terjadi," ujarnya dengan tulus.
Cheng Xiao kembali memeluk ayahnya, merasa begitu bersyukur memiliki ayah yang begitu penyayang dan pengertian. Ia tahu, ia telah melakukan kesalahan besar, namun ayahnya tetap menerima dan menyayanginya.
Adipati Cheng melepaskan pelukannya dan menatap bayi yang berada di gendongan Cheng Xiao. Ia tersenyum lembut dan mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi bayi itu. "Siapa nama cucuku?" tanyanya dengan nada lembut.
Cheng Xiao tersenyum lembut, menatap bayi yang sedang tertidur pulas di gendongannya. Wajahnya yang damai dan polos membuat hatinya menghangat. "Namanya Cheng Xiao Lin," jawabnya dengan bangga, menyebutkan nama yang telah ia pilih dengan penuh pertimbangan.
Adipati Cheng tertawa kecil mendengar nama cucunya. "Kau menggunakan semua namamu pada putramu?" tanyanya dengan nada geli, namun juga penuh kasih sayang. Ia merasa terhibur melihat putrinya akhirnya bisa tersenyum setelah melewati masa-masa sulit.
"Cheng adalah nama keluarga kita, Xiao adalah namaku karena aku ingin anakku selalu mengingatku saat mengucapkan namanya, dan Lin... karena aku menyukai nama itu," jelas Cheng Xiao, pipinya sedikit merona karena malu. Ia ingin putranya selalu merasa dekat dengannya.
Adipati Cheng mengelus lembut rambut putrinya, merasakan kelembutan rambutnya di telapak tangannya. Setidaknya, di tengah kesedihan yang mendalam yang dirasakan putrinya, ada secercah kebahagiaan yang hadir karena kelahiran putranya. Cheng Xiao Lin adalah cucunya, darah dagingnya. Ia berjanji pada dirinya sendiri, ia yang akan membesarkan cucunya bersama dengan putrinya, memberikan kasih sayang dan pendidikan yang terbaik.
Tidak peduli siapa ayah dari cucunya, yang pasti Cheng Xiao Lin hanyalah anak dari putrinya, cucunya. Tidak akan ia biarkan orang lain merebutnya, atau pun menghinanya. Ia akan melindungi cucunya dengan segenap jiwa dan raganya, memastikan bahwa cucunya akan tumbuh menjadi anak yang bahagia dan sukses.
Adipati Cheng menatap cucunya dengan tatapan penuh kasih sayang. Ia merasa terharu melihat bayi kecil itu, yang begitu rapuh dan tak berdaya. Ia berjanji dalam hati, ia akan memberikan seluruh cinta dan perhatiannya kepada cucunya, menggantikan peran seorang ayah yang tidak hadir dalam kehidupannya.
"Xiao Lin adalah cucuku, dan aku akan menyayanginya seperti aku menyayangimu," ujar Adipati Cheng dengan suara yang penuh ketegasan. "Tidak ada yang boleh menyakitinya, atau pun merendahkannya. Aku akan memastikan bahwa dia akan tumbuh menjadi anak yang kuat dan bahagia."
Cheng Xiao tersenyum, merasa terharu mendengar perkataan ayahnya. Ia tahu, ia tidak salah telah kembali ke rumah. Ia memiliki ayahnya yang akan selalu melindunginya dan putranya.
"Terima kasih, Ayah," ucap Cheng Xiao dengan suara bergetar. "Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan tanpamu."
Adipati Cheng memeluk putrinya erat, merasakan kehangatan tubuhnya di dalam pelukannya. "Aku akan selalu ada untukmu, putriku. Kau tidak perlu khawatir," ujarnya dengan lembut.
Malam itu, Cheng Xiao dan Adipati Cheng menghabiskan waktu bersama, bercerita dan berbagi kebahagiaan. Mereka merasa begitu dekat dan terhubung satu sama lain. Cheng Xiao merasa begitu bersyukur memiliki ayah yang begitu penyayang dan pengertian.
Keesokan harinya, Adipati Cheng mengumumkan kepada seluruh anggota keluarga dan pelayan di kediamannya bahwa Cheng Xiao telah kembali ke rumah dan membawa seorang cucu bersamanya. Ia memerintahkan semua orang untuk menghormati dan menyayangi Cheng Xiao dan Cheng Xiao Lin, serta tidak boleh ada yang berani menghina atau merendahkan mereka.
Semua anggota keluarga dan pelayan di kediaman Adipati menyambut kedatangan Cheng Xiao dan Cheng Xiao Lin dengan sukacita. Mereka merasa senang melihat Cheng Xiao akhirnya bisa kembali ke rumah dan mendapatkan kebahagiaan.
Cheng Xiao dan Cheng Xiao Lin pun memulai kehidupan baru mereka di kediaman Adipati. Mereka dikelilingi oleh cinta dan perhatian dari keluarga dan pelayan di sana. Cheng Xiao merasa begitu bahagia dan bersyukur atas semua yang telah ia dapatkan. Ia tahu, ia telah membuat keputusan yang tepat dengan kembali ke rumah.
semangat up nya 💪
semangat up lagi 💪💪💪
Semangat thor 💪